Share

Aneh

Author: humaidah4455
last update Huling Na-update: 2023-10-07 10:34:52

Pagi ini, aku berangkat kerja sambil membawa luka. Air mataku perlahan meleleh mengingat kejadian saat aku akan melahirkan Zidan. Sakit, payah, penuh derita serta tekanan dari suami dan mertua yang kurasakan.

Berbeda sekali dengan Rita. Semoga dia merasakan apa yang dulu ku rasakan. Entahlah aku seperti sudah tak bisa lagi membedakan antara do'a dan dosa. Sebab hatiku ingin sekali melihat Rita dan Bu Lasmi merasakan apa yang dulu ku rasa.

Ya Allah, tolong ampuni aku. Rasa sakit ini teramat sangat. Ampuni atas semua kesalahanku telah membangkang pada suami, dan mertua, aku lelah ya Allah, aku lelah.

*****

POV Heru

Mataku menatap tanpa kedip kepergian Hani, wanita yang dua tahun ini menjadi istriku. Entah mengapa kini dia berubah.

Tak seperti kemarin-kemarin. Dia jadi lebih berani serta cenderung membangkang. Terlebih setelah dia tahu aku kasbon untuk adikku Rita.

Sebagai istri, dia sungguh tak tahu diri. Dijatah lima ratus ribu sebulan masih kurang aja. Mentang-mentang sudah bisa cari duit sendiri.

Kepalaku pusing diungkit terus oleh Hani. Namanya takdir, ajal orang siapa yang tau, mau diapain aja Zidan takdirnya meninggal, ya meninggal. Dasar perempuan aneh! Orang kampung bebal!

"Mas, gimana ini? Kita ke dokter spesialis kandungan naik apa? Motornya dibawa si Hani istri anehmu itu! Aku mau second opinion periksa ke dokter lain, Mas ... seperti kata temen-temen di grup kehamilan. Aku takut sesar!" Rita berjalan dengan perut buncitnya mendekat ke arahku.

"Entahlah, kamu taunya beres aja deh!" Ku garuk kepala ini. Rasanya mendadak gatal dan pening.

Dulu saat Hani hamil, aku nggak sepusing ini. Giliran Rita yang hamil, kepalaku mau pecah.

"Her! Bagi duit! Ibu mau bayar belanjaan di Kang sayur. Tiga ratus rebu aja. Duit kemarin udah abis, buat beli baju baru, sama makanan semalam." Ibu datang-datang malah minta duit.

"Buuu, aku nggak ada duit lagi! Semuanya 'kan sudah ku kasihkan Ibu."

"Ck, gimana sih? Masa nggak ada duit beneran? Coba deh, kamu cari simpenan si Hani! Terserah apa aja, duit, emas, atau apa. Ibu pusing kalo nggak megang duit, Her! Rita juga butuh untuk periksa ke dokter. Suaminya belum ngirim!" Ibu berjalan menuju dapur.

Kepalaku semakin pusing dengan permintaan Ibu. Entah kenapa aku merasa kok Ibu dan Rita seperti memanfaatkan aku terus. Sementara Hani, diberi sekali cukup. Kenapa ibuku enggak?!

Ibu bilang aku harus memprioritaskan keluarga, istri itu hanyalah orang lain, sedangkan ibu dan adikku itu punya hubungan darah. Sebab tidak ada mantan ibu dan adik di dunia ini. Mantan istri banyak.

Kadang aku kasihan sama Hani, benar apa yang dia bilang, dia sebenarnya yang menjadi korban keegoisan Ibu dan aku. Tapi, bagaimana, aku nggak bisa melawan perintah dan kemauan wanita yang telah melahirkanku. Aku nggak mau jadi anak durhaka. Tetapi, menuruti kemauan ibu dan Rita membuatku kini malah berhutang.

"Her, ini ibu minjem uang Rita, lho! Kamu harus balikin besok!" Ibu muncul menenteng dua lembar uang seratus ribuan.

Aku mengernyitkan kening. "Bu, uang Hani yang ibu pinjam, udah di balikin belum?" tanyaku penasaran.

Ibu berhenti melangkah lalu menatapku yang kini duduk di kursi teras. "Ngapain ibu harus balikin uang si Hani? Toh, itu uangmu juga! Kamu 'kan yang ngasih dia?" Tudingnya padaku.

Iyaaa, bener nggak bener sih ucapan Ibu. Hani juga kuberi uang, cuma lima ratus ribu sebulan cukup buat apa? Aku bangkit masuk kamar. Kulihat botol lotoin Hani yang kini sudah di jungkir balik. Tidak ada alat kosmetik seperti milik Rita adikku. Di kamar mandi juga, aku tak melihat sabun cuci muka milik Hani. Ah, dasar perempuan nggak bisa merawat diri.

Aku membuka lemari, nampak tumpukan baju Hani sedikit, berbeda dengan bajuku. Di bagian wadah baju milik Hani, tak ada yang istimewa. Beralih kubuka lemari gantung, disana juga sama semuanya lebih di dominasi bajuku saja. Ah, dasar Hani dia tak tahu fashion.

Aku keluar menuju dapur tenggorokanku kering, kepalaku pening.

"Mas, bagus enggak?" Rita muncul dari kamar Ibu.

Di leher dan pergelangan tangannya terdapat kalung dan gelang emas, cantik sekali.

"Bagus. Cantik!" pujiku padanya.

"Ini tuh kita beli kemarin, Mas! Aku kapelan sama ibu, lho! Ibu nembus arisan, Mas. Lima belas juta. Aku dibeliin ini!" ucapnya.

Hah! Apa, ibu nembus arisan? Kenapa dia nggak bilang aku? Malah bebelian perhiasan. Apa dia tak tahu, aku juga butuh uang untuk servis motor. Ah, ibu selalu saja begini.

"Habis berapa kalian beli emas?" selidiku.

"Sepuluh jutaan lah!" sahutnya sambil tersenyum. Rita adikku memang cantik ditambah ia pandai merawat diri. Jatah dariku tiap bulan dia juga masih dapat. Berbeda lah jika dengan Hani istriku.

"Rit, mas lagi nggak punya duit, nih! Boleh pinjem dua ratus ribu aja, nggak?" Kucoba meminjam uang kepadanya.

Dia mendadak hilang senyuman wajahnya malah berubah jutek. "Minjem? Nggak! Nggak ada!" ketusnya.

Aku tersentak mendapati responya begini. Padahal aku selalu memberinya jatah uang jajan tanpa hitungan dan tanpa pikir panjang, mengapa dia begini padaku?

Aah, mungkin dia sedang bersiap untuk biaya melahirkan secara dia divonis operasi Caesar. Berprasangka baik sajalah.

"Hari ini kita masak cumi cabe ijo sama, ini ibu beli rajungan. Kita masak dan habiskan sendiri, oke!" Ibu nampak senang menenteng belanjaannya.

Oh, rupanya beliau masih panas gara-gara semalam. "Bu, mau dimasak seperti semalam?" aku mendekati beliau.

"Iya, Her! Memangnya cuma Hani yang bisa makan seafood? Kita juga bisa! Jangan lupa, kau harus kembalikan uang ini pada adikmu! Semuanya ini dibeli pakai uang Rita!"

Kutarik napas dalam. Kepala ku pusing. Apalagi saat melihat wastafel penuh perabotan kotor. Tanpa tenaga Hani, rupanya semua nggak beres.

Aku memilih berpindah ke ruang tivi ingin rebahan. Namun, mataku membulat melihat ruang tivi acak-acakan. Piring, gelas kotor, serta bungkus makanan ringan berserak.

Aku geleng-geleng kepala. Rita memang kebiasaan banget. Terpaksa kubereskan semua ini.

Aku kedapur melihat ibu sibuk membereskan semuanya sendirian, sedangkan Rita adikku asyik menatap ponsel sambil sesekali cekikikan. Sungguh berbeda dengan Hani.

"Huuuh, punya mantu benar-benar bikin emosi! Alesan pergi kerja lalai sama tugas rumah! Begini aku jadi repot sendiri!" omel Ibu sambil menyabuni gelas.

"Udahlah, Bu ... kita kasih dia pelajaran nanti! Sekarang buruan masak. Aku udah nggak sabar pengen makan cumi cabe ijo sama kepiting saos merah kayak semalam," ujar Rita.

Ku tatap Rita, heran deh ... dia 'kan perempuan, tapi kok nggak ada rasa simpati sama ibu. Setiap kesini, bisanya cuma memerintah, minta ini itu, Hani nggak begini. Dia selalu sigap membantu.

"Rit, bantuin Ibu bisa 'kan? Daripada mainan hape terus. Kerja samalah, biar cepet selesai." Kutatap adikku sambil tersenyum.

"Iiiih, Mas apaan sih, nyuruh-nyuruh?! Biarin dikerjain Ibu sendirilah! Aku 'kan lagi hamil, nggak boleh capek-capek!" Ketusnya bangkit dari kursi makan. Kayaknya ngambek.

Aneh, deh. Dulu waktu Hani hamil tua, Ibu selalu memerintah istriku. Bahkan dia jarang sekali istirahat, ada aja kerjaannya. Ngepel, nyuci piring, masak, nyuci baju. Kok Rita nggak sama, ya?

Nah, Heru pening, pening, gimanaaaa gitu

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
RA Hasannudin
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
lina ardiana
suami goblok
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Kau pasti menyesal (24)

    POV Author Mbak Enik panik sebab tak mendengar suara Hani padahal tadi ia dengan jelas sekali mendengar wanita itu berteriak minta tolong. Didalam rumah .... "Jangan coba-coba teriak, atau kupatahkan sekalian tanganmu ini!" desis Heru mengancam Hani. Wanita dengan tangan masih mengenakan arm sling itu hanya bisa meneteskan air mata dalam diam sebab mulutnya dibekap kuat oleh Heru. "Hani! Han! Kamu nggak papa 'kan?" Mbak Enik terus memanggil Hani, ia hendak membuka pintu namun takut disebut pencuri sebab dirinya hanya sendirian. Mbak Enik bingung mencari bantuan, ia clingukan kesana kemari. Sepeda motor Heru masih di halaman rumah. Namun, kedua manusia itu tak menyahut dari dalam sana. "Heru, kamu akan menyesal melakukan ini padaku," lirih Hani. "Apa, menyesal? Nggak! Aku nggak akan menyesal! Ini hukuman untuk istri pembangkang sepertimu!" geram Heru masih mengunci tubuh Hani sambil menahan sakit pada area sensitifnya. Hani meneteskan air mata. Ia sadar, jika berteriak Heru ak

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Heru kalap (23)

    POV AuthorHani berjalan mencari makanan siap santap sambil menggendong tangannya yang retak. Rambutnya juga nggak di ikat. Biasanya jam segini, warung nasi uduk Ibu Hartati sudah siap nasi uduk, sayur matang, gorengan, dan es cendol juga ada, pedagang itu sering mangkal di sekolahan yang tak jauh dari rumah mertua Hani. "Mbak Hani! Ya Allah, itu Mbak Hani!" Para tetangga yang melihat Hani berjalan perlahan langsung menghampiri istrinya Heru itu. "Ya Allah, alhamdulilah, Mbak Hani selamat!" ungkap Bu Lis. "Si Hani, eta?!" Ceu Kokom ikutan heboh. Mereka mendekati Hani. "Aduuh hatur nuhun, Gusti, si Hani diselamet keun!" syukur Ceu Kokom. Hani tersenyum menanggapi para tetangga yang kepo terhadap dirinya. "Ya Allah, Han ... alhamdulilah kamu selamat. Aku liat berita di tv ngeri lho! Aku kemarin nanya sama mertuamu, dia malah cuek!" ujar Bu Lis. Dia terkenal biang kerok tukang adu ayam, eh domba. Dia senang jika melihat menantu dan mertua yang tidak akur."Alhamdulilah, aku selama

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Heru stres (22)

    POV Author Heru memacu sepeda motornya menuju ke rumah, ia harus masuk kerja hari ini agar tidak kena pinalti dan berakhir pemecatan. Kepalanya pusing sebab Deni tidak mau menanggung biaya operasi Caesar Rita. 'Kenapa rasanya ini sama dengan keadaan Hani dulu? Pas Hani mau SC ibu melarangku memberikan izin untuk SC hingga akhirnya tindakan itu telat dilakukan, dan sampai saat ini aku juga tak tau menau perihal biaya itu, orang tua Hani yang menanggung semuanya. Ya Allah, apakah ini namanya karma?' batin Heru kebingungan. Motor terus melaju membawanya menjauh dari area rumah sakit. Hatinya dongkol sebab Deni lebih mementingkan adik kandungnya sendiri dari pada Rita istrinya. 'Aku bingung dengan jalan pikiran Deni, dalam perut Rita itu anaknya, darah dagingnya, kenapa dia bersikap begini?' Sepertinya karma dimasa lalu kini tengah menghampiri Heru. Situasinya sama dengan masa-masa Hani akan melahirkan. Heru terkesan cuek dan bodo amat pada Hani. Erangan, serta rintihan perempuan itu

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Semoga doaku terkabul (21)

    POV HaniAku sedikit curiga melihat Bu Lasmi membawa buku KMS, ditambah ia bebenah baju dua tas berukuran besar serta Mas Heru dan Rita tidak ada dirumah. Jangan-jangan Rita sudah kontraksi dan akan melahirkan. Ahh, semoga saja dia juga merasakan apa yang kurasa dulu. Jahat? Yaa ... terserah deh mau dibilang apa, yang jelas, aku ingin sekali Rita merasakan apa yang aku rasakan dulu, saat berjuang melahirkan Zidan. Sakit, tertekan, dan setres. "Bu, Rita sama Mas Heru kemana? Ibu juga mau kemana pagi-pagi udah sibuk sama dua tas gede-gede gini. Mau liburan, kah?" Iseng aku kembali bertanya. "Udahlah kamu nggak usah kepo! Urusi aja rumah yang kacau ini. Pastikan semuanya bersih, sebelum kami pulang!" sentaknya. Aku berdecak kesal. "Bu, tanganku sakit. Jangankan beberes, ngiket rambutku sendiri aja aku kesusahan, gimana sih?!" Aku mencebik bibir. Aneh mertuaku ini, udah tahu mantunya masih cidera pasca kecelakaan, tetep aja nyuruh-nyuruh. Dasar mertua gaje! Aku duduk di kursi makan

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   Mau kemana sepagi ini? (20)

    POV Hani Aku masih mengompres tanganku sambil duduk di ranjang. Mas Heru masih berdiri di dekat meja kerjanya. "Hani, bukanya istri itu tugasnya melayani suami, kau tau 'kan?" Dia mendekat. Aku mengerling sekilas, menatapnya sambil tersenyum. Kini dia membahas perihal tugas istri. Baiklah, akan kubahas juga tugas suami. "Iya, melayani urusan syahwat terutama. Sebab, pernikahan memang bertujuan untuk berkembang biak, bukan diperbudak. Dan selama ini, aku merasakan, hidup bersamamu dirumah ini, hanya dijadikan babu gratisan serta pemuas n4fsv mu aja. Kau tak pernah peduli dengan kebahagiaanku, kesejahteraan ku. Yang ada di pikiranmu cuma kebahagiaanmu dan keluarga intimu saja, ibu dan Rita, tanpa aku." "Tapi, Han ... surgaku ada pada ibuku, dan surgamu ada padaku!" Dia ngegas. "Ya udah kalo gitu. Kamu tetap pada pendirianmu, aku juga akan milih jalanku sendiri. Kalo kamu nggak bisa berubah, maaf ... aku mending nggak punya suami, deh! Buat apa punya suami, kalo kenyataannya lahir

  • Bangkitnya Istri Yang Kau Hina   jangan bahas perceraian (19)

    POV HaniAku menautkan alis menatap sekilas suamiku yang tumben banget berubah sikapnya, ada apa ini? "Yuk, kita istirahat aja, Dek! Mas temenin!" Mas Heru menggamit lembut tanganku. Widih, ciyus? Kok jadi lembut kek brownis kukus begini, wah patut di curigai ini! Aku merasa aneh dengan perubahan sikap suamiku. Nggak ada angin, nggak ada hujan, dia yang tadinya cuek secuek bebek mendadak lembut dan romantis, wah kurasa ada yang nggak beres ini. Okelah, kita ikuti saja alur yang dibuat Mas Heru, ada misi apa sebenarnya? Kok hatiku bilang, dia sedang melakukan modus demi sesuatu, aku harus waspada! Mas Heru membimbingku masuk kamar. Mataku menyipit melihat bungkusan plastik serta paper bag pemberian Aryan. Kuambil plastik itu, oooh rupanya berisi buah. Baguslah, buah ini aman dikamarku. "Apa ini, Dek?" Mas Heru meraih paper bag pemberian Aryan. "Jangan! Ini dari menejerku!" Refleks tangan kananku langsung merebut paper bag itu. Bukan tanpa sebab, tadi sempat ku intip ada amplop d

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status