Share

ketika Hani berulah

Kau Bisa, aku juga 5

Jangan remehkan seseorang yang sudah kenyang makan kecewa. Dia bisa melakukan apapun diluar dugaan.

"Hani! Kelewatan kamu, ya!" Bu Lasmi malah meninggikan suaranya.

Iiieeuuuh! Kelewatan dia bilang? Aku mengerling malas. Kemudian kubuka tudung saji dimana ada mangkuk berisi sisa kuah tongseng kambing.

"Aku kelewatan? Terus ini apa?! Kalian makan tongseng kambing cuma nyisain kuahnya doang 'kan? Masa aku nggak boleh menikmati makanan hasil keringet ku sendiri?" Mulut ku sambil menikmati cumi cabe ijo yang mantap ini. "Kalo kalian mau, biar impas ... ku sisain kuahnya aja, ya!" Mataku mengerling sengaja ngejek kedua orang dihadapan ku ini.

Bu Lasmi nampak merah padam wajahnya mata ibu mertuaku melotot tangannya juga mengepal. Ah, bodo amat. Mau marah, mau enggak terserah. Capek ngalah terus.

Brak

Meja makan di gebrak membuat sendok di piringku melompat ke lantai.

"Keterlaluan kamu, Han! Rita ini hamil, kalo anaknya ileran gimana? Nggak peka banget sih sama orang lain!" omel Bu Lasmi menggunakan high volume.

"Ada apa sih, riibuuuut terus?!" Mas Heru datang.

Wah formasi lengkap tiga lawan satu, menang siapa ini? Aku fokus menikmati makanan ini meski selera makanku menguap. Hanya saja aku tak rela jika ini dimakan orang-orang keturunan Qorun itu!

"Liat istrimu, Mas! Dia makan semua menu enak itu sendirian, aku minta nggak boleh!" adu Rita.

Kuu menangiiiiiis membayangkan .... Oh, noo! Aku bukan wanita cengeng yang meleyot didepan mereka. Meskipun tiga lawan satu, gue jabanin sekarang. Enak aja main tindas sembarangan, taringku sudah tumbuh.

"Ia, Her! Liat kelakuan dia!" Tuding Bu Lasmi. "Dia makan serakah tanpa mau berbagi sama adikmu dan Ibu!" Bu Lasmi ikutan menyerang. Dasar negara api, sukanya keroyokan!

"Han, jangan gitulah! Kasih mereka, gimana sih!" protes suamiku.

Sudah kuduga, Mas Heru pasti nyuruh untuk berbagi. "Enak aja main kasih gitu! Kalian aja makan tongseng kambing cuman nyisain kuahnya doang, beli sate nyisain bumbunya doang, beli ayam krispi nyisain tepungnya doang! Aku nggak lupa kok sama keegoisan kalian selama ini. Aku cuma makan kepiting dan cumi hasil keringatku sendirian hari ini, kalian udah sewot. Lupa 'kah sudah berapa kali kamu orang makan enak tanpa ingat aku? Enak digituin? Nggak enak 'kan?!" Aku punya celah untuk menjatuhkan mental mereka.

Yaaa, selama ini memang begitu, segala apapun yang enak aku pasti cuma nyicip ujung sisanya saja. Masak opor, rendang, atau apapun, yaaa cuma makan kuah atau bumbunya doang kalau aku nggak pandai menyisihkan untukku sendiri. Entah hatinya terbuat dari apa sih?

"Heh, udah bagus dikasih tempat tinggal gratis di rumah ini, betingkah!" hardik Bu Lasmi.

Kupercepat makanku. Nasi dalam piring kini tandas, lauk juga lunas sisa kuahnya saja.

"Ooooh, tempat tinggal gratis! Lupa yaaa, Ibu sendiri 'kan yang minta aku dan Mas Heru tinggal disini. Aku istrinya Mas Heru, udah sepantasnya dong dia jadi laki-laki yang tanggung jawab menyiapkan semuanya dan membuatku nyaman. Siap nikah, kudu siap menanggung semuanyalah! Jangan jadi laki-laki dholim, pengecut yang selalu ngumpet di balik ketek emaknya!" Aku bicara blak-blakan.

"Hani!!!" Mas Heru menyentak.

"Nggak usah nge gas! Aku nggak bud3g!" sahutku lantang.

Berdiri membawa bekas makan ku lalu kucici di westafel. Astagfirullah! Ini perabotan kotor semua? Pantas isi rak piring habis. Aku sengaja hanya mencuci bekas piringku saja.

"Lho, kok nggak di cuci semua?!" Mata Bu Lasmi mendelik melihatku hanya mencuci piring bekas makanku saja.

Aku tersenyum manis sambil mengelap tanganku yang basah pakai serbet.

"Yang ngotorin siapa? Tanggung jawablah! Aku capek mau tidur!" sahutku sambil nyelonong ke kamar.

"Haniii! Kelewatan kamu, ya! Mantu nggak tau diri!" umpatnya padaku.

Aku balik badan, melihat satu persatu anggota keluarga suamiku itu. Mas Heru menatapku tajam, Rita, dan Bu Lasmi tak kalah seram tatapannya.

"Terserah Ibu mo ngomong apa, deh! Aku capek!" Langkah kaki ini kuteruskan menuju kamar untuk istirahat.

Merebahkan diri di pembaringan merupakan hal yang paling enak, sambil menyekrol ponsel android berselancar di dunia maya.

Pintu kamar terdengar dibuka aku menoleh rupanya Mas Heru yang masuk.

"Hani! Kau sangat keterlaluan! Udah makan nggak berbagi, itu cucian piring ngapa nggak dicuci sekalian?!" hardiknya.

Huuh, ni orang! Nggak peka banget kah aku ini capek.

"Kamu ini jadi mantu mbok jangan bikin mertua pusing, Han! Ibuku sudah tua, harusnya kamu tau diri dong bantuin meringankan pekerjaan rumah beliau!"

"Lho, kok aku? Sorry, Mas! Aku bukan babu. Kalo Mas mau meringankan beban Ibu, cariin pembantu lah! Jangan nyuruh aku yang beresin semuanya. Aku capek, selama ini nggak pernah dihargai oleh kalian!" ceplosku sengaja menyindir dia terang-terangan.

"Hani, aku menikahimu itu untuk meringankan beban ibuku juga, tolonglah jadi mantu yang nggak rese, bisa 'kan?!" tuntutnya.

Aku bangkit dari rebahan ini mendengar kalimatnya yang sumbang ditelinga. Kutatap tajam wajah suamiku. "Dua taun aku mengalah, menjadi wanita nurut, pendiam, nggak banyak protes dan pasrah diperlakukan semena-mena. Ku kerjakan seluruh pekerjaan rumah ini, nombok biaya dapur dengan uang tak seberapa darimu, ngalah ketika diperlakukan tidak adil ... hanya karena malam ini aku tak cuci piring, kau bilang aku mantu rese? Terus kamu dan ibumu apa? Suami dan mertua kejam, egois, mau menang sendiri, iya gitu?!"

Aku tak tahan dengan sikap suami dan keluarganya ini, mumpung ada kesempatan ku bongkar saja semuanya.

"Kok kamu jadi ngelawan begini, sih?! Dosa kamu, Han! Durhaka kamu!" Mas Heru menuding wajahku.

"Hahaha!" Aku terkekeh geli mendengar ucapan Mas Heru. "Lalu, yang kau lakukan padaku selama ini, apa? Kau tak adil padaku, kejam, perhitungan, egois. Bahkan karena egomu aku sampai kehilangan anak! Lebih dosa mana, hah?!"

Mas Heru kelihatan terkejut saat kubeberkan semuanya, raut wajahnya mendadak berubah. "Kok kamu jadi merembet kemana-mana, Han?"

"Kau yang membahas dosa 'kan?! Sebelum kamu mengoreksi dosa orang lain, koreksi dulu koreng di tubuh-mu! Jangan bicara tentang dosa disini!"

Ruangan ini menjadi saksi pertama kalinya seorang Hani Wijaya menentang dan melawan suami. Bukan tanpa alasan, lelah, kecewa, serta kenyang disakiti membuatku putar arah. Mereka yang memaksaku begini. Andai saja suamiku dan keluarganya tidak egois, tentu saja aku sanggup bersikap lebih manis.

"Kalian selalu menuntutku untuk patuh, nurut, dan ikut semua keinginan kalian. Kalian minta dimengerti, tapi nggak mau balik mengerti. Aku manusia, Mas! Aku punya batas kesabaran juga!"

"Stop! Jangan ngoceh lagi! Aku pusing!" Mas Heru keluar kamar ia menutup pintu dengan keras.

Marahlah sana kalau mau marah, aku hanya menyampaikan apa yang mengendap di dalam dada ini, dia sudah begitu, terserah! Kuletakkan ponsel di atas bantal lalu membenamkan diri dalam balutan selimut, mending tidur!

****

Pagi telah menyapa, seperti biasanya aku bangun lebih awal. Mas Heru biasanya sulit diajak bangun, serahlah. Kutunaikan shalat lalu bersiap untuk bebenah. Melihat dapur masih seperti kapal pecah, aku menarik napas dalam. Mulai hari ini, tak kan kubiarkan kebiasaan buruk mengandalkan ini berlarut.

Aku merasakan, Bu Lasmi malah memanfaatkan kelengahan serta rasa hormatku kepadanya. Tidak ada kerja sama dalam hal bebenah rumah, yang ada hanya sikap memerintah. Menyebalkan.

Hari ini masih suasana weekend, hari Minggu tentu saja restoran sudah dipastikan akan ramai. Aku sengaja bersiap lebih awal untuk bekerja. Suasana dirumah tidak kondusif, membuatku nggak betah.

Ku buka kulkas, masih kosong rupanya Ibu belum belanja, ya sudah, aku masak nasi saja. Lanjut mencuci bajuku dan suami. Beres semuanya tinggal mandi lalu otw ke restoran.

"Mbak Haniiiiii! Mana tehku?!" Terdengar suara teriakan Rita dari arah dapur.

Ih, nyebelin emang anak itu. Amit-amit jabang bayik!

"Haniiii! Kenapa cucian piring masih numpuk?!" Giliran Bu Lasmi yang kini berseriosa.

Aah, dua kolaborasi ibu dan anak yang sangat serasi, membuat pagiku penuh sensasi. Hmmm, tunggu aksiku selanjutnya. Akan kubuat kalian melongo!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status