Share

Bab 5 – Aksara Dalam Api

last update Last Updated: 2025-04-17 14:30:34

Suara rintihan kembali terdengar. Danu mengintip dari balik tiang reklame besar di pinggir jembatan. Di bawah cahaya remang lampu jalan, dua pria bertudung sedang menghantam tubuh renta seorang nenek yang ia kenal. Nenek itu. Nenek yang ia tolong malam itu.

Danu meneguk ludah. Napasnya memburu, bukan karena takut, tapi karena amarah mendidih dalam dadanya.

"Nek...!" serunya tertahan.

Langkahnya hendak melesat turun, tapi seseorang menahan bahunya. Sosok berjubah hitam berdiri di belakangnya. Danu membalikkan tubuh dan membeku.

Wajah pria itu... adalah wajahnya sendiri.

“Kau tak bisa menolongnya seperti ini,” ujar sosok berjubah dengan suara datar, dalam dan tak beremosi. “Satu-satunya jalan menyelamatkan nenek itu adalah dengan aksaramu. Pilih: keinginanmu... atau takdirmu.”

“Apa maksudmu?” Danu menggeleng bingung. “Dia sedang disiksa! Aku harus—”

Danu mendorong tubuh pria itu dan berlari menuruni tangga jembatan. Tapi langkahnya seperti dihantam gelombang tak kasatmata. Dia tersungkur, berdiri lagi, lalu berlari tertatih.

“Nek!” teriaknya.

Sosok berjubah mengangkat tangannya. “Percuma. Kau belum layak. Kau belum mengerti kekuatanmu.”

“Aku tak peduli!”

Dengan tubuh yang remuk oleh debu dan luka dari dalam pikirannya sendiri, Danu menerobos, mendekat. Namun ketika ia mengangkat tangan, berharap ada kekuatan keluar seperti waktu Nadine hendak menyentuhnya—tak ada. Tak ada api. Tak ada perisai. Tak ada aura aneh.

Hanya dirinya. Lemah. Lelah. Bingung.

Danu menggertakkan gigi, panik.

“Kenapa ... kenapa sekarang malah tidak keluar?” gumamnya frustasi.

Sosok berjubah itu menertawakannya pelan. “Karena kau ingin menyelamatkan seseorang ... bukan menyelamatkan dirimu.”

Lalu dia maju perlahan, angin seperti berputar mengiringi langkahnya. Dua pria bertudung yang sedang menyeret nenek tua itu berdiri waspada. Mereka tidak biasa. Aura kegelapan menyelimuti tubuh mereka. Salah satunya mengangkat tangan, memanggil semburan api yang berputar seperti cambuk menyala.

Satu lagi mengangkat telapak ke arah tanah, dan seketika bumi terbelah, membentuk paku-paku tajam yang mengarah ke pria berjubah.

Danu menahan napas. Mustahil. Ini seperti adegan dari film—tidak mungkin nyata.

Tapi pria berjubah hanya mengangkat sebelah tangannya. Udara membelok, menghantam balik gelombang panas dan menjinakkan cambuk api menjadi asap hitam. Paku-paku tanah yang melesat ke arahnya tiba-tiba berhenti di udara, lalu meledak jadi butiran debu yang beterbangan dalam pusaran cahaya ungu kehitaman.

Kedua pria bertudung melompat, berusaha menyerang dari dua sisi—tapi angin seperti pedang membelah ruang. Tubuh mereka terpental ke udara, melintir dan jatuh keras sebelum hancur perlahan... menghilang seperti fragmen bayangan yang terbakar.

Danu ternganga.

Tubuhnya tidak bisa bergerak. Ia hanya bisa menyaksikan semua itu dari kejauhan, tubuhnya gemetar, pikirannya berputar, antara takjub dan ngeri.

Pria berjubah itu berbalik, menatapnya untuk terakhir kali. Lalu menghilang begitu saja, larut dalam pusaran angin gelap.

Danu mendongak.

Dan tiba-tiba, pria berjubah itu mengayunkan tangan ke arah dua pria bertudung. Sinar membakar meledak dari telapak tangannya.

Dua pria itu terhempas, menggelepar lalu hilang seperti asap disiram air.

Danu terpana. Pria berjubah itu berdiri tak jauh, menatapnya dengan sorot dingin... lalu menghilang dalam riak udara.

Tubuh nenek tua itu menggigil saat berjalan perlahan mendekat ke Danu. Tangannya gemetar, merogoh kantong jubah kusamnya. Ia mengulurkan sebuah benda.

Sebuah kalung.

Tergantung di ujungnya simbol aneh, menyerupai huruf kuno yang berkobar seperti lidah api. Cahayanya menari-nari membentuk bayangan.

Danu menyentuhnya—dan dunia kembali hancur.

“BRAAAKKK!!!”

“WOI GILA! MAU MATI?!”

“HEI, WOI! MINGGIR!”

Danu tersentak. Ia berdiri di tengah jalan raya. Klakson bersahutan, motor nyaris menabraknya. Pengendara berteriak-teriak penuh umpatan.

Kepalanya berdenyut.

Ia berlari ke trotoar, napas terengah, seolah baru saja berlari sejauh ribuan kilometer. Tangannya gemetar. Ia memandang ke bawah.

Dan di sana...

Masih tergenggam erat kalung dengan simbol aksara menyala seperti api. Nyata. Berat. Terasa dingin, tapi berdenyut hidup.

Kalung dengan aksara membara yang baru saja dia lihat di dunia tak nyata—atau justru sangat nyata?

Kalung apakah ini, dan siapakah nenek itu, jika ini bukan halusinasi?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 50 — Ending

    “Tak semua tinta harus ditulis. Tapi sekali ditulis oleh tangan seorang Putra Aksara, dunia akan bergeser dari porosnya.”– Catatan Rahasia Ilmare, Penjaga Aksara Nimfa –Perpustakaan Langit — Zaman Purba Aksara, sebelum Danu diciptakanAngin tak berhembus di Perpustakaan Langit. Di sana, naskah-naskah kuno melayang seperti bintang yang diam, disimpan dalam gulungan cahaya. Di balik rak raksasa, dua sosok berdiri diam, satu pria bermata perak, berjubah aksara, satu wanita bermata air, bersayap tipis seperti kelopak kertas.“Kita tidak bisa terus begini,” kata Ilmare memalingkan wajah yang hendak disentuh oleh si pria.“Kita bukan ‘kita’ dalam naskah. Tapi aku ingin menulis kita.” Sebuah kalimat yang tak semestinya diucapkan sang penulis naskah takdir.Ilmare menoleh, menatapnya lembut. “Lalu langit akan jatuh, dan aksara menjadi darah.” Dia menunduk tajam, bulir air menetes dari matanya.Namun cinta bukan aksara biasa. Cinta adalah naskah tak terikat. Maka pada malam itu, Putra Aksara

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 49 — Fiksi yang Menjadi Dunia

    “Tulis kisahmu sendiri, Danu. Buktikan bahwa pena bukan lagi hanya alat menulis, tapi senjata perusak realitas.” tegas Alvino yang sekarang menjabat sebagai CEO NarasiNet pada Danu yang berusaha menyusup ke sistem kerjanya.Di hadapan Danu berdiri sebuah layar melengkung raksasa—platform NeoReality, hasil gabungan sistem Alvino dan kecerdasan buatan yang diaktifkan oleh Andhira. Ribuan cerita ditulis, diserap, diproses ... dan dihidupkan.Andhira berjalam mendekat dari belakang layar melalui celah sempit. “Selamat datang di tempat di mana fiksi menjadi kenyataan.”Senyumnyaengembang menatap Danu dengan wajah yang merendahkan.“Tulislah ceritamu sendiri, Danu. Tapi ingat: yang kau tulis … akan terjadi. Dunia akan menelan kenyataan yang kamu ciptakan!” ulang Alvino memberi peringatan dengan mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Danu.Danu terpaku di kursi penulisan. Pena digital sudah terhubung ke sistem. Kayla, terperangkap di kapsul realitas di belakangnya, menjadi sandera wakt

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 48 — Cerita yang Tak Bisa Dihapus

    Malam turun dengan senyap. Di sebuah kamar yang sempit dan berantakan, cahaya dari layar laptop tua menerangi wajah Danu yang dipenuhi gurat kelelahan dan tekad. klik klik klik Di hadapannya, naskah baru mulai mengambil bentuk. Judulnya: “Jalan yang Tidak Ditarik oleh Tangan Tuhan” Bukan sekadar fiksi. Ini eksperimen. Percobaan terakhir. Tulisan ini bukan tentang takdir yang ditentukan, tapi pilihan yang disadarkan. “Kayla, ini gila,” gumam Danu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Aku menulis karakter yang memilih untuk tidak mengikuti tulisanku … tapi setiap pembaca yang membaca, malah melakukan persis apa yang kutulis.” Kayla menyandarkan diri ke dinding. Matanya menyipit, curiga. “Jadi kamu—kamu sudah menemukan cara untuk … mengendalikan orang?” “Bukan. Aku hanya … menyuarakan sesuatu yang selama ini diam di dalam mereka. Aku menulis, dan mereka merasa itu suara hati mereka sendiri.” Kayla menggeleng. “Kamu bisa mengubah dunia, Danu. Tapi juga menghancurkannya

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 47 — Kembali ke Dunia Tanpa Aksara

    Danu Adibrata, 23 tahun, karyawan magang di Perpustakaan Daerah Cendekia, Jakarta Selatan.Ia tak lagi membawa pena abadi. Tak ada lagi aura takdir yang membalut dirinya. Ia mengenakan seragam staf biasa—rompi biru dongker, sepatu hitam formal yang sudah aus, dan ID card yang digantung di leher:Danu A. — Magang - Divisi Arsip & KlasifikasiDi balik meja arsip yang dingin dan sepi, Danu hidup seperti manusia biasa. Ia belajar mengetik katalog, mengklasifikasikan buku, merapikan naskah tua, dan menyapa pengunjung perpustakaan dengan senyum palsu yang makin lama makin nyata.Hidupnya dimulai dari nol.Tapi ia bahagia.Atau setidaknya ia berusaha bahagia.Kemunculan Alvino: Musuh Lama dalam Dunia Baru Suatu sore yang tampak biasa, ketika Danu tengah menata koleksi langka di rak lantai tiga, sebuah suara dari masa lalu menyusup:“Kamu pikir bisa sembunyi selamanya, Danu?”Alvino.Rambutnya leb

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 46 — Arsitek Pena Digital

    Basement Naradipa Publishing, gelap dan beraroma besi tua. Beberapa bulan lalu, Danu pernah menyelamatkan seorang nenek tua renta yang dianiaya 3 pria berjubah hitam. Kala itu, sang nenek hanya berkata lirih:“Aku dulu pernah menulis … dunia.”Kini, nenek itu muncul lagi, berjalan keluar dari bayangan rak buku rusak dan logam berkarat. Rambut putihnya tak sepenuhnya menutupi sirkuit logam tipis di tengkuknya. Matanya? Bukan mata manusia biasa. Tapi lensa dengan iris kode-kode aksara bercahaya biru lembut.Danu tertegun. Napasnya tercekat.“Kamu ... siapa sebenarnya?”Nenek itu tersenyum samar.“Aku adalah satu dari tiga Penulis Bayangan yang pernah gagal menjadi Putra Aksara sejati. Tapi aku … tidak berhenti menulis. Aku tidak diberi Pena Abadi. Maka aku menciptakan pena sendiri ... dari kecerdasanku, dari logika tanpa emosi. Pena digital. Pena sempurna.”Lima dekade lalu, nenek itu bernama Raghani Iswara, seorang ahli linguistik kuantum dan eks anggota Lembaga Penulisan Takdir Altern

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 45 — Dunia Baru yang Belum Siap

    Langit kini tak lagi penuh retakan tinta. Dimensi takdir kembali menyatu dengan dunia nyata. Namun kebangkitan dunia tak serta-merta membawa kedamaian.Setelah Mainframe Aksara hancur, manusia kini memiliki pena masing-masing. Mereka mulai menulis naskah hidup mereka sendiri. Namun .…Tidak semua manusia siap.Di berbagai penjuru dunia, muncul fenomena yang disebut "Tinta Liar"—tulisan-tulisan tak terkendali yang menyusup ke realitas, menciptakan distorsi dan mutasi realita.Seorang ayah menulis agar anaknya menjadi jenius—namun sang anak kehilangan empati.Seorang wanita menulis untuk hidup abadi—tubuhnya terus hidup, tapi jiwanya membeku.Sekelompok pemimpin membentuk kelompok "Penulis Agung" yang ingin menyensor pena milik rakyat.Dan yang terburuk adalah ....Muncul desas-desus bahwa seseorang sedang membangun kembali Mainframe versi baru, dengan kode campuran antara pena manusia dan kecerdasan buatan.Danu kini tinggal di tempat sunyi, menjaga Perpustakaan Langit yang kembali dib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status