Share

Bab 4 — Suara dari Langit

last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 14:27:38

Langkah Danu terasa ringan, tapi napasnya tercekat. Kota Lawang Sentra berdengung oleh kehidupan yang tak pernah tidur: lampu-lampu neon menusuk malam, suara klakson bersahutan, pejalan kaki berdesakan, dan layar LED raksasa di setiap gedung mencolokkan wajah-wajah palsu penuh janji iklan.

Namun, di tengah riuh itu, Danu justru merasa sendirian.

Resep obat ibunya yang harus segera ditebus di apotek, ada di genggaman tangannya terasa seperti jangkar yang menahannya di dunia nyata. Tapi pikirannya melayang, dihantui satu pertanyaan.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?"

Dia masih bisa mencium bau darah dari semalam. Masih bisa merasakan dinginnya aspal saat tubuhnya ambruk. Tapi ... pagi ini, dia terbangun di tempat tidur.

Tidak ada luka. Tidak ada rasa sakit. Tidak ada penjelasan.

"Ini ... bukan mimpi," bisiknya.

Tiba-tiba, sebuah bisikan mengalun di udara, begitu pelan, begitu asing ... tapi terasa seperti ditujukan hanya padanya.

“Kau telah membuka naskah yang terkunci ... Danu Adibrata ....”

Langkahnya terhenti. Ia menoleh ke atas. Tak ada siapa-siapa di langit yang kelam. Hanya bintang palsu dari papan reklame digital yang memantulkan cahaya murahan.

Danu menelan ludah, lalu berjalan lebih cepat.

“Tinta telah menetes. Kata telah memilih penulisnya.”

“SIAPA KAU?!” bentaknya tiba-tiba. Beberapa orang menoleh, mengernyit, lalu berlalu begitu saja.

Jantung Danu berdetak kencang. Telinganya mendengung.

Ia menunduk, memaksakan langkahnya ke apotek. Membeli obat untuk ibunya secepat mungkin.

Namun suara itu tak berhenti.

“Pantanganmu adalah ujianmu. Kekuatanmu adalah tanggung jawabmu. Pengkhianatan sudah dimulai.”

“Diam…” desisnya pelan, hampir menangis.

Ia berjalan cepat, lalu berlari. Membelah keramaian kota yang terang benderang namun terasa mencekik. Rambutnya berantakan, nafasnya putus-putus.

Dan saat ia berhenti di bawah jembatan layang, tangannya yang menggenggam obat mulai gemetar.

“Kau bukan lagi hanya manusia biasa, Danu...”

Danu mengangkat wajahnya—dan melihat sosok berjubah hitam berdiri di ujung jembatan. Siluet yang tak bisa dijelaskan oleh logika atau cahaya.

Dia berdiri. Diam. Menghadap Danu.

Mata mereka bertemu.

Danu mendongak. Sosok berjubah hitam itu telah lenyap ... digantikan oleh pemandangan yang membuat darahnya membeku.

Lorong sempit. Bau amis dan lembab. Suara dentingan rantai.

Nenek itu.

Tubuh ringkihnya diseret lagi oleh dua pria bertubuh besar. Wajahnya penuh luka. Mata tuanya mencari-cari, lalu bertemu tatapan Danu.

“...tolong...”

Danu menggeram. Kakinya melangkah sendiri.

“LEPASKAN DIA!” teriaknya.

Salah satu pria menoleh. Itu wajah yang sama. Sama seperti malam itu. Sorot matanya kosong. Seolah tak ada jiwa.

“Aku tidak akan biarkan kalian menyentuhnya lagi!” Danu berlari. Tangannya siap memukul. Lututnya siap menghajar.

Tapi...

Saat ia hampir menyentuh bahu salah satu pria—semuanya berubah.

Gelap.

Danu tersentak. Tangannya menggenggam sesuatu.

Plastik obat.

Ia berdiri di depan kasir apotek. Lampu neon menyala dingin. Musik pop murahan mengalun pelan.

Kasir menatapnya dengan dahi berkerut.

“Mas?” katanya, pelan. “Masnya... dari tadi diem aja. Obatnya jadi dibeli nggak?”

Danu menoleh ke sekeliling. Apotek. Deretan rak obat. Tidak ada lorong sempit. Tidak ada nenek. Tidak ada pria berjaket hitam.

Ia menatap tangannya sendiri.

Apa barusan ... hanya halusinasi?

****

Jam digital di dinding apotek menunjukkan pukul 20.17 saat Danu masuk. Ia hanya butuh lima menit, pikirnya. Mengambil resep, membayar, lalu pulang.

Namun saat ia tersentak dari halusinasi tadi, jam di dinding masih menunjukkan 20.17.

Tidak bergerak.

Tidak masuk akal.

Danu menoleh ke luar. Orang-orang berlalu lalang seperti biasa. Tapi suara mereka seperti disaring air, jauh dan terdistorsi. Tubuhnya dingin. Telapak tangannya berkeringat.

“Mas ... obatnya,” suara kasir kembali terdengar, seolah dari lorong yang sangat panjang.

Danu mengambil bungkusan itu, berjalan cepat keluar tanpa menoleh. Detak jantungnya tak beraturan.

Ia menoleh ke kiri, ke arah gang yang entah kenapa menarik perhatiannya.

Dan di sanalah dia.

Sosok berjubah hitam. Berdiri di tengah jembatan kecil yang membentang di atas sungai sempit penuh sampah.

Di bawah jembatan itu, nenek tua itu meringkuk. Terikat rantai, menggigil, mulutnya sobek, matanya memohon.

Bukan mimpi. Bukan halusinasi.

Danu menelan ludah. Dunia terasa diam.

Angin malam mengangkat pinggiran jasnya yang usang. Suara rantai berderak pelan.

Pilihan ada di tangannya.

Langkahnya maju satu.

Berani turun? Atau berpaling dan pura-pura lupa?

Danu mengepalkan tangan. Langkahnya maju dua kali. Lalu satu lagi. "Kalau memang ini nyata ... maka aku harus—"

Sret.

Sosok berjubah hitam itu menoleh.

Dan wajahnya ... adalah wajah Danu sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 50 — Ending

    “Tak semua tinta harus ditulis. Tapi sekali ditulis oleh tangan seorang Putra Aksara, dunia akan bergeser dari porosnya.”– Catatan Rahasia Ilmare, Penjaga Aksara Nimfa –Perpustakaan Langit — Zaman Purba Aksara, sebelum Danu diciptakanAngin tak berhembus di Perpustakaan Langit. Di sana, naskah-naskah kuno melayang seperti bintang yang diam, disimpan dalam gulungan cahaya. Di balik rak raksasa, dua sosok berdiri diam, satu pria bermata perak, berjubah aksara, satu wanita bermata air, bersayap tipis seperti kelopak kertas.“Kita tidak bisa terus begini,” kata Ilmare memalingkan wajah yang hendak disentuh oleh si pria.“Kita bukan ‘kita’ dalam naskah. Tapi aku ingin menulis kita.” Sebuah kalimat yang tak semestinya diucapkan sang penulis naskah takdir.Ilmare menoleh, menatapnya lembut. “Lalu langit akan jatuh, dan aksara menjadi darah.” Dia menunduk tajam, bulir air menetes dari matanya.Namun cinta bukan aksara biasa. Cinta adalah naskah tak terikat. Maka pada malam itu, Putra Aksara

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 49 — Fiksi yang Menjadi Dunia

    “Tulis kisahmu sendiri, Danu. Buktikan bahwa pena bukan lagi hanya alat menulis, tapi senjata perusak realitas.” tegas Alvino yang sekarang menjabat sebagai CEO NarasiNet pada Danu yang berusaha menyusup ke sistem kerjanya.Di hadapan Danu berdiri sebuah layar melengkung raksasa—platform NeoReality, hasil gabungan sistem Alvino dan kecerdasan buatan yang diaktifkan oleh Andhira. Ribuan cerita ditulis, diserap, diproses ... dan dihidupkan.Andhira berjalam mendekat dari belakang layar melalui celah sempit. “Selamat datang di tempat di mana fiksi menjadi kenyataan.”Senyumnyaengembang menatap Danu dengan wajah yang merendahkan.“Tulislah ceritamu sendiri, Danu. Tapi ingat: yang kau tulis … akan terjadi. Dunia akan menelan kenyataan yang kamu ciptakan!” ulang Alvino memberi peringatan dengan mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Danu.Danu terpaku di kursi penulisan. Pena digital sudah terhubung ke sistem. Kayla, terperangkap di kapsul realitas di belakangnya, menjadi sandera wakt

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 48 — Cerita yang Tak Bisa Dihapus

    Malam turun dengan senyap. Di sebuah kamar yang sempit dan berantakan, cahaya dari layar laptop tua menerangi wajah Danu yang dipenuhi gurat kelelahan dan tekad. klik klik klik Di hadapannya, naskah baru mulai mengambil bentuk. Judulnya: “Jalan yang Tidak Ditarik oleh Tangan Tuhan” Bukan sekadar fiksi. Ini eksperimen. Percobaan terakhir. Tulisan ini bukan tentang takdir yang ditentukan, tapi pilihan yang disadarkan. “Kayla, ini gila,” gumam Danu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Aku menulis karakter yang memilih untuk tidak mengikuti tulisanku … tapi setiap pembaca yang membaca, malah melakukan persis apa yang kutulis.” Kayla menyandarkan diri ke dinding. Matanya menyipit, curiga. “Jadi kamu—kamu sudah menemukan cara untuk … mengendalikan orang?” “Bukan. Aku hanya … menyuarakan sesuatu yang selama ini diam di dalam mereka. Aku menulis, dan mereka merasa itu suara hati mereka sendiri.” Kayla menggeleng. “Kamu bisa mengubah dunia, Danu. Tapi juga menghancurkannya

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 47 — Kembali ke Dunia Tanpa Aksara

    Danu Adibrata, 23 tahun, karyawan magang di Perpustakaan Daerah Cendekia, Jakarta Selatan.Ia tak lagi membawa pena abadi. Tak ada lagi aura takdir yang membalut dirinya. Ia mengenakan seragam staf biasa—rompi biru dongker, sepatu hitam formal yang sudah aus, dan ID card yang digantung di leher:Danu A. — Magang - Divisi Arsip & KlasifikasiDi balik meja arsip yang dingin dan sepi, Danu hidup seperti manusia biasa. Ia belajar mengetik katalog, mengklasifikasikan buku, merapikan naskah tua, dan menyapa pengunjung perpustakaan dengan senyum palsu yang makin lama makin nyata.Hidupnya dimulai dari nol.Tapi ia bahagia.Atau setidaknya ia berusaha bahagia.Kemunculan Alvino: Musuh Lama dalam Dunia Baru Suatu sore yang tampak biasa, ketika Danu tengah menata koleksi langka di rak lantai tiga, sebuah suara dari masa lalu menyusup:“Kamu pikir bisa sembunyi selamanya, Danu?”Alvino.Rambutnya leb

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 46 — Arsitek Pena Digital

    Basement Naradipa Publishing, gelap dan beraroma besi tua. Beberapa bulan lalu, Danu pernah menyelamatkan seorang nenek tua renta yang dianiaya 3 pria berjubah hitam. Kala itu, sang nenek hanya berkata lirih:“Aku dulu pernah menulis … dunia.”Kini, nenek itu muncul lagi, berjalan keluar dari bayangan rak buku rusak dan logam berkarat. Rambut putihnya tak sepenuhnya menutupi sirkuit logam tipis di tengkuknya. Matanya? Bukan mata manusia biasa. Tapi lensa dengan iris kode-kode aksara bercahaya biru lembut.Danu tertegun. Napasnya tercekat.“Kamu ... siapa sebenarnya?”Nenek itu tersenyum samar.“Aku adalah satu dari tiga Penulis Bayangan yang pernah gagal menjadi Putra Aksara sejati. Tapi aku … tidak berhenti menulis. Aku tidak diberi Pena Abadi. Maka aku menciptakan pena sendiri ... dari kecerdasanku, dari logika tanpa emosi. Pena digital. Pena sempurna.”Lima dekade lalu, nenek itu bernama Raghani Iswara, seorang ahli linguistik kuantum dan eks anggota Lembaga Penulisan Takdir Altern

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 45 — Dunia Baru yang Belum Siap

    Langit kini tak lagi penuh retakan tinta. Dimensi takdir kembali menyatu dengan dunia nyata. Namun kebangkitan dunia tak serta-merta membawa kedamaian.Setelah Mainframe Aksara hancur, manusia kini memiliki pena masing-masing. Mereka mulai menulis naskah hidup mereka sendiri. Namun .…Tidak semua manusia siap.Di berbagai penjuru dunia, muncul fenomena yang disebut "Tinta Liar"—tulisan-tulisan tak terkendali yang menyusup ke realitas, menciptakan distorsi dan mutasi realita.Seorang ayah menulis agar anaknya menjadi jenius—namun sang anak kehilangan empati.Seorang wanita menulis untuk hidup abadi—tubuhnya terus hidup, tapi jiwanya membeku.Sekelompok pemimpin membentuk kelompok "Penulis Agung" yang ingin menyensor pena milik rakyat.Dan yang terburuk adalah ....Muncul desas-desus bahwa seseorang sedang membangun kembali Mainframe versi baru, dengan kode campuran antara pena manusia dan kecerdasan buatan.Danu kini tinggal di tempat sunyi, menjaga Perpustakaan Langit yang kembali dib

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status