Share

Bab 6 – Penjaga Aksara

last update Last Updated: 2025-04-17 14:33:51

Langkah Danu pulang seperti bayangan tanpa jiwa.

Tangan kirinya masih erat menggenggam kalung bercahaya itu, sementara tangan kanan menggenggam tali tas selempangnya dengan gemetar yang tak henti. Tatapan matanya kosong menembus jalanan kota yang bising, tapi semua terdengar jauh... seperti gema dari dunia lain.

Kakinya melangkah cepat, panjang-panjang, seperti dikejar sesuatu yang tak terlihat. Bukan karena trauma dibully, bukan karena ketakutan akan makian atau penghinaan.

Ini lebih dalam.

Firasat.

Tentang hidupnya sendiri yang seolah baru saja diretas oleh takdir dari langit gelap.

Sesampainya di rumah, Danu langsung masuk kamar tanpa bicara pada siapa pun. Ibunya sudah tidur. Rumah itu terasa terlalu sunyi... atau mungkin terlalu nyata. Dia hanya ingin semua ini mimpi. Dia ingin bangun sebagai Danu yang biasa.

Jika harus diremehkan setiap hari, jika harus dihina Nadine dan Alvino selamanya pun, dia rela. Asal tidak harus memanggul sesuatu sebesar ini. Kekuatan? Kalung ini? Siapa dia, sebenarnya?

Dia merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit. Kalung itu masih menyala samar, menyusupkan cahaya merah ke dinding kamarnya. Danu menutup mata rapat, berharap semua hilang esok pagi...

Tapi justru saat itulah, segalanya dimulai.

Ia terbangun—atau merasa seperti itu—di hamparan padang luas berwarna emas tembaga, di bawah langit jingga yang tampak seperti lukisan minyak hidup. Di depannya terbentang bangunan megah yang menjulang, perpaduan arsitektur Persia, Jawa kuno, dan Mesir, berdiri di atas danau yang memantulkan aksara-aksara raksasa ke udara.

Di sana, seorang pria berjubah putih berdiri membelakanginya, tubuhnya tinggi dan bersinar samar. Di sekeliling mereka, ada banyak sosok berwajah muram mengenakan baju zirah tinta dan membawa pena seperti tombak.

Penjaga Aksara.

"Selamat datang ... pewaris cahaya yang terkubur," suara pria itu bergema dalam pikirannya, bukan telinganya.

Danu ingin bicara, tapi suaranya hilang. Tenggorokannya terkunci oleh rasa kagum dan gentar.

Pria berjubah menunjuk ke arah singgasana di tengah istana batu yang dikelilingi api biru.

“Di sanalah pujangga pertama menuliskan aksara pertama yang mengguncang dunia 100 abad silam. Aksara itu bukan hanya mengabarkan ... tapi mengubah.”

Gambaran tiba-tiba mengalir ke benaknya—tentang Huangdi, Kaisar Kuning dari Tiongkok kuno, yang dikenal sebagai tokoh pertama yang menyusun sistem tulisan dalam bentuk simbol, terilhami dari bentuk burung, binatang, dan bintang. Tapi dalam versi yang Danu lihat, ada lebih dari itu. Di balik tangan Kaisar, ada bayangan samar seorang penjaga dari dimensi lain, membisikkan setiap lambang ke telinga sang kaisar.

Aksara-aksara itu hidup. Mengendap dalam darah. Mengatur takdir. Menorehkan ulang sejarah.

Satu huruf yang ditulis bisa menumbuhkan kerajaan. Tapi bisa pula menghancurkannya.

Pria berjubah putih menatap Danu.

“Karena itulah setiap aksara memiliki Penjaga. Dan saat Penjaga terakhir gugur... dunia mulai melupakan kekuatan kata. Hingga kau muncul.”

"Aku ... bukan siapa-siapa ..." desis Danu lirih, akhirnya bisa berbicara.

"Belum. Tapi kau telah memilih."

"Memilih?"

Pria itu menatap kalung di dada Danu. Simbolnya menyala dan mulai berubah bentuk, membentuk sebuah nama.

Danu melirik ke bawah.

Kalimat itu muncul pelan, terbakar di udara:

"Yang terakhir menulis, akan menjadi yang pertama binasa."

Angin berputar keras. Para penjaga mulai menunduk. Langit runtuh. Dunia seolah hancur.

Langit bergemuruh. Daratan bergetar. Danu masih berdiri di dunia asing yang terasa begitu nyata, meski logikanya menolak semua yang dia lihat.

Sang Penjaga Aksara berdiri tegak, jubahnya berkibar hebat oleh angin tak terlihat. Para penjaga di sekelilingnya mulai bergerak, menyusun formasi melingkar, masing-masing mengangkat pena raksasa berujung api biru yang menyala tanpa membakar.

Salah satu dari mereka bicara tanpa menggerakkan bibir.

“Aksara tertua adalah kekuatan pertama semesta. Sebelum suara, sebelum cahaya, sebelum zat. Segala yang ada adalah bahasa. Segala yang berubah adalah kalimat.”

Danu menatap mereka, bingung, takut, tapi juga—entah kenapa—tertarik.

“Apa hubungannya dengan aku?” teriak Danu.

Sang Penjaga Aksara mengangkat tangan. Langit langsung terbuka seperti halaman buku, menampilkan dunia masa kini—gedung-gedung pencakar langit, manusia berlalu lalang dengan ponsel dan mobil, semua bergerak cepat dan tanpa arah.

Lalu bayangan mulai muncul di balik realitas itu—kabut hitam yang perlahan menyelimuti dunia. Satu per satu huruf, angka, simbol, dan bahasa menghilang dari segala medium. Buku menjadi kosong. Layar menjadi hampa. Bahasa manusia mulai lenyap.

“Tanpa Penjaga Aksara, dunia akan kembali menjadi diam,” bisik seorang penjaga.

“Dan kegelapan pertama akan kembali menyelimuti manusia.”

“Tidak... tidak mungkin... ini gila,” desis Danu.

Namun kemudian tanah di bawahnya mulai merekah, membentuk sebuah sumur tak berdasar. Dari dasar sumur, muncul bayangan yang tidak punya bentuk tetap—seperti gumpalan tinta raksasa hidup yang membisikkan kata-kata terlarang dari zaman purba. Suaranya seperti ratusan suara yang diputar mundur bersamaan.

Sang Penjaga menunjuk padanya.

“Kau bukan terpilih... kau yang tersisa.”

“Kenapa aku?!”

“Karena hanya aksaramu yang belum dituliskan.”

Tiba-tiba tubuh Danu mulai bersinar. Kalung di dadanya menyala terang. Lalu, entah dari mana, semburan cahaya dari langit menembus tubuhnya. Cahaya itu bukan cahaya biasa—ia terdiri dari puluhan ribu huruf kuno yang berputar, menyatu, dan menyusup ke setiap sel tubuh Danu. Rasa sakitnya luar biasa, seolah setiap tulang ditulis ulang oleh pena api.

Tubuhnya melayang. Mata Danu terbuka lebar, tapi tidak melihat dengan matanya. Dia melihat segalanya dengan kesadarannya—tulisan di balik dunia. Tulisan yang membentuk bangunan, udara, bahkan waktu.

Kemudian, muncul sebuah pintu di langit. Pintu itu terbuka... dan dari sana, keluar sosok lain.

Bayangannya sendiri.

Namun jauh lebih tua. Lebih kuat. Matanya bersinar seperti matahari purba.

“Jika kau menolak, aku yang akan mengambil tempatmu,” katanya dengan suara dingin.

“Dan aku... tak akan berbelas kasihan.”

Danu ingin menolak. Tapi dunia berputar terlalu cepat. Semua sosok penjaga membungkuk padanya. Cahaya mulai mengalir lebih deras ke tubuhnya. Kalung di dadanya retak—bukan pecah, tapi terbelah untuk menampakkan inti: sebuah kristal tinta yang menyala seperti magma.

Satu aksara raksasa muncul di langit:

"Pilihlah."

Lalu semuanya menyatu. Dunia hancur. Danu berteriak...

Ia terbangun.

Tubuhnya basah oleh keringat. Napasnya memburu.

Dia masih di tempat tidur. Kamarnya gelap, hanya lampu jalan dari luar yang menyelinap dari sela gorden.

Tapi di tangannya ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab: Teks yang Menjadi Nyata

    Danu duduk di ruang kerjanya, naskah biografi Rendra Gunawan terbuka di hadapannya, penuh coretan, sticky notes, dan tinta merah yang belum sepenuhnya kering. Tangannya gemetar setiap kali ia menulis ulang satu kalimat—dan bukan karena takut salah gramatikal.Tapi karena … setiap kalimat yang ia ubah, menjadi kenyataan.Hari pertama.Ia menulis ulang bagian tentang "Rendra pernah nyaris mati tersambar petir di lereng Lawang Sentra saat badai hebat melanda."Setelah menyimpan dokumen itu di flashdisk dan pulang, ia membuka berita malam:"Hujan petir langka terjadi di Lereng Lawang Sentra. Satu pendaki ditemukan selamat meski tersambar."Danu nyaris menjatuhkan ponselnya. "Apa mungkin Rendra bisa keluar dari lorong itu dengan tulisanku?" Dia menggeleng samar.Hari kedua.Ia memperbaiki satu bagian kecil tentang ayah Rendra yang kabarnya "dikenal sebagai penjaga naskah-naskah kuno dan masih hidup dalam persembunyian."

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 21 — Ulang Waktu, Ulang Luka

    Angin yang bertiup dari lorong waktu tak sekadar menyentuh kulit—ia menghantam sampai ke lapisan jiwa terdalam.Kayla, Danu, dan Rahwanagara berteriak tanpa suara saat pusaran cahaya biru kehijauan menggulung mereka. Tak ada arah, tak ada pegangan. Hanya waktu yang pecah, berdenging seperti alarm semesta. Gulungan sejarah Rahwanagara robek dengan sendirinya, aksara berhamburan seperti serpihan kaca yang berkilau.Dan ketika cahaya itu meredup …Mereka jatuh.Bukan di masa lalu. Bukan di masa kini. Tapi di masa depan.Sebuah kota tanpa bayangan, tanpa matahari. Gedung-gedung transparan setinggi langit berdiri di atas tanah yang memantulkan cahaya biru dingin. Mobil-mobil tanpa roda melayang. Jalanan tak lagi padat manusia, hanya hologram yang berjalan dan bekerja, sementara para manusia nyata tertidur dalam kapsul seperti kantung raksasa bening."Apa... ini?" Danu terhuyung. Pena apinya kehilangan cahaya. Buku takdirnya kosong.

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 20 — Bentrokan Aksara dan Bayangan

    Gemuruh guntur terdengar bahkan di siang bolong. Langit Lawang Sentra tak lagi membiru, melainkan dipenuhi retakan samar seperti kaca pecah. Tapi tak seorang pun benar-benar menyadarinya—bagi mata biasa, hanya terlihat seperti perubahan cuaca yang aneh.Di dalam ruang arsip kantor redaksi Suara Svara, pertempuran yang tak kasat mata telah dimulai.Danu berdiri menghadap Kayla. Pena api di tangan kirinya bergetar hebat.“Kamu menghapus semua kerja kerasku. Semua aksara yang kutulis. Kamu ... penghianat!” bentaknya, napasnya memburu. Aura panas menyebar dari telapak tangannya, membuat rak-rak logam di sekitar mulai mencair seperti lilin.Kayla berdiri tenang di tengah pusaran energi yang terbentuk. Matanya menyala biru pucat. “Kamu belum mengerti, Danu. Tulisanmu menembus batas waktu—dan itu berarti ... kamu mengacak-acak takdir tanpa saringan.”“Aku menulis untuk kebaikan!” Danu menyerang lebih dulu. Goresan pena api menghantam lantai, men

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 19 — Bayangan yang Menyaksikan

    Langkah Kayla pelan. Sepasang sepatunya menyentuh lantai kamar Danu tanpa suara. Ia menatap tubuh yang tergeletak tak berdaya itu, napasnya masih berat, berkeringat dingin akibat kekuatan yang terlalu besar keluar dalam satu waktu.Matanya memantulkan cahaya lembut dari buku kuno yang masih menyala di lantai. Ia mengenal buku itu. Ia bahkan tahu dengan pasti bagaimana rasanya saat pena api keluar dari dalam tubuh. Itu rasa yang begitu familiar—sekaligus menakutkan.“Akhirnya kamu juga merasakannya, Danu ....” bisiknya, lirih dan penuh campur aduk.Kayla duduk perlahan di samping Danu, meraih selimut dan menutupinya pelan, nyaris seperti seorang kakak yang melindungi adiknya. Tapi matanya … matanya menyimpan rahasia berabad-abad.Lalu segalanya kembali.Ratusan tahun lalu.Langit merah membara. Di lembah Dunya Aksara, sebuah tempat sakral bagi para Penjaga, seorang anak lelaki berdiri di altar batu. Usianya dua belas tahun, rambut

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 18 — Ujian Daging dan Tulang

    Danu menatap layar komputer di hadapannya. Tampak buram. Bukan karena mengantuk, tapi karena mouse tak kunjung mau bergerak ke arah yang diinginkannya. Trackpad laptop bermasalah? Bukan. Tangannya sendiri... bergetar dan lemas.Tumpukan kertas di sisi meja hampir jatuh. Naskah-naskah lama yang harus dia koreksi, sunting ulang, proofreading baris per baris, mencocokkan referensi kutipan, dan menyusun layout halaman demi halaman dengan perhitungan kolom yang akurat. Semuanya harus dilakukan manual—tanpa bantuan alat koreksi otomatis, AI editing, atau aplikasi percepat kerja yang biasa ia manfaatkan diam-diam melalui kekuatan lamanya.Seminggu lalu, pekerjaan seperti ini bisa dia selesaikan hanya dalam hitungan jam.Sekarang?Layar Excel saja bisa membuat matanya berair dan punggung terasa diremas-remas. Ia tak bisa mengakses apapun secara instan. Bahkan tombol pintas pada keyboard terasa asing dan lambat.“Danu,” tegur Mbak Tari dari divisi tata letak, “layout halaman 7 sampai 14 belum

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 17 — Pena Api dan Rahasia Terakhir

    KRAK!!Lorong waktu retak.Danu terhuyung. Udara di sekitarnya bukanlah udara… melainkan seperti serpihan sejarah dan bayangan masa depan. Semuanya berputar. Tak ada atas, tak ada bawah.Ia meraba dinding bayangan, napasnya berat.“Ini … jebakan?” gumamnya, suara sendiri menggema seperti gema ribuan lidah.Tiba-tiba, pusaran terbelah. Sebuah cahaya merah keemasan muncul. Seolah ada tangan tak kasat mata yang menyibak tirai semesta.Danu melangkah maju. Tubuhnya terasa lebih ringan, tapi detakan jantungnya semakin berat.Di tengah kekosongan yang kini tampak seperti taman waktu yang melayang, duduklah seorang pria tua berjubah tinta, rambut putih panjang, dan mata tajam yang menyala seperti bara. Di belakangnya, mengambang lembaran-lembaran naskah kuno, pena-pena besar melayang seolah menjaga takhta tak kasat mata.“Kamu siapa …?” lirih Danu.Pria itu membuka mata. “Akhirnya … waktumu tiba.”Dan

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 16 — Retakan di Langit Lawang Sentra

    Langit Lawang Sentra yang biasanya cerah, sore itu ditutupi awan kelabu yang menggantung berat. Udara mendadak dingin, seolah waktu menahan napas. Kota itu—yang dibangun di atas fondasi sejarah dan misteri—mulai merasakan getaran dari dimensi yang tak kasat mata.Dan semuanya … berpusat pada Danu.Nadine yang sedang berjalan pulang dari kantor, tiba-tiba berhenti di trotoar ketika lampu jalan menyala lebih awal dari biasanya. Bayangannya membelah dua, meski hanya ada satu sumber cahaya.Da mengernyit. "Aneh…"Tapi sebelum ia bisa melangkah lagi, suara retakan—seperti kaca pecah di langit—menggema di atas kepalanya. Orang-orang di sekitarnya berhenti berjalan, menatap langit yang tampak seperti layar film raksasa yang merekah dan berpendar keunguan.Seketika, udara berdesir dingin dan mengeras. Wajah-wajah di sekeliling Nadine mulai membeku—secara harfiah—seperti patung lilin.Lalu ia datang.Sosok berjubah kelam dengan topeng putih menyelubungi wajahnya, muncul dari pusaran retakan di

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 15 — Menulis Ulang

    Pagi harinya di kantor, suasana terasa berbeda. Para staf masih bersikap canggung padanya. Sebagian menjauh. Sebagian wanita malah mulai terang-terangan memuji, menyentuh, dan mendekat. Tapi yang paling mengejutkan adalah ketika Bu Adhira memanggil Danu ke ruangannya. “Danu, kamu pernah bilang ingin kontribusi besar, kan?” tanya Bu Adhira tanpa basa-basi. “Aku punya proyek ... dan hanya kamu yang kupilih untuk ini.” Danu menegakkan punggung. “Tentu, Bu. Proyek apa?” “Menulis ulang ... dan menyusun ulang biografi penulis legendaris yang sudah hampir dilupakan. Rendra Gunawan.” Danu menahan napas. Nama itu ... asing, tapi terasa menggema di dadanya. Langkah kaki Danu terdengar tenang di sepanjang lorong, tapi sorot matanya tajam. Baru saja keluar dari ruang Bu Adhira dengan tugas baru, ia tahu betul ... seseorang sedang mengintainya. Danu mengabaikannya dan terus mengingat perintah atasannya. “Aku ingin kamu menelusuri hidupnya. Mencari sumber, dokumen, cerita, bahkan tulis

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   Bab 14 – Pantangan Sang Penjaga Aksara

    Langkah kaki terdengar pelan namun tegas. Gadis itu mendekat, membelah kerumunan pegawai yang terdiam melihat kerusuhan barusan. Rambut hitam panjangnya dikuncir kuda, blazer hitam pas tubuh membungkus posturnya yang tinggi dan tegas. Matanya langsung terkunci pada Alvino yang masih berdiri dengan napas memburu, dan Danu yang kini duduk bersandar pada mobil dengan luka memar di pelipisnya.“Alvino.”Suaranya tenang, tapi dingin dan tajam. Alvino menoleh, wajahnya masih merah dan dipenuhi amarah.“Kay ... ini bukan urusanmu!”“Justru ini urusanku. Kamu menciptakan gangguan energi besar. Sangat besar, hingga aku mencium aroma kebusukan dari ujung dunia.”Alvino memicingkan mata. “Jangan mulai pakai bahasa anehmu di depan mereka!”Tapi gadis yang dipanggil Kay itu melangkah maju, hingga wajahnya hanya sejengkal dari sepupunya. Nyaris tanpa suara, ia berbisik dalam nada rendah namun bisa didengar Danu.“Kamu terlalu cepat me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status