Menjelang sore, Afkar membawa Shafa ke perusahaan farmasi untuk menjemput Felicia pulang kerja. Melihat gadis kecil itu, Felicia langsung mengerutkan alisnya. "Afkar, Shafa kenapa ini? Siapa yang buat dia sedih?"Wajah mungil Shafa terlihat jelas baru saja menangis."Bibi ...." Meskipun Shafa masih agak marah pada Afkar, dia tetap mengatupkan bibirnya dan menyapa dengan sopan ketika melihat Felicia."Shafa yang manis! Ceritakan sama Bibi, apa yang terjadi?" Felicia mendekat, mengangkat Shafa, dan bertanya dengan nada penuh kasih sayang.Melihat wajah mungil Shafa yang berlinang air mata dan bibir cemberut saat menyapa, hati Felicia hampir meleleh. Dia merasa Shafa sangat menggemaskan dan membuat Felicia merasa ingin melindunginya."Jangan pedulikan dia, anak kecil ini lagi ngambek." Afkar melambaikan tangannya dengan nada sedikit kesal."Shafa seimut ini, mana mungkin dia ngambek? Afkar, mengurus anak itu perlu kesabaran! Kalau kamu nggak sabar, biar Shafa tinggal sama aku saja!"Felic
"Tuan Harun, Nona Felicia, apa yang kalian lakukan?" tanya seorang pngawal kepada Harun dan Felicia."Aku datang untuk menjenguk ibuku, memangnya mau ngapain lagi? Minggir!" bentak Harun yang kesal setelah dihalangi penjaga."Maaf, Tuan Harun, Nyonya Tua sudah berpesan nggak boleh biarkan keluarga kalian masuk," balas penjaga itu dengan nada dingin. Mendengar ucapannya, ekspresi Harun dan Felicia jadi muram."Kami cuma mau jenguk Nenek, memangnya nggak boleh?" tanya Felicia sambil mengernyit.Harun semakin kesal, "Kalau kalian kenal aku, minggir sana! Aku datang untuk jenguk ibuku!""Maaf, Nyonya Tua berpesan bahwa kalian bukan lagi bagian dari Keluarga Safira! Sesuai aturan, kalian nggak boleh masuk rumah ini." Penjaga itu menggelengkan kepala dan tidak berniat untuk pergi.Meskipun Harun dan Felicia berusaha membujuk dengan berbagai cara, kedua penjaga itu tetap berdiri tanpa bergerak. Harun dan Felicia kesal setengah mati. Padahal para penjaga ini tahu identitas mereka, tetapi tetap
Renhad kali ini tidak ada di tempat. Bagaimanapun, dia tidak mungkin terus-menerus berada di sisi Erlin. Namun, akhir-akhir ini situasi cukup krusial, sehingga seluruh keluarga selalu memantau kondisi Erlin.Terus terang saja, mereka hanya menunggu kematian Erlin! Oleh karena itu, Jesslyn dan Viola, setidaknya salah satu dari mereka harus selalu berada di dekat Erlin.Ketika Erlin yang sedang berjemur melihat kedatangan Afkar, Felicia, dan Harun, dia tertegun sejenak. Ekspresinya langsung berubah menjadi suram."Untuk apa kalian datang ke sini? Siapa yang suruh kalian datang? Pergi sana!" Dengan nada penuh kebencian, Erlin langsung mengusir keluarga putra sulungnya dengan kasar.Tatapan Erlin tertuju pada Afkar dengan dipenuhi rasa benci yang mendalam. Semua ahli Keluarga Safira terluka parah karena Afkar dan menyebabkan kerugian besar bagi keluarga mereka.Rencana mereka untuk melemahkan Felicia sepenuhnya hancur! Sejak Felicia membawa Afkar sebagai menantu pecundang, otoritas Erlin d
"Benar, kami sudah cari Dokter Jovian untuk merawat Nenek. Nggak butuh kamu pura-pura jadi orang baik! Lagian, siapa tahu niatmu sebenarnya?" Mendengar Afkar hendak mengobati Erlin, Jesslyn langsung panik. Dia berdiri di depan Erlin dan menghardiknya sambil tertawa sinis.Viola juga ikut mencibir. "Kamu bisa obati dia? Menurutku, kamu lebih mungkin mau celakai Nenek!""Nenek, biarkan Afkar coba. Dia benar-benar bisa ilmu kedokteran. Semua obat di perusahaanku adalah racikan Afkar. Selain itu, dia juga pernah ngobatin Pak Bayu. Afkar nggak akan mencelakaimu!"Felicia yang melihat kondisi Erlin semakin lemah, merasa sangat cemas dan tidak tega. Dia pun mencoba membujuknya."Iya, Bu! Kesehatanmu lebih penting. Jangan keras kepala," ujar Harun sambil menepuk punggung tangannya."Kak, kalian nggak ngerti bahasa manusia ya? Kami sudah undang Dokter Jovian, dia itu tokoh besar di dunia kedokteran negara ini. Dia bisa bantu merawat kesehatan Ibu, Afkar yang nggak becus ini sebaiknya pergi sek
Reaksi Jovian setelah melihat Afkar benar-benar membuat semua orang terkejut!Selanjutnya, dia meminta Viola untuk membantu Erlin kembali ke kamar, seolah-olah ada hal yang ingin dia sampaikan yang tidak pantas dibicarakan di depan Erlin. Dengan penuh kecurigaan, Erlin akhirnya menurut dan masuk ke rumah."Pak Jovian, apa maksud Anda? Apakah si amatir ini punya kemampuan yang lebih hebat dari Anda?" Begitu Erlin masuk, Jesslyn langsung bertanya dengan nada tidak percaya.Jovian memalingkan pandangannya beberapa kali, lalu tertawa lebar, "Kemampuan Afkar mungkin nggak lebih hebat dariku, tetapi dalam beberapa kasus penyakit yang sulit, dia mungkin punya solusi!"Sambil berkata demikian, dia tersenyum kepada Afkar, "Pak Afkar, kesehatan Nyonya Erlin semakin memburuk dan aku benar-benar nggak punya solusi yang baik. Karena Anda sudah datang untuk memeriksanya, aku serahkan Nyonya Erlin kepada Anda."Mendengar hal itu, Jesslyn langsung panik! Apa? Jovian tidak lagi menangani Erlin dan mala
"Hehehe .... Begitu Afkar melakukan perawatan, dia hanya akan mempercepat kematian Nyonya Erlin. Pada hari ketujuh, Nyonya Erlin pasti akan meninggal! Saat itu, bukan lagi soal Afkar dan Felicia yang membuat Nyonya Erlin marah sampai meninggal, tapi Afkar yang secara langsung menyebabkan kematiannya!""Kalau kalian mengatur ini dengan baik, kalian bahkan mungkin bisa membuatnya masuk penjara! Hahaha ...."Awalnya, Jovian tidak ingin menerima pekerjaan ini. Namun, setelah mengetahui bahwa keluarga Renhad ingin menjebak Afkar dan Felicia, dia setuju. Kejadian saat dia gagal menyembuhkan penyakit aneh Randy di Keluarga Suryo dan bahkan harus berlutut memohon bantuan Afkar, menjadi aib besar baginya.Jovian bersumpah untuk membalas dendam atas penghinaan tersebut.Mendengar hal ini, Jesslyn yang tadinya cemas dan marah, langsung merasa lega. Wajahnya menunjukkan ekspresi kejam dan penuh ejekan."Ternyata begitu! Jovian memang luar biasa! Kali ini, kita harus memastikan bocah itu dapat gan
Saat Afkar, Felicia, dan Harun keluar dari kediaman lama keluarga, mereka melihat Jesslyn berjalan masuk bersama paman ketiga, paman keempat, dan bibi Felicia."Kak Harun, Felicia? Untuk apa kalian datang ke sini?" tanya bibi Felicia begitu melihat mereka.Sebelum Harun dan Felicia sempat menjawab, Jesslyn sudah mendengus dingin dan berkata, "Kalian nggak tahu, ya? Mereka bawa Afkar untuk mengobati Ibu. Apa ini bukan berniat buruk namanya?""Aku dan suamiku sudah panggil Dokter Jovian yang terkenal itu, tapi apa yang terjadi? Afkar bilang dia bisa mengobati, lalu Dokter Jovian pergi karena marah dan menyerahkan Ibu untuk diobati sama Afkar.""Hari ini semua sudah lihat sendiri, 'kan? Kalau nanti terjadi sesuatu sama Ibu, itu pasti karena Afkar yang mengobatinya. Hmph!"Mendengar hal ini, paman ketiga, paman keempat, dan bibi Felicia langsung mengerutkan alis mereka"Dokter Jovian? Maksudmu Dokter Jovian, ahli pengobatan tradisional yang terkenal itu? Afkar bisa lebih hebat daripada Dok
Ketika Afkar dan Felicia tiba, staf dari butik pengantin juga sudah berada di lokasi. Setelah berkomunikasi dengan petugas kawasan wisata dan membayar biayanya, rombongan mereka menuju ke sebuah danau di dalam kawasan itu untuk melakukan pemotretan di tepiannya.Staf butik pengantin mendirikan sebuah tenda sementara menggunakan kain layar, untuk memudahkan Afkar dan Felicia berganti pakaian serta dirias.Tak lama kemudian, Felicia keluar dari tenda dengan mengenakan gaun putih yang terbuka di bagian punggung. Gaun itu membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan lekukan tubuhnya yang indah dan menggoda.Pinggangnya yang ramping, lengkungan tubuhnya yang luar biasa, dan kakinya yang jenjang semuanya terlihat begitu menawan.Felicia yang biasanya tampil alami dan hanya menggunakan produk perawatan seperti tabir surya, kini tampil dengan riasan elegan yang membuat kecantikannya semakin memukau.Afkar menatap Felicia dengan mata terpaku dan tidak bisa mengalihkan pandangannya sama sekali
Mungkin dari buku harian ini, Felicia bisa lebih memahami pria itu? Mungkin di dalam sini, ada semua jawaban yang selama ini ingin Felicia ketahui?Sambil berpikir demikian, Felicia pun menekan rasa bersalahnya karena telah membaca buku harian orang lain. Dia mulai membuka lembaran-lembaran buku harian milik ibu mertuanya.Seiring halaman demi halaman dibuka, ekspresi di wajah presdir cantik itu terus berubah. Perubahannya bahkan sangat nyata. Ada keterkejutan, kesedihan yang mendalam, kemarahan ....Entah sudah berapa lama Felicia membaca. Ketika akhirnya dia sampai pada halaman terakhir, ekspresinya langsung menegang. Tiga kata merah menyala yang terpampang, begitu menusuk mata.[ Keluarga Rajendra Kuno! ]Tiga kata itu ditulis menggunakan warna merah yang membuat hati terasa tidak tenang, seolah-olah mengandung kebencian dan niat membunuh yang sangat kuat.Sepasang mata indah Felicia mulai berkabut dan air matanya mulai menggenang. Dia memaki, "Afkar, dasar bajingan! Sebenarnya ...
Ini adalah hari Sabtu. Pagi ini, TK mengadakan acara sekolah berupa kegiatan orang tua dan anak. Sebenarnya Shafa ingin agar Afkar dan Felicia ikut menemaninya, tetapi Felicia berkata bahwa pagi ini dia harus bertemu dengan klien di kantor.Shafa tak punya pilihan lain. Dia hanya bisa mengikuti Afkar dengan ekspresi kecewa dan bibir cemberut. Sebagai ayah, Afkar hanya bisa diam-diam tersenyum pahit. Dia mengeluh dalam hati bahwa kedekatan Shafa dengan Felicia sudah hampir menyaingi kedekatannya sendiri.Namun, yang tidak diketahui oleh Afkar dan Shafa adalah setelah pergi sebentar ke kantor pada pagi itu, Felicia justru kembali lagi ke Vila Emperor.Pada saat ini, Felicia sedang berdiri di depan kamar Afkar. Wajah cantiknya sedikit memerah. Itu membuat penampilannya terlihat sangat menawan. Sayangnya, tak ada seorang pun yang bisa menyaksikan kecantikan itu sekarang. Sosok presdir cantik yang biasanya terlihat berwibawa dan berkelas, kini terlihat seperti sedang mengendap-endap ....Fe
Gauri mengangguk ringan, lalu langsung berjalan menuju rumah Erlin bersama orang-orang yang dibawanya.Begitu masuk, terlihat Erlin sedang duduk di halaman sambil asyik bermain dengan burung kenari di dalam sangkar. Wajahnya terlihat santai, seolah-olah menikmati hari dengan tenang.Hanya saja saat melihat menantu sulungnya datang, ekspresi wajah Erlin langsung berubah menjadi muram dan penuh kebencian. Dia bertanya dengan nada dingin, "Untuk apa kamu datang ke sini?"Gauri menatap ke arah Erlin, lalu tersenyum "ramah". Dia berbicara dengan nada seolah-olah penuh perhatian, "Bu, ayo kita pergi. Aku sudah siapkan kamar VIP untuk Ibu di Pusat Rehabilitasi Mental. Mulai sekarang, itu akan jadi tempat tinggal Ibu yang baru."Sambil berbicara, Gauri melemparkan selembar kertas ke hadapan Erlin sembari tertawa dingin. Ekspresi Erlin langsung berubah drastis saat melihat kertas itu. Sebab, itu adalah hasil diagnosis "gangguan delusi berat".Erlin sontak berseru marah, "Gauri, apa ... apa maks
Erlin benar-benar ketakutan. Baru saat inilah dia sadar bahwa Afkar ... memang benar-benar bisa mencabut nyawanya.Berkat hubungannya dengan Harun, selama ini Erlin mengira bahwa Afkar pasti akan selalu menyisakan ruang dan tidak bertindak terlalu jauh.Namun setelah melihat jasad Renhad terbujur kaku sekarang, barulah Erlin menyadari betapa seriusnya situasi ini. Afkar memang tidak akan membunuhnya dengan tangan sendiri, tetapi dia bisa mengutus orang lain untuk menghabisinya.Terlihat jelas bahwa Erlin yang seumur hidupnya begitu berkuasa di Keluarga Safira, kini benar-benar panik dan ketakutan. Dia buru-buru memohon pada Afkar dengan suara gugup dan tergesa-gesa, seolah-olah nyawanya akan melayang kalau bicara terlalu lambat.Erlin tahu bahwa hanya dengan satu pandangan dari Afkar, Kelam pasti akan mencabut nyawanya tanpa ragu.Afkar tertawa dingin, lalu menjawab dengan nada datar, "Hehe .... Kalau begitu, uruslah semuanya."Sebenarnya, Afkar sendiri tidak punya ketertarikan apa pun
Dengan ekspresi penuh duka dan ketakutan, Viola menatap ayahnya yang barusan masih hidup dengan baik dan kini sudah terbujur kaku. Kemudian dalam sekejap, tatapan itu berubah menjadi penuh kebencian dan dendam yang tertuju ke arah Afkar.Namun kali ini, meski mulutnya sempat terbuka, Viola menahan semua kata yang hendak diucapkannya. Sebab, dia ... takut mati.Untuk pertama kalinya, selain rasa benci mendalam yang Viola miliki terhadap Afkar, dia tiba-tiba merasa momen ini justru membuatnya jauh lebih ketakutan."Ka ... kamu bunuh Renhad! Afkar, kamu suruh orang membunuh pamanmu sendiri!" seru Erlin dengan wajah pucat ketakutan sambil menunjuk Afkar.Namun, Afkar malah menjawab dengan tenang, "Aku nggak melakukan apa-apa kok, cuma meramal dari wajahnya saja. Yang bunuh dia itu Organisasi NC. Apa hubungannya denganku? Bukan cuma dia. Nanti kalau semua orang di Keluarga Safira mati di tangan Organisasi NC, itu juga bukan salahku, 'kan?"Usai berbicara, Afkar melirik ke arah Kelam sambil
Dengan ekspresi muram, Erlin berbicara dengan nada dingin, "Memangnya apa yang aku katakan salah? Buatmu ini cuma masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan satu kalimat, tapi kamu malah minta semua saham yang ada di tanganku sebagai imbalan!""Afkar, jangan terlalu serakah jadi orang! Setengah dari saham itu bisa kuberikan padamu. Itu sudah batas maksimal yang bisa kuterima sekarang!" lanjut Erlin.Mendengar ucapan ini, mata Afkar langsung sedikit menyipit. Kata-kata itu membuat ekspresi Gauri dan Harun yang berada di samping juga langsung berubah. Mereka jelas-jelas terlihat marah.Gauri menatap sinis ke arah Erlin, lalu membentak, "Tua Bangka, kamu masih tahu malu nggak sih? Afkar bisa menyelesaikan semuanya cuma dengan satu kalimat, itu karena dia memang mampu!"Saat itu juga, Renhad tiba-tiba memutar bola matanya. Dia ikut melangkah ke depan, lalu memasang ekspresi marah dan berkata pada Gauri dengan nada menuduh, "Kak Gauri, jangan bicara seenaknya. Kalau memang masalah ini beg
Sudah ... selesai begitu saja? Ketua Umum Organisasi NC yang barusan terlihat garang dan seperti hendak melenyapkan seluruh Keluarga Safira, sekarang tiba-tiba berubah menjadi penurut di depan Afkar bak seekor anjing yang jinak?Situasi genting yang bahkan nyawa banyak orang pun tidak cukup untuk membalikkan keadaan, kini langsung beres semua ... hanya karena satu kalimat dari Afkar?Erlin sontak tertegun. Ekspresi kehilangan akal dan histeris yang tadi masih terpampang di wajahnya, kini sudah membeku.Tadinya, Erlin sudah siap untuk mati bersama Afkar. Bahkan, sikapnya tadi seperti orang yang benar-benar kehilangan akal. Dia meluapkan kebencian mendalamnya terhadap Afkar, seperti anjing gila yang menggonggong sekeras-kerasnya sebelum ajal.Namun setelah berteriak cukup lama untuk meluapkan emosinya, ternyata tindakan Erlin ... hanya buang-buang tenaga? Begitu Afkar datang, dia langsung dengan begitu mudahnya menyelesaikan masalah dengan Organisasi NC!Renhad dan Viola juga melongo. Ma
"Hehe, iya. Kebetulan banget ya. Ngapain kalian kemari?" Afkar tersenyum santai, lalu menunjuk ke arah mayat-mayat yang berderet tak jauh dari situ.Kelopak mata Kelam berkedut berkali-kali, wajahnya berubah panik saat bertanya "Ka ... kamu Afkar yang mereka maksud?"Orion yang berdiri agak jauh bahkan tidak berani bernapas terlalu keras. Sejak melihat Afkar, dia dan Kelam benar-benar ketakutan setengah mati.Pemuda ini adalah peserta terhebat di di Turnamen Chartreuse? Dia bahkan mampu mengalahkan pewaris Sekte Langga yang sudah berada di tingkat pembentukan inti tahap menengah!Belum lagi, dalam perjalanan pulang mereka, mereka sempat menyaksikan betapa mengerikannya latar belakang Afkar.Seorang ahli tingkat inti dari Keluarga Pakusa mencoba membunuhnya, tetapi malah dibunuh balik oleh kakek misterius di belakang Afkar hanya dengan satu pukulan.Waktu itu, bukan hanya mereka berdua yang gemetar. Bahkan, Santo Sekte Bulan Hitam sekalipun memperingatkan dengan sungguh-sungguh agar mer
"Ketua Umum saja sudah turun tangan. Dia ahli bela diri top, bisa bunuh seorang master dengan satu pukulan! Aku mau lihat, gimana caramu atasi masalah ini! Sebaiknya kamu mati saja bareng Keluarga Safira!"Begitu ucapan itu dilontarkan dari mulut Erlin, semua orang yang hadir di tempat itu pun tampak panik.Termasuk Haris, Dafa, Lauren, mereka semua merasa punggung mereka seperti diselimuti hawa dingin.Namun, berbeda dengan yang lain, Afkar justru tersenyum menatap Erlin. Senyumannya bukan senyuman biasa, melainkan senyuman penuh makna."Ahli bela diri top? Di mana? Kok aku nggak lihat? Dia ya?" Afkar menoleh dan menunjuk Kelam, suaranya penuh rasa meremehkan.Kemudian, dia beralih menunjuk ke arah Orion dan Guntur yang berjaga agar dia tak bisa kabur. "Atau dia? Atau mungkin dia?"Mendengar Afkar bertanya seperti itu, Erlin dan anggota Keluarga Safira tertegun. Semua orang di sana bisa merasakan arogansi Afkar.Meskipun Erlin sudah mengatakan Kelam bisa memukul mati seorang master de