Share

Bab 3

Percobaan Bunuh Diri

Satu Minggu sebelumnya Kevin menghadiri meeting bersama Garuda Assosiation dan beberapa perusahaan ternama lainnya di sebuah hotel bintang empat di kota Samarinda.

Selain untuk menghadiri perkumpulan konglomerasi, ia juga ingin mengadakan inspeksi ke lahan batu bara yang dimilikinya. Tiap Minggu puluhan tongkang berhasil menyeberangi lautan untuk melakukan pengiriman batu bara ke daerah di pulau Jawa, bahkan ke negara lain seperti Cina, Filipina, dan Thailand.

Farel yang terbiasa ditugaskan untuk mengecek ke daerah, ia mendadak sakit akhirnya Kevin sendiri yang harus turun tangan secara langsung sekaligus menghadiri acara bergengsi itu.

Selama tiga hari Kevin menginap di Hotel Merc Samarinda, yang memiliki pemandangan kota dan Sungai Mahakam yang sangat memukau.

Selesai sarapan, saat akan kembali ke kamar Kevin mendapati seorang wanita menangis terisak, serasa hendak terjun dari balkon yang bersebelahan dengan kamarnya yang menghadap ke kolam renang.

"Nona! apa yang sedang anda lakukan disini?"

Teriak Kevin dan memeluk kaki wanita yang telah berdiri 50cm di atas tralis besi.

"Lepaskan aku, biarkan aku loncat dan mati disini"

Ucapan wanita berkulit putih itu terdengar frustasi.

"Semua masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik Nona, bukan dengan bunuh diri seperti ini"

Kevin masih berusaha untuk meyakinkannya agar mau turun dan membatalkan aksinya itu.

"Tidak akan! lebih baik aku mati bersama bayiku daripada aku harus menanggung malu, mengandung, melahirkan tanpa ikatan pernikahan"

Dengan sigap Kevin berhasil membopong wanita yang tengah hamil itu saat ia dalam keadaan lengah. Nafas Kevin menderu kencang, namun lega bisa menggagalkan perbuatan yang tak dibenarkan Tuhan.

Mereka berdua terduduk di dekat kamar Kevin, wanita berparas cantik yang sepertinya bukan wanita sembarangan itu masih tersedu.

"Kenapa kamu tak membiarkan aku mati saja, hah?" ucapnya kasar

Kevin beranjak dari duduknya, mengulurkan tangan pada wanita yang terduduk di sampingnya.

"Ayo, ikut bersamaku ke dalam, kamu bisa ceritakan masalahmu padaku. Percayalah, aku akan membantumu mencarikan jalan keluar yang terbaik, bukan dengan bunuh diri seperti ini"

Kevin membujuknya agar mau menumpahkan segala kerisauan hatinya yang membuat ia ingin mengakhiri hidupnya secara tragis.

"Kamu pikir aku perempuan murahan! yang bisa dengan seenaknya kamu ajak masuk ke kamar?"

Wanita itu mendongak kesal, dan terus berprasangka negatif pada laki-laki yang telah menyelamatkan hidupnya.

"Tolonglah kamu jangan berpikiran buruk terhadapku, aku hanya peduli pada nasibmu, kalau aku berniat jahat padamu, sudah ku tendang saja kakimu tadi biar jatuh dan mati seketika "

"Bruk" tubuh lunglai itu telah terjatuh ke lantai. Kevin segera mengeluarkan benda tipis dari sakunya dan menempelkan sebuah kartu pada bawah daun pintu.

"Klik" daun pintu ditekan, dan pintu pun terbuka lebar. Tanpa pikir panjang Kevin langsung membopong wanita yang ditolongnya tadi masuk ke dalam kamarnya.

Tanpa sepengetahuan Kevin, sedari tadi ada seseorang yang mengintai dari balik tembok dekat sebelah lift. Orang yang tak dikenal itu mengambil gambar dan merekam saat Kevin memasukkan seorang wanita dalam ruang privasinya.

Wanita itu direbahkannya di kasur empuk bersprei putih bersih, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal sampai di bagian dadanya, menghalangi udara dingin AC menyentuh kulit putihnya. Tidak ada perlengkapan p3k di kamar yang bisa difungsikan, sehingga hanya bisa menunggunya sampai terbangun, hanya itu yang dapat dilakukan Kevin.

Teh panas telah tersaji di meja dekat sofa tempat Kevin duduk seraya mengecek laporan di email yang masuk.

"Begini ribetnya kalau tak bawa aspri saat keluar kota" gumamnya

Sesekali Kevin melirik wanita hamil yang tengah terpejam sedari tadi. Tiba-tiba perasaan khawatir menyeruak di dada Kevin, hendak menelepon pihak hotel tapi tak etis karena sering menginap di hotel ini, bisa hancur reputasi jika khalayak mengetahui seorang pimpinan Adiwilaga Group memasukkan wanita yang bukan merupakan istri sahnya ke dalam kamar hotel. Bahaya bila hal ini sampai tersebar ke media.

Berulang kali Kevin mengguncangkan tubuhnya, dan yang terakhir wanita itu berhasil terbangun dan menatap aneh ke arah Kevin dan sekitar, sembari memegangi anggota tubuhnya bagian dada yang masih terbungkus gaun berbahan sutra berwarna abu, rapi seperti semula.

"Tenang, Nona, kamu tadi pingsan di depan kamar saya. Akhirnya saya berinisiatif untuk membawamu masuk, saya tak tega membiarkan wanita hamil sendirian diluar. Ini teh untukmu, agar hatimu tenang"

Kevin menenangkan dan menyuguhkan secangkir teh hangat ke hadapannya dengan ramah.

"Terimakasih ya, kamu telah menyelamatkan hidupku, meski aku tak mengharapkan ini terjadi, mungkin Tuhan masih mau memberikan kesempatan padaku untuk merawat bayi yang sedang ku kandung ini"

Kalimat yang terlontar dari mulutnya mengisyaratkan kepedihan yang sedang ia rasakan namun nada bicaranya terlihat lebih sopan saat Kevin telah membantunya tanpa embel-embel dibelakang. Perut yang belum terlihat membuncit itu di usapnya perlahan. Seorang ibu, sejahat apa pun dalam hatinya pasti menyayangi anaknya meskipun banyak beban yang harus ditanggungnya.

"Tiap orang memiliki masalah yang berbeda, namun tetap yakinlah bahwa beban yang Tuhan berikan pada tiap manusia tidak mungkin melebihi kapasitas kemampuan orang itu sendiri"

Wanita itu mengangguk, mengambil teh yang telah berada di nakas tempatnya terduduk. Setelah menyesapnya, beranjak mendekat ke arah Kevin yang duduk di sofa. Mengulurkan tangannya "perkenalkan namaku Siena"

Tanpa di paksa dia telah memperkenalkan namanya terlebih dulu.

"Kevin"

Langsung Kevin menyambut uluran tangan Siena, bumil yang baru dikenalnya.

Siena menceritakan apa yang telah menimpa hidupnya hingga ia hamil sebelum ikatan suci itu terucap di depan penghulu. Hal itu membuatnya frustasi dan ingin mengakhiri hidupnya yang sudah dirancang sedemikian rupa bakal menyongsong kebahagiaan tapi hanya mimpi belaka.

***

Kevin merasa tenang setelah mendengar bahwa Farel bersedia membantu kestabilan perusahaan dan menjelaskan pada orang tuanya ketidakbenaran berita di media.

Namun ia tak tinggal diam, Kevin mencari cara agar namanya kembali bersih dengan menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari secepatnya dimana wanita itu berada. Hanya pengakuan darinyalah yang bisa membuat namanya bersih seperti semula.

Ia pulang dengan wajah yang nampak ceria. Mobil berhenti tepat di lobi depan rumah, Vania nampak sedang asik bermain di taman dengan babysitternya.

"Vania.. anak Papa.."

Baru turun dari mobil, Kevin langsung menghampiri anaknya.

"Anak Papa yang cantik ini sedang main apa?"

"Cali kupu-kupu Pa" jawab Vania dengan suara cadelnya

"Terus mana kupu-kupunya? dapet nggak?"

"He, he, nggak dapet Pa, kupu-kupunya telbang telus, Vania capek kejalnya"

Kevin semakin gemas mendengarkan ocehan putri kecilnya itu, diciumnya habis-habisan pipinya yang chubby.

"Sus, beri Vania minum gih, pasti haus dia" suruh Kevin pada babysitter Vania, sementara ia menggendong Vania membawanya ke gazebo dan duduk bersama di sana

"Nyonya di rumah nggak Sus?"

Kevin menanyakan keberadaan istrinya untuk membujuknya agar mengurungkan niatnya bercerai.

"Nyonya tadi keluar sendiri bawa mobil, pulang bareng Tuan Farel, baru sebentar di rumah mereka berdua pergi lagi" terang Suster

"Kemana mereka? Kok aneh, pergi sendiri pulangnya sama Farel, terus pergi lagi"

Kevin mencium ada sesuatu yang tidak beres dengan istri dan adiknya itu. Ia mengecek melalui gpz dimana mobilnya berada. Satu titik ditemukan, menunjuk ke sebuah tempat yang sulit untuk dijelaskan sedang apa mereka disana.

Kevin menjauh dari Vania untuk menghubungi seseorang, agar perbincangannya tak di dengar oleh anak balita.

"Halo, Bram! Ada satu lagi, urgent! Aku butuh bantuanmu sekarang juga! Selidiki orang yang memakai mobil Hondx jaxx plat B1144NA, nanti aku kirim berbagi lokasi" sebuah perintah singkat dari Kevin namun membutuhkan kejelian dalam menjalankannya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status