Share

Bab 6

Author: Cahaya Suci
Namun anehnya Anisa mengalami pendarahan. Setelah mempelajari kondisi kesehatannya, dokter pun memutuskan untuk melakukan tindakan agar bayinya tidak keguguran.

Informasi ini terasa bagaikan petir di siang bolong. Anisa terkejut, dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Dokter, bagaimana kalau aku menggugurkan anak ini?" tanya Anisa.

Sebentar lagi Anisa dan Theo akan bercerai, dia tidak bisa mempertahankan anak di dalam kandungannya.

Dokter mengerutkan alis dan menjawab, "Kenapa mau digugurkan? Apakah kamu tahu berapa banyak orang yang sedang berusaha agar bisa memiliki anak?"

Tatapan Anisa terlihat muram, dia menunduk dan diam saja.

"Di mana suamimu?" tanya dokter. "Kalaupun ingin menggugurkannya, kamu harus bertanya ke suamimu dulu."

Anisa terdiam seribu kata.

Melihat Anisa yang tidak merespons, dokter mengambil formulir Anisa dan bertanya, "Kamu baru 21 tahun? Belum menikah?"

"Su ... anggap saja belum." Lagi pula sebentar lagi dia akan bercerai.

"Aborsi bukan operasi kecil. Meskipun kamu ngotot mau aborsi, hari ini jadwalku penuh. Kamu pikirkan dulu baik-baik. Tidak peduli bagaimana hubungan kamu dan pacarmu, tapi anak itu tidak bersalah."

"Kamu mengalami pendarahan. Kalau kandunganmu tidak diselamatkan, takutnya kamu akan menyesal." Dokter terus berusaha membujuk Anisa.

"Dokter, bagaimana cara menyelamatkan kandunganku?" Hati Anisa mulai luluh.

"Tadi bukannya kamu mau aborsi? Kenapa? Nggak tega? Kamu masih muda dan cantik, anakmu juga pasti cantik dan ganteng. Aku akan memberikan obat, kamu harus beristirahat selama satu minggu penuh. Setelah satu minggu, kamu harus datang lagi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan."

....

Semenjak keluar dari rumah sakit, Anisa merasa kehilangan arah. Dia berjalan bawah teriknya matahari, sekujur tubuhnya berkeringat.

Anisa tidak tahu harus ke mana, dia tidak tahu harus bercerita kepada siapa. Yang pasti dia tidak boleh memberi tahu Theo.

Jika Theo sampai tahu, takutnya dia akan memaksa Anisa untuk menjalani aborsi.

Meskipun begitu bukan berarti Anisa ingin melahirkan anak ini, dia hanya masih bingung. Dia harus menenangkan diri, baru membuat keputusan.

Akhirnya Anisa memanggil taksi, lalu pergi ke rumah pamannya.

Sejak ayah dan ibunya Anisa bercerai, ibunya pindah ke rumah pamannya. Walaupun tidak sekaya Keluarga Pratama, kehidupan paman dan ibunya berkecukupan.

"Anisa, kamu datang sendirian?" Melihat Anisa yang datang dengan tangan kosong, raut wajah bibinya terlihat masam. "Aku dengar kamu membawakan oleh-oleh dan hadiah buat ayahmu. Ah, ternyata kalau sudah bukan satu keluarga nggak ada yang peduli."

Anisa tertegun. "Bibi, maafkan kecerobohanku. Aku tebus lain waktu, ya!"

"Sudah, sudah. Aku lihat-lihat kayaknya kamu diusir dari rumahnya Keluarga Pratama, ya? Theo sudah sadar, 'kan? Kalau dia memperlakukanmu dengan baik, mana mungkin kamu datang ke sini dan mencari ibumu."

Seketika wajah Anisa pun memerah.

Melihat anaknya yang ditindas, Maya maju dan membela Anisa. "Kalaupun memang diusir, bukan hakmu mentertawakan putriku!"

"Aku cuma tanya, nggak perlu marah-marah gitu. Lagian kamu nggak lihat ini rumah siapa? Kalau hebat pergi saja sana!" jawab bibinya Anisa.

Maya sangat kesal, tetapi dia tidak bisa melawan.

Setelah melihat sikap bibinya, hati Anisa terasa remuk. Selama ini Anisa mengira kalau ibunya hidup dengan baik di rumah pamannya. Walaupun tidak semewah Keluarga Kintara, setidaknya Maya tidak akan ditindas.

Namun tak disangka, ternyata hidup di rumah pamannya tak jauh berbeda ....

"Bu, sebaiknya Ibu pindah saja. Aku masih ada sedikit uang ...." Anisa tidak tahan melihat ibunya yang tertindas.

Maya mengangguk. "Em, Ibu bereskan barang dan pakaian Ibu dulu."

Sekitar setengah jam kemudian, Maya dan Anisa pergi dari rumah pamannya.

"Anisa, kamu nggak perlu khawatir, Ibu masih punya tabungan. Selama ini Ibu bertahan karena kondisi nenekmu yang sering sakit-sakitan, aku harus menjaga nenekmu. Kalau bukan karena nenekmu, aku sudah pindah sejak lama," kata Maya sambil tersenyum.

Tatapan Anisa terlihat muram. Dia berpikir sebentar, lalu berkata, "Sebenarnya Bibi nggak salah. Dua hari lagi aku akan Theo akan bercerai."

Awalnya Maya terkejut, tetapi dia bergegas menghibur putrinya. "Nggak masalah. Lagi pula kamu belum lulus kuliah, bercerai tidak buruk."

"Em. Bu, setelah bercerai aku akan pindah dan tinggal bersama Ibu." Anisa bersandar di pundak Maya. Dia belum siap memberi tahu Maya mengenai kehamilannya.

Jika Anisa membahasnya sekarang, Maya pasti khawatir.

Hari sudah malam, Anisa pun kembali ke rumahnya Theo.

"Nona, kamu sudah malam? Aku panaskan makanannya, ya? Oh iya, aku sudah membelikan pembalut." Anisa terkejut melihat Bibi Wina yang tiba-tiba muncul.

"Terima kasih, aku sudah makan. Kok sepi banget? Dia lagi nggak ada di rumah?" tanya Anisa.

"Tuan masih belum pulang. Dokter sudah menyuruhnya istirahat, tapi Tuan tidak mau dengar. Tuan selalu mempunyai pemikiran sendiri dan keras kepala." Bibi Wina menghela napas.

Anisa hanya mengangguk. Setelah berinteraksi selama beberapa waktu ini, Anisa sudah bisa menilai kepribadian Theo. Theo adalah orang yang susah diatur, kejam, dan mengerikan.

Sejak Theo sadarkan diri, Anisa telah kehilangan semua rasa simpatinya.

Malam Anisa sangat gelisah, dia tidak bisa tidur karena sedang memikirkan kandungannya. Berbeda dengan saat di rumah sakit, saat ini dia merasa cemas dan frustasi.

Waktu terasa berjalan sangat lambat ....

Keesokan pagi, Anisa tidak sarapan karena tidak mau bertemu dengan Theo.

Pada pukul 9.30 Bibi Wina datang memanggil Anisa, "Nona, Tuan sudah pergi. Ayo, sarapan."

Anisa tersipu malu, ternyata Bibi Wina mengetahui sisi pikirannya.

Setelah sarapan, salah seorang senior Anisa di kampus meneleponnya. Senior ini ingin meminta tolong Anisa untuk menerjemahkan sebuah dokumen.

"Anisa ... aku tahu kamu lagi sibuk menulis skripsi, tapi dokumen ini nggak susah, kok! Harganya lumayan tinggi, klien minta diselesaikan sebelum jam 12 siang."

Anisa sedang membutuhkan uang, dia pun menerima tawaran tersebut.

Pada pukul 11.30 Anisa sudah selesai menerjemahkan semua, lalu memeriksa dua kali untuk memastikan tidak ada kesalahan dan hendak mengirimkan dokumen tersebut kepada para seniornya.

Namun tiba-tiba laptop Anisa berkedip dua kali dan mati.

Anisa terkejut melihat layar hitam yang ada di hadapannya. Laptop, laptopnya mati?

Untung Anisa sempat menyimpan hasil terjemahannya di USB. Dia menarik USB-nya, lalu bergegas menemui Bibi Wina untuk meminjam laptop. Sebentar lagi jam 12, Anisa harus segera mengirimkan dokumennya.

"Bibi Wina, laptopku bermasalah. Aku lagi ada kerjaan penting, apakah di rumah ada laptop yang tidak terpakai? Aku mau pinjam sebentar saja," tanya Anisa.

"Ada, tapi punya Tuan Theo ...," jawab Bibi Wina.

Anisa terkejut, mana mungkin dia berani menyentuh barang Theo?

"Cuma sebentar, 'kan?" Bibi Wina tidak tega melihat ekspresi Anisa yang tampak cemas. "Walaupun Tuan galak, Beliau orang yang cukup pengertian. Nona lagi ada kerjaan penting, harusnya Tuan tidak akan memarahi Nona."

Anisa melihat jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul 11.50.

Ruang kerja Theo berada di lantai 2. Selain pelayan, tidak ada yang berani memasuki ruangan tersebut.

Anisa takut ketahuan Theo, tetapi dia juga harus segera mengirimkan hasil kerjaannya. Saat ini Anisa sangat membutuhkan uang.

Kalau dipikir-pikir, aborsi juga membutuhkan uang yang banyak. Janin ini bukan hanya anak Anisa, tetapi juga anaknya Theo.

Harusnya tidak ada salah meminjam laptop Theo sebentar.

Akhirnya Anisa beranjak ke lantai 2, lalu beranjak masuk ke dalam ruang kerja dan membuka laptopnya.

Anisa menyalakan laptop sambil berpikir bagaimana kalau laptopnya memerlukan kata sandi?
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 884

    Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 883

    "Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 882

    Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 881

    "Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 880

    Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 879

    Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status