“Demitri! Kau kenapa lagi kali ini?!” tukas Gerald panik melihat anak lelaki dari Gladys dan Henry babak belur pulang sekolah.Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Demitri mengulangi keluhan yang sama. “Paman, kenapa aku harus sekolah di sana sih?! Mereka itu nggak suka denganku!”“Dem, kalau kau berusaha, mereka pasti melihat hatimu!”“Persetan dengan itu, Paman!” raung Demitri frustrasi. Ia berlari ke kamarnya sambil berteriak lagi, “Aku tidak mau masuk sekolah besok!”Di saat bersamaan, sebuah mobil yang dikenal Gerald, berhenti di depan rumahnya. Ia pun panik. Mobil itu adalah mobil yang dibelikan Henry untuk Gladys dan Demitri.Namun, beberapa bulan lalu Gladys menghilang. Ia hanya menuliskan pesan singkat di secarik kertas agar Gerald mau menampung Demitri sementara waktu.Jadi, kalau mobil itu ada di depan rumahnya sekarang, hanya ada 1 orang yang pegang kunci kedua.Henry Lou.Benar saja. Sahabat karibnya itu turun dengan tergesa dan meneriaki nama Gerald. “Di mana Gladys dan pu
“Bulan depan kau menikah dengan Hilde! Kamu dengan Mama, Henry?!”Henry muda, yang masih berusia 30 tahun itu tak menjawab Verschane—ibunya. Ia berdiri dengan kesal dan pergi begitu saja. Kepalanya penuh dengan dua kalimat yang saling beradu. Ucapan sang ibu dan pemberitahuan dari Gladys—sekretaris sekaligus wanita yang dicintai Henry.“Aku hamil, Hen!” Itu yang dikatakan Gladys 4 bulan lalu. Wajah wanita yang masih menjabat sebagai sekretaris utama Henry itu begitu bahagia. Dan sekarang, Henry harus menelan pil pahit dengan melepaskan Gladys untuk menikahi wanita pilihan ibunya. Demi melindungi Gladys dari sang ibu. Garis keturunan Verschane mengandung darah anggota mafia terkenal di dunia bawah. Dia bisa melenyapkan orang tanpa dunia tahu. “Aku harus berhati-hati,” gumam Henry gugup. "Kalau Mama tahu, dia pasti melenyapkan Gladys."Ia berjalan menuju kamar pribadi lalu menutup pintu dibelakangnya dan segera menghubungi Gladys. Tak sampai 2 detik, suara riang sang pujaan hati te
Hai! Aku kembali!Sambil menunggu ide untuk buku baru, kupikir ada baiknya menambahkan detail cerita ruwet yang terjadi antara Henry Lou dan Demitri Sharone Lou.Anak angkat yang bukan anak angkat. Buat kalian yang penasaran, ditunggu ya beberapa bab selanjutnya ^_^Salam,Romero Un.
Tak lama setelah mengirim pesan mengenai kelahiran putranya, Max sudah mendapati dua pria tua itu di depan kaca ruang bayi. Max terkekeh geli. “Kalau sudah datang itu, kabari aku, Dad, Grandpa, Papa, Kakek!” Keempat lelaki tua itu menoleh dan tersenyum lebar. “Max! Gemas sekali putramu, Nak!” Netra Mozart sudah berair. Kayleon adalah cucu pertamanya. Pertama kali lagi, setelah kelahiran Lian, ia akan menggendong bayi mungil. Raymond mengangguk setuju. “Aku bisa lihat hidungnya mancung seperti Bebby. Tapi rambutnya sepertimu, Max!” “Sudah jelas! Keturunan keluarga Lou tidak pernah mengecewakan!” tukas Henry dengan bangganya. Kali ini Mozart tak berusaha membantah. Memang semua keluarga Lou tidak ada yang kecantikan dan ketampanannya di bawah rata-rata. Semua keturunannya berwajah sekelas model dunia. Termasuk Max dan Lian. “Ya, ya, ya. Terima kasih untuk gen kalian, Pa!” kekeh Mozart dengan tatapan yang melekat pada bayi mungil di dalam ruang kaca itu. “Lalu kapan aku bisa
“Bos, saya dan Tuan Demitri sudah mengurus media online yang mengunggah berita itu.” Lucas menjelaskan begitu Max tiba di mansion Mediterranean. “Apa perlu konferensi pers?”Sepanjang perjalanan, Max sudah menimbang hal ini. Keputusannya adalah diam. “Abaikan saja. Kalau mereka masih menyebarkan semua itu, biar saja. Jangan diurus lagi.”Dahi Luca berkerut. “Nggak mungkin, Bos. Ini menyangkut posisi Anda sebagai CEO Louvz pusat juga.”“Ini bukan kasus seperti korupsi.” Max menjelaskan. “Jadi, mau menjelaskan bagaimanapun, publik hanya ingin mendengar apa yang mereka dengar. Yang penting buatku, Bebby sudah paham masalahnya dan tidak termakan gosip.”Lucas sedikit tak setuju dengan keputusan Max. Semua ini pasti berdampak pada image perusahaan. “Tapi Bos, apa nggak bisa memberikan pernyataan bahwa Anda tidak berselingkuh?”Max mengangkat dua alis matanya. “Fine. Kalau menurutmu publik akan puas dengan pernyataan seperti itu. Aku akan buat video saja.”Lucas mengangguk. Setidaknya, ada
“Sembarangan!” tukas Marcel. “Mana bisa CEO pusat ikutan main?! Max sudah bakal sibuk sama posisi barunya.”Max tak menggubris. Ia tak ada niat untuk unjuk skill bermain e-sport, tapi kalau memang tidak ada pilihan, ia akan coba berdiskusi dengan sang kakek.Melihat Ivanna masih menunduk di tempatnya, Max pun mendatangi gadis itu. “Iv, kau sehat?”Ditanya begitu, tangis Ivanna pecah. Ia melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Max sambil meminta maaf karena sudah membuat masalah.“Guys, kita mesti empati sama kondisi Ivanna,” tukas Max yang prihatin karena Ivanna malah kena damprat Gunawan.“Max, kalau dia dipaksa ngelakuin itu juga kita bakal empati.” Kali ini Billy angkat bicara. “Masalahnya, dia ini yang cari masalah. Bawa pacarnya terus ke apartemen.”Max ternganga. Ia memberikan apartemen bekas Bebby pada Ivanna, dengan tujuan membantunya.“Dia kebablasan, Max.” Dhanny menambahkan.Max pun hanya bisa bergumam, “Ah … begitu.”Tadinya, Max agak kesal dengan cara Gunawan memarahi Ivann