Home / Historical / Bara Dendam Sang Prabu Boko / Bab 151: Dendam Sanditaraparan

Share

Bab 151: Dendam Sanditaraparan

Author: Alexa Ayang
last update Last Updated: 2025-12-04 20:38:11

Rintihan panjang nan pilu mengiris keheningan malam yang menggantung berat di sekitar aliran Sungai Kedung Pedhut. Sosok Sriti—yang selama ini dikenal sebagai Sanditaraparan—terhuyung, tubuhnya menggeliat kesakitan, berusaha merangkak susah payah. Setiap gerakan kecil adalah perjuangan monumental bagi jiwanya yang terbakar, dan otot-ototnya terasa tercabik. Air dingin sungai, yang sesaat tadi memeluknya, kini terasa membakar setiap inci kulitnya yang memerah, seolah air itu adalah nyala api yang tiada henti menyiksanya. Tangan-tangannya mencengkeram kuat tanah tepian yang berlumpur, berupaya menarik dirinya menjauh dari aliran air yang deras dan kejam itu, sebuah perjuangan putus asa melawan kekuatan alam dan rasa sakit. Di atasnya, siluet Rastiwi dan Parwati yang tampak tegang bergegas menolong, mencengkeram lengan Sriti dengan kekuatan penuh, menariknya keluar dari jengkalan sungai. Mereka merasakan kehangatan abnormal dari tubuh pemimpin mereka, sebuah indikasi parahnya cedera yang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 196: Rahasia di Balik Lorong Walaing

    Di puncak sebuah perbukitan yang sunyi, jauh dari deru kaki kuda pasukan Kunara Sancaka yang tengah mempersiapkan diri, tiga sosok berdiri tegak, mengamati pergerakan debu yang membumbung tinggi dari arah Walaing. Udara pagi yang sejuk membawa serta gemuruh samar dari aktivitas di kejauhan, sebuah simfoni pertanda prahara yang akan segera tiba. Wiku Amasu, dengan tasbih kayunya yang berputar pelan di antara jari-jemarinya, dan Rahastya, berdiri dengan kecemasan yang terpahat jelas di wajah mereka, mata mereka tak lepas dari kaki langit di kejauhan. Sebuah kegelisahan merayapi sanubari mereka, menyadari bahwa ketenangan semu Medang Raya akan segera terkoyak."Persatuan antara Mahamentri I Hino Pramodhawardhani dan Rakai Pikatan seharusnya menjadi berkah agung bagi Medang, fondasi kemapanan dan kesejahteraan yang diidamkan," bisik Wiku Amasu, suaranya mengandung nada kesedihan yang dalam, sambil terus memutar tasbihnya. "Namun, takhta yang stabil justru mengundang badai kecemburuan dan

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 195 Sumpah Penjaga Bayangan

    Angin timur yang berhembus kencang melibas wilayah Walaing, menyerakkan debu merah yang tak henti menari-nari di atas barak-barak militer yang membentang luas. Suasana di pusat mobilisasi pasukan itu terasa mencekam, diiringi derap langkah ribuan prajurit Kunara Sancaka yang takzim menyiapkan diri untuk tujuan yang jelas. Di bawah panji-panji perang yang berkibar gagah, kekuatan besar mulai dimusatkan, membentuk formasi ofensif yang mengancam kedaulatan wilayah lain. Patapan, sebuah wilayah strategis yang kini berada dalam genggaman Rakai Pikatan, telah ditetapkan sebagai target serangan utama. Genderang perang yang perlahan dikumandangkan bagai guntur jauh di cakrawala, memancarkan aura kegelisahan yang menyelimuti setiap sudut kemah, sebuah pertanda buruk akan pertumpahan darah yang akan datang.Namun, di tengah hiruk-pikuk persiapan yang masif itu, sebuah ketegangan hebat justru terjalin di dalam kemah komando pusat, jauh dari deru pedang dan pekik mobilisasi yang memekakkan teling

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 194: Luka di Giri Watangan

    Kekecewaan yang mendarah daging dalam jiwa Mpu Kumbhayoni telah mencapai puncaknya. Kesuksesan Rakai Panukuh di Patapan bukan hanya sekadar pencapaian bagi putranya, melainkan sebuah pukulan telak yang menghempas seluruh benteng ambisi Sanjaya yang telah ia bangun dengan cucuran darah dan linangan air mata selama bertahun-tahun.Rasa dikhianati mencabik-cabik kalbunya, menghanguskan harapannya pada warisan yang pernah ia impikan. Namun, alih-alih melampiaskan amarahnya pada Panukuh yang kini telah menjelma menjadi seorang penguasa dengan kekuatan dan wibawanya sendiri, sang Mpu justru mengarahkan badai emosinya kepada sosok yang paling setia dan dekat dalam kehidupannya: Dyah Ayu Manohara. Sebuah pilihan yang keji, namun terasa sejalan dengan kegelisahan hati yang tengah melanda dirinya.Di pendapa agung Giri Watangan, di hadapan pandangan tajam para abdi dalem dan pengawal yang berjajar rapi, Mpu Kumbhayoni dengan sengaja memerankan sandiwara kemesraan yang melampaui batas bersama Ta

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 193: Sang Penguasa Patapan

    Langit di atas Patapan beranjak keemasan seiring matahari yang mulai merangkak naik, menaburkan sinarnya yang hangat pada bebatuan purba candi dan padma. Sebuah energi baru menyelimuti pusat pemerintahan Medang tersebut, memercikkan gairah yang tidak tercium dalam dekade terakhir.Panji-panji yang megah, menampilkan perpaduan lambang Siwa-Waisnawa yang kini menjadi penanda persatuan Dharmayuga, berkibar gagah diterpa angin pagi, melambangkan era baru di bawah naungan dinasti yang sedang tumbuh. Para abdi istana, prajurit, dan seniman berjejak sigap, mempersiapkan rangkaian acara formal yang akan segera dimulai—penobatan seremonial bagi sosok yang akan menjadi fondasi kekuatan Medang di wilayah tengah.Di bangsal utama Balai Mandala Patapan, yang kini diperkaya dengan sentuhan seni Sambhara Budura, Mpu Panukuh berdiri tegak di ambang jendela besar. Cahaya fajar membalut siluetnya, menambah aura keagungan pada postur tegapnya. Gelar ‘Mpu’ yang sebelumnya disandangnya sebagai gelar kehor

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 192: Sumpah di Temu Ireng

    Senja beranjak meninggalkan Wanua Temu Ireng dalam kesunyian yang mencekam, seolah semesta menahan napas menyaksikan duka dan harapan yang kini terajut. Cahaya remang-remang dari obor di sekitar pelataran menari di antara pepohonan rimba, menerangi wajah Mayang Salewang yang kini tampak lebih tegas dari sebelumnya, meskipun masih berbayang kepedihan mendalam. Perlahan, ia melepaskan pelukannya dari Gagak Rukma, perpisahan fisik yang melambangkan kembalinya kesadaran atas tugas-tugas yang menanti. Mata wanita itu menatap Rukma, lekat dan sarat makna, menampilkan perpaduan amarah yang terpendam dan resolusi yang baru ditemukan. Aura dingin malam seolah menyelimuti mereka berdua, menjadikan setiap bisikan terasa sakral.“Rukma, ada hal busuk yang harus kau ketahui,” bisik Mayang, suaranya parau namun memancarkan determinasi yang mengeras. Ia melayangkan pandang ke kegelapan hutan di sekeliling mereka, seolah ancaman itu kini telah merayap dari bayang-bayang masa lalu

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 191 Kembalinya Sang Tumenggung

    Hutan di sekitar Wanua Temu Ireng, Giri Sekar, berselimut kabut tipis saat senja mulai turun. Di tempat tersembunyi inilah Mayang Salewang memilih menepi, menyadari Pangeran Balaputeradewa tidak akan berdiam diri dan sedang bergerak menuju Song Ranu. Guna melindungi dirinya dan putranya, Gardika Raja, ia harus menghilang ke dalam pelukan alam yang lebih sunyi dan tidak terjamah intrik istana. Gardika Raja, dengan segala keluguan anak-anaknya, bermain riang dengan ranting pohon di samping Mayang, tak acuh akan beban yang ibunya pikul.Saat sedang mengawasi Gardika Raja, pendengaran tajam Mayang menangkap gesekan langkah kaki di atas dedaunan kering, sebuah suara asing yang memecah keheningan. Ia segera waspada, tangannya bergerak sigap meraba gagang cundrik yang terselip rapi di balik pinggangnya, seolah telah siap menghadapi bahaya. Sosok itu perlahan muncul dari balik rimbunnya pepohonan yang gelap. Mayang menahan napas, jantungnya seakan berhenti berdetak. Pria itu mengenakan pakaia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status