Home / Historical / Bara Dendam Sang Prabu Boko / Bab 35 Bara Dendam Para Pelarian

Share

Bab 35 Bara Dendam Para Pelarian

Author: Alexa Ayang
last update Last Updated: 2025-10-11 00:10:06

Wanua Poh Suruh tersembunyi jauh di balik batas hutan, sebuah noktah sunyi yang seolah tak tersentuh peradaban. Di sana, di antara rerimbunan pepohonan dan semak belukar yang belum terjamah, Mpu Kumbhayoni dan ketiga abdinya, Wiyuh Mega, Laturana, serta Megarana, mendirikan pondok sederhana. Dindingnya teranyam dari daun rumbia yang baru ditebang, atapnya ditopang bilah-bilah bambu muda yang diikat erat.

Dinginnya malam mulai menggigit, menembus lapisan kain, seiring kegelapan merayap menggantikan semburat senja. Di dalam pondok, suasana membeku, sarat dengan kesedihan yang tak terucapkan, laksana bejana penuh kenangan pahit yang takkan pernah kosong. Mpu Kumbhayoni mencoba menyalakan api perapian, menerangi sebagian kecil sudut gelap yang kini menjadi perlindungan sementara mereka.

"Mari, Pangeran Talang Wisang," suara Mpu Kumbhayoni memecah keheningan, sarat kelembutan. Ia menyodorkan sesendok bubur nasi hangat ke bibir sang bocah, "Makanlah kiranya seteguk makanan ini, biarlah meng
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 92: Perjalanan ke Poh Gading dan Filosofi Wiku

    Kegelapan malam menyelimuti hutan rimba yang pekat, menelan segala bentuk dan bayangan, hanya menyisakan kepekatan yang nyaris absolut. Di bawah selubung hitam nan misterius ini, sebuah rombongan kecil namun teramat berharga menembus belantara dengan langkah-langkah senyap, waspada terhadap setiap bunyi ranting patah atau gemerisik daun yang tak lazim. Mereka dipimpin oleh dua sosok Wiku: Rahastya yang tenang dan Amasu yang sigap, sementara Laturana senantiasa mengikuti di barisan belakang, siap siaga.Di tengah-tengah mereka, Dyah Ayu Manohara melangkah dengan tegar, menggenggam tangan Mpu Panukuh, putranya yang masih kecil. Pangeran Talang Wisang berjalan berdekatan dengan mereka, sementara Wulung Mahesa Seta dan Sekar Wangi, putra-putri Tumenggung Sanjaya, menuruti langkah rombongan dengan penuh kehati-hatian. Perjalanan ini amat sulit; mereka harus melewati semak belukar yang berduri, tanah licin bekas hujan, dan terkadang melintasi sungai dangkal yang arusnya cukup deras. Dinginn

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 91 Kegelisahan Sang Rakai

    Watak Panaraban terasa seperti memegang bom waktu yang sebentar lagi meledak. Suasana mencekam menyelimuti setiap sudut benteng batu itu, diselimuti aroma tanah basah dan ketegangan yang kian mengental. Rakai Panaraban sendiri, di ruang utamanya, mondar-mandir seperti harimau lapar yang terjebak dalam sangkar emas. Pikirannya kalut. Mpu Kumbayoni yang dia kenal adalah seorang pemberontak? Dan parahnya lagi, Raja sampai memerintahkan pembumihangusan Panaraban? Ini mimpi buruk."Diajeng," suara Rakai Panaraban berat, pecah dalam ketegangan yang menumpuk di dadanya. Matanya menatap Dyah Ayu Manohara yang berdiri tegar, walau samar terbayang gurat kecemasan di wajahnya. "Aku harus berjuang, ini tanah kita. Tapi kau, kau dan anak-anak... harus selamat. Nggak peduli apapun caranya."Dyah Ayu Manohara meraih tangan suaminya, genggaman yang terasa kuat sekaligus rapuh. "Jangan bicara begitu, Kangmas. Kita akan hadapi ini bersama."Rakai Panaraban menggeleng pelan. "Ini bukan lagi soal 'bersam

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 90: Deliberasi di Bilik Perang dan Jeda yang Disengaja

    Di Keraton Medang, inti dari kekuasaan Wangsa Syailendra, suasana bilik perang terasa seberat palu godam, kelam, dan penuh dengan tekanan yang membeku di setiap sudut. Dinding batu tebal yang biasanya meneduhkan kini terasa memenjarakan, menyimpan aura perintah keras dan potensi kehancuran. Di tengah meja peta yang dipenuhi gulungan-gulungan wilayah kekuasaan Mataram, Panglima Besar Kunara Sancaka memimpin rapat, sorot matanya yang tajam mengawasi setiap wajah di hadapannya.Ia didampingi oleh Panglima Kavaleri Cangak Sabrang, seorang prajurit gagah dengan pandangan membara, yang seolah siap menghempas segala rintangan. Di sisi meja, duduklah Panglima Dandang Wilis dan Panglima Jentra Kenanga. Mereka berempat adalah pilar kekuatan militer Wangsa Syailendra yang kokoh, para ujung tombak kerajaan yang memegang kunci nasib ribuan prajurit dan, kini, seluruh wangsa lawan.Kunara Sancaka menggebrak pelan meja, suaranya berat dan mengikis, "Titah Maharaja Samarattungga sudah jelas. Sebuah m

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 89: Konsolidasi Senyap dan Misi Penyelamatan Keturunan Sanjaya

    Setelah meninggalkan Pangurakan, suasana yang menyelimuti para Panglima utama Medang kental dengan ketegangan yang menyesakkan, membebani setiap langkah mereka di bawah naungan Kerajaan Medang yang kini dikuasai oleh Wangsa Syailendra. Udara yang mereka hirup terasa berat, sarat akan beban dekrit berdarah dari Maharaja Samarattungga. Sebagai seorang Syailendra yang kokoh, Maharaja Samarattungga telah memerintahkan untuk membumihanguskan seluruh keturunan Wangsa Sanjaya, sebuah tindakan kejam yang dimaksudkan untuk sepenuhnya melegitimasi kekuasaan Syailendra di atas sisa-sisa jejak Mataram Kuno.Di antara mereka yang memikul beban konflik batin yang dahsyat ini adalah Panglima Jentra Kenanga, Tumenggung Gagak Rukma, dua Biksu agung bernama Wiku Amasu dan Wiku Rahastya, serta yang terpenting, Guru Sasodara. Beliau adalah Samgat Agung, seorang Wiku terkemuka dari Wangsa Syailendra, yang secara darah adalah paman bagi Sri Kahulunan dan Balaputeradewa – penerus takhta Syailendra yang seha

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 88: Pelarian, Pengakuan, dan Prediksi Kehancuran

    Keheningan yang mencekam di Alun-Alun Pangurakan, yang sebelumnya mengikat ribuan pasang mata dalam penantian cemas, sontak buyar oleh intonasi perintah yang lantang dan tak terbantahkan. Adalah Tumenggung Alap-alap, seorang pejabat tinggi yang mengemban kehormatan atas warisan leluhur Sanjaya yang agung, yang menjadi motor penggerak aksi ini. Dengan gestur yang tegas namun penuh kehati-hatian, ia segera menginstruksikan prajurit-prajurit Sanditaraparan untuk melepaskan belenggu dari pergelangan tangan Mpu Rahagi dan wanita di sisinya, Srigunting, simbol kemurahan hati yang tak terduga dalam drama pelik ini.Sementara sorot mata tertuju pada adegan pembebasan tersebut, sebuah pergerakan diskret nan strategis terjadi di garis belakang Pasukan Elite Sanditaraparan. Empat ekor kuda pilihan, dengan bulu berkilauan dan tenaga yang masih prima, secara tiba-tiba muncul dari antara kerumunan prajurit, seolah menjadi bagian dari bayangan yang tak terjangkau.Kehadiran kuda-kuda ini adalah isya

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 87: Pengkhianatan Mayang dan Dampak Ajian Gendam Lali Jiwa

    Hawa di Pangurakan, tempat kompleks istana sementara Medang berdiri agung, tiba-tiba menipis, diwarnai keheningan pekat yang mematikan. Cahaya obor dan bulan yang sebelumnya menari-nari, kini tampak membeku di tengah ketegangan yang menyelimuti segenap yang hadir. Para prajurit berjaga dan para pembesar kerajaan yang tadinya berdiskusi santai, kini terpaku, mematung bagai arca. Napas tertahan di setiap kerongkongan, menyaksikan drama pengkhianatan yang tak pernah terbayangkan akan terjadi di jantung kerajaan.Mayang Salewang, yang selama ini dikenal sebagai Madu Jingga, Permaisuri muda Pangeran, berdiri dengan sikap teguh, tak ada sedikit pun keraguan di raut wajahnya. Ia perlahan namun pasti menggiring Mahamentri I Halu Pangeran Balaputeradewa mundur. Cundrik mungil namun mematikan di tangannya menempel erat di tenggorokan Pangeran, mengancam urat nadinya dengan setiap gerakannya. Sorot matanya tajam, memancarkan determinasi baja yang menyembunyikan badai emosi yang berkecamuk dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status