Home / Romansa / Batal Di Madu / 07. Pikiran Kacau

Share

07. Pikiran Kacau

last update Last Updated: 2024-01-15 11:06:54

Mereka saling berpagut mesra. Vina begitu liar saat ini tapi semenjak Viona pergi bersama pria lain membuatnya cemburu dan penasaran. Biasanya dia tidak peduli tapi kali ini dia harus berhati-hati karena pria yang ditemuinya itu adalah orang yang dia kenal.

 

Raga tidak memedulikan Vina yang berusaha membangkitkan gairahnya. “Vin, stop saya masih banyak pekerjaan!” bentaknya seketika membuat Vina terkejut dan menghentikan aksinya.

 

“Ada apa Sayang, biasanya kamu menikmatinya?”

 

Raga kembali menutup kedua matanya dan menghela napas panjang. “Bisakah kamu turun dari pangkuan saya dulu?” Raga begitu tidak nyaman dan terlihat sangat kesal. Vina kembali berusaha mencumbu wajah tampan itu tapi lagi-lagi Raga menolaknya.

 

Mau tak mau Vina turun dari pangkuan Raga dan ikut mendekus kesal. “Kenapa sih Yang, kamu berubah banget? Apa kamu ada wanita lain yang lebih seksi dan cantik sudah menggodamu?” tanyanya kesal.

 

“Tidak ada, hanya saja banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, tolong mengertilah, Sayang.”

 

“Baiklah, tapi kamu sudah janji kan akan menikahi aku? Pokoknya dalam tahun ini jika tidak siap-siap saja kamu melihat mayatku,” ancam Vina dengan sorotan mata tajam ke arah Raga.

 

“Sayang, apakah selama ini pernah mengecewakan kamu? Enggak kan?”

 

“Iya sih tapi jika kalian memang tidak bercerai maka aku siap untuk di madu, enggak masalah yang penting aku bisa selalu bersamamu, Sayang dan ini. Di sini ada anak kita kamu tidak ingin kan anak ini lahir tanpa ayah dan jika kamu sampai mengubah keputusan kamu maka aku akan bertindak nekat, kamu paham kan maksudku, Sayang?”

 

Raga kembali  mencium bibir Vina sekilas agar Vina tidak marah lagi meskipun sekarang tampak berbeda dia rasakan.

 

“Sekarang kamu bisa pergi sekarang nanti malam saya akan datang menghabiskan malam berdua dengan kamu, siapkan saja yang menurutmu bisa menyenangkan hati saya, kamu sanggup?” pintanya berbisik ditelinga Vina.

 

“Oke, aku pulang dan mempersiapkan segalanya, aku tunggu ya Sayang.” Vina kembali mendaratkan ciuman di pipi Raga dan pria tampan itu tersenyum yang terpaksa.  Setelah kepergian Vina buru-buru Raga ke kamar mandi dan membersihkan wajah dan bibirnya yang disentuh oleh Vina dengan kasar. Entah kenapa sekarang dia tidak suka dicium lagi oleh Vina padahal setiap hari dia selalu bertemu dengannya.

 

“Ada apa denganku ini? Kenapa aku sangat cemburu jika Viona dekat dengan pria lai? Bukan pria lain tapi musuh bebuyutanku dan sekarang dia sudah kembali dan ini sangat tidak baik. Bisa saja dia sengaja mendekati Viona bukan karena suka tetapi untuk mempermalukan aku. Apa sih keistimewaan wanita itu? Tidak terlihat cantik sama sekali apalagi penampilannya sangat membosankan,” rutuk Raga kesal.

 

Setelah selesai membersihkan wajah, Raga kembali ke kursi kebesarannya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar.

 

“Permisi Pak!”

 

“Ya silakan masuk!” Tampak seorang wanita paru baya dan satu wanita muda yang tak lain adalah Bu Mila dan Santi yang menghadap untuk memberikan laporan. Bu Mila sengaja mengantarkan Santi menemui Raga untuk memastikan apakah anak baru itu terkena amarah dari bos besarnya itu.

 

Santi melihat untuk pertama kali wajah bos arogan itu. Dingin tapi tampan itulah yang ada di benaknya. “Turunkan pandanganmu jangan sekali-kali untuk bisa menggodanya karena dia sudah menikah, kamu mengerti?” ancam Bu Mila seketika sedikit berbisik di telinga Santi.

 

“I—iya Bu,” jawabnya  pelan dan mengangguk.”

 

“Apakah kalian akan terus berbisik seperti itu dan saya tidak ada waktu untuk kalian menggosip di ruangan saya!” bentak Raga mengagetkan mereka berdua.

 

“Maaf Pak Raga saya hanya mengingatkan Santi karyawan baru dan ini laporan yang Bapak minta,” sahut Bu Mila memberikan sebuah map plastik berwarna biru muda ke meja Raga.

 

“Kamu sudah memeriksa laporan ini atau tidak Bu Mila?” tanya Raga sambil membuka map itu dan membacanya.

 

Wajah Bu Mila bingung karena dia sama sekali tidak memeriksanya, bahkan wanita paru baya itu hanya menyuruh menyelesaikan sendiri kepada Santi yang belum mengerti cara menyusun laporan.

 

“Jus—justru itu Pak Raga, saya sudah berkali-kali memberitahukan anak ini untuk konsentrasi mengerjakan laporan tapi dia selalu mengabaikan setiap apa yang saya beritahu dan terus terang saya sudah capek untuk mengajari anak ini. Sudah sepuluh bulan tapi enggak ada kemajuan sama sekali. Kalau hanya modal cantik tapi otak kosong mending menikah saja urus suami dan keluarga aja di rumah enggak usah kerja di perusahaan besar,” celetuk Bu Mila tanpa sadar merendahkan karyawan baru di depan Raga.

 

“Intinya saja Bu Mila, apakah Bu Mila sudah memeriksa laporan ini atau belum?” tanya Raga semakin ketus.

 

“Be—belum Pak, karena sudah saya pastikan kalau Santi tidak bisa bekerja di sini, dan saya harap segera memecat karyawan ini,” sahut Bu Mila tanpa ragu.

 

“Bu Mila sudah bekerja di sini sudah berapa lama?”

 

“Ya sudah hampir lima belas tahun Pak, dan saya sangat berdedikasi untuk perusahaan ini. Pak Seno juga sangat memuji kinerja saya,” pujinya pada diri sendiri.

 

“Bu Mila bisakah Anda pergi dari sini, saya ingin bicara dengan Santi berdua saja.” Bu Mila terkejut dengan permintaan bosnya itu.  Wanita paru baya itu terdiam sesaat. “Apakah saya sendiri yang harus mengantarkan Bu Mila sampai keluar ruangan saya?” tanyanya lagi membuat Bu Mila gugup.

 

“Ba—baik Pak, saya permisi!” Wanita paru baya itu pun meninggalkan ruangan sambil menatap dingin ke arah Santi.

 

Katakan Santi apakah laporan ini kamu yang buat atau ada orang lain yang membantu kamu? Perlu kamu ketahui kalau saya tidak menyukai orang pembohong apalagi itu adalah karyawan saya sendiri. Saya lebih suka kejujuran,” jelas Raga sambil membuka berkali-kali laporan itu dan membacanya dengan teliti.  

 

Tampak Santi begitu ketakutan. Kaki dan tangannya sudah gemetaran. Air keringat sudah membasahi keningnya padahal ruangan Raga tidaklah panas. Santi masih berdiri kaku, tidak berani duduk sebelum atasannya itu menyuruhnya duduk.

 

“Duduklah, supaya kamu lebih rileks lagi menjawab pertanyaan saya,” titah Raga seketika. Santi pun bergegas duduk yang menghadap Raga. Rasanya sangat lelah berdiri apalagi kakinya sudah gemetaran.

 

“Ma—maaf Pak sebenarnya bukan saya yang mengerjakan laporan itu, tadi ada seorang wanita yang langsung berdiri di depan meja saya dan Mbak itu melihat laporan saya yang fatal dan memberikan masukan agar mencoba trik yang dia gunakan. Apakah ada yang salah Pak? Maaf Pak saya masih belajar tolong beri saya kesempatan lagi, saya butuh pekerjaan jika di posisi saya tidak bagus Bapak bisa menurunkan jabatan saya sebagai cleaning servis juga enggak apa-apa yang penting saya bisa kerja, saya butuh uang untuk bisa menghidupi keluarga saya” sahutnya mengiba.

 

“Jadi katakan siapa yang sudah membantu menyusun laporan ini karena tidak semua bisa mengerjakannya dengan mudah bahkan Bu Mila saja harus tiga kali merevisinya?” tanya Raga penasaran.

 

“Saya hanya tahu namanya Mbak Viona dan saat saya tanya dari divisi mana keburu Bu Mila datang dan mencoba mengusir mbak itu dengan kasar,” jawab Santi membuat Raga terkejut akan nama yang disebut olehnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Batal Di Madu   97. Akhir Perjalanan Cinta Raga

    Suasana sidang makin memanas. Semuanya saling menunjukkan bukti yang masih memberatkan Raga. Keluarga Subrata hanya diam dan menyimak saja. Begitu juga dengan Viona dan Raga bersikap tenang. Beberapa orang di sana memperhatikan mereka sehingga tak sedikit mereka berargumen kalau kejahatan Raga memang terbukti. Waktu terus berlalu hingga hampir satu jam. Dan saat putusan hukuman Raga ingin dibacakan tiba-tiba saja Clarissa berdiri dan meminta waktu untuk bisa berbicara. Semua orang terkejut tidak ada di agenda kalau Clarissa ikut bicara meskipun mereka hanya tahu kalau wanita paru baya itu adalah ibunya Rama yang sekarang di tahan. Untung saja hakim memperbolehkannya untuk maju dan masuk di ruang saksi. Dengan sedikit gugup Clarissa mulai angkat bicara. “Mungkin dari kalian hanya tahu kalau saya adalah ibu dari Rama Ardi Saputra Gunawan seorang pengusaha muda yang kini mendekam di penjara. “Rama dan saya masih ada hubungan keluarga dengan keluarga Subrata.”“Apa maksud Bu Clar

  • Batal Di Madu   96. Putusan Pengadilan

    “Kita berdoa saja yang terbaik, Pi . Kita berangkat sekarang? Vio sudah enggak sabar ingin bertemu dengan Mas Raga dan memberikan kejutan,” sahut Vio sangat bersemangat. “Oke, kita berangkat sekarang,” sahut Papi Seno dan berjalan keluar bersama yang lain. “Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah kuserahkan kepada-Mu semua masalah hatiku. Hamba percaya dan yakin semua akan kembali seperti semula. Keajaiban itu akan datang dan kami bisa bersama lagi. Jauhkan kami dari keserakahan dan ketamakan orang-orang yang mengalami kami. Engkau maha mengetahuinya. Aamiin.” Doa Viona sebelum dia masuk ke mobil bersama mertuanya. Dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai di pengadilan. Sudah banyak wartawan yang ingin mencari berita. Apalagi mereka mendengar kabar tentang hilangnya Viona beberapa hari ini yang telah disekap oleh Rama. Papi Seno tak mengizinkan Viona untuk bicara dengan banyak wartawan yang mengerumuninya. Untung saja masih ada beberapa anak buahnya yang masih setia men

  • Batal Di Madu   95. Pilihan

    “Kamu sudah sampai di rumah?”“Maaf Bos, kami belum bisa sampai di rumah Nyonya Clarissa. Ada tabrakan di tengah jalan dan kami terjebak di tengah jalan. Tidak bisa mundur karena banyak kendaraan lain juga.”“Bodoh, kenapa tidak cari jalan lain?” “Maaf Bos, tidak ada dan ...”“Brengsek. Kamu bisa kan cari jalan alternatif, kenapa harus lewat jalan itu? Cepat cari jalan lain, saya tidak peduli. Jika terjadi sesuatu dengan ibu saya kalian yang akan bertanggung jawab.”Rama langsung memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar kembali penjelasan anak buahnya itu dan kembali menatap Viona.“Semua tidak bisa diharapkan. Kenapa semakin berantakan sih? Aku hanya ingin bersama Viona! Kenapa semua tidak menyukainya?” kesal Rama dalam hati. Dia berjalan mondar mandir di kamar sembari sesekali mencoba menghubungi ibunya, tapi tetap saja nomor yang dituju sudah tidak diaktifkan lagi. “Ti—tidak aku tidak bisa meninggalkan Viona sendirian di rumah sakit. Mereka pasti akan membawanya pergi dar

  • Batal Di Madu   94. Sadar

    Viona berusaha untuk bangun dari tempat tidur tapi ternyata tubuhnya masih begitu lemah. Dia ingin melepaskan jarum suntik yang masih terpasang di tangannya. Namun, di saat itu juga sebuah tangan besar menghalanginya. Jantung Viona berdegup kencang saat melihat tangan laki-laki itu memegang jarum suntik yang ingin dilepaskan oleh Viona.Viona mendongkak dan benar saja tangan Rama yang telah memegangnya. “Apa yang kamu lakukan? Kamu ingin pergi dari sini?” tanya Rama dengan tatapan di dinginnya. Viona merasa tak berdaya, tak ada tenaga untuk bisa menghindar dari Rama. Hanya tatapan sayu dan ketakutan dari matanya. Rama bisa melihatnya sehingga tangannya pun berpindah perlahan. “Maaf, aku hanya ingin memastikan untuk tidak berbuat nekat dengan .. “Mas, a—aku mohon lepaskan aku!” Viona bersuara pelan dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.Rama semakin terpuruk melihat Viona yang begitu ketakutan sampai-sampai menitikkan air mata.“Vio, jangan menangis aku tidak

  • Batal Di Madu   93. Rumah Sakit

    Rayhan mengejar Rama yang melangkah cepat meninggalkannya. “Kamu sudah enggak waras, Rama!” teriaknya. Rayhan menarik paksa tangan Rama. “Aku enggak salah dengar ka?” Rayhan mengatur napasnya yang sedikit tersengal-sengal karena mengejar Rama.“Apakah aku pernah bercanda dengan perkataanku sendiri?” tanya balik Rama dengan wajah seriusnya .“Rama dengarkan aku sebentar. Viona sedang mengandung anak Raga. Mereka saling mencintai dan Viona hamil, Rama. Kamu sudah tahu apa yang aku maksud. Jangan mengulangi kesalahan lagi. Kamu sudah membuat Raga dipenjara dan sekarang kamu ingin mengambil hidup Viona? Aku sarankan, jangan kamu melakukan hal yang akan merugikan kamu nanti kedepannya,” nasihat Rayhan membuat Rama terdiam sejenak. Rama menghela napas panjang dan kemudian berkata, Apa kamu tidak ingin membantuku, Ray?” Rayhan menepuk bahu Rama. “Maaf, Bos, aku tidak ingin melakukannya lagi. Aku tidak ingin membuat Viona kehilangan janinnya. Dia berhak hidup dan aku tidak mau nasib aka

  • Batal Di Madu   92. Viona Hamil

    Viona semakin berontak tapi tubuhnya tak bisa mengalahkan kekuatan pria tampan itu. Namun, Viona tak ingin pasrah begitu saja saat wajah Rama begitu dekat dengannya. Pria itu menyeringai jahat. Viona begitu marah saat tubuhnya disentuh paksa oleh pria lain. Entah dari mana kekuatan itu sehingga tanpa keraguan berusaha membenturkan kepalanya dengan Rama sangat kuat. Rama kesakitan dan langsung merenggangkan dekapannya. Viona langsung menghindar meskipun kepalanya pun langsung terasa pening. Tak lama terlihat ada tetesan darah yang keluar dari kening Viona. Cairan merah pekat itu terus mengalir membuat wajah Viona merah. Bahkan jilbab dan pakaiannya pun sudah ternoda. Rama yang masih kesakitan menjadi panik saat melihat tetesan darah itu tetap mengalir. Rama kembali mendekati dan ingin mengobati luka itu tapi dengan cepat Viona menghentikannya. “Aku harus menghentikan darahnya,” khawatir Rama yang segera mencari kotak P3K di dalam kamar itu. Dengan tangan gemetar Rama membuka s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status