Mereka saling berpagut mesra. Vina begitu liar saat ini tapi semenjak Viona pergi bersama pria lain membuatnya cemburu dan penasaran. Biasanya dia tidak peduli tapi kali ini dia harus berhati-hati karena pria yang ditemuinya itu adalah orang yang dia kenal.
Raga tidak memedulikan Vina yang berusaha membangkitkan gairahnya. “Vin, stop saya masih banyak pekerjaan!” bentaknya seketika membuat Vina terkejut dan menghentikan aksinya. “Ada apa Sayang, biasanya kamu menikmatinya?” Raga kembali menutup kedua matanya dan menghela napas panjang. “Bisakah kamu turun dari pangkuan saya dulu?” Raga begitu tidak nyaman dan terlihat sangat kesal. Vina kembali berusaha mencumbu wajah tampan itu tapi lagi-lagi Raga menolaknya. Mau tak mau Vina turun dari pangkuan Raga dan ikut mendekus kesal. “Kenapa sih Yang, kamu berubah banget? Apa kamu ada wanita lain yang lebih seksi dan cantik sudah menggodamu?” tanyanya kesal. “Tidak ada, hanya saja banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, tolong mengertilah, Sayang.” “Baiklah, tapi kamu sudah janji kan akan menikahi aku? Pokoknya dalam tahun ini jika tidak siap-siap saja kamu melihat mayatku,” ancam Vina dengan sorotan mata tajam ke arah Raga. “Sayang, apakah selama ini pernah mengecewakan kamu? Enggak kan?” “Iya sih tapi jika kalian memang tidak bercerai maka aku siap untuk di madu, enggak masalah yang penting aku bisa selalu bersamamu, Sayang dan ini. Di sini ada anak kita kamu tidak ingin kan anak ini lahir tanpa ayah dan jika kamu sampai mengubah keputusan kamu maka aku akan bertindak nekat, kamu paham kan maksudku, Sayang?” Raga kembali mencium bibir Vina sekilas agar Vina tidak marah lagi meskipun sekarang tampak berbeda dia rasakan. “Sekarang kamu bisa pergi sekarang nanti malam saya akan datang menghabiskan malam berdua dengan kamu, siapkan saja yang menurutmu bisa menyenangkan hati saya, kamu sanggup?” pintanya berbisik ditelinga Vina. “Oke, aku pulang dan mempersiapkan segalanya, aku tunggu ya Sayang.” Vina kembali mendaratkan ciuman di pipi Raga dan pria tampan itu tersenyum yang terpaksa. Setelah kepergian Vina buru-buru Raga ke kamar mandi dan membersihkan wajah dan bibirnya yang disentuh oleh Vina dengan kasar. Entah kenapa sekarang dia tidak suka dicium lagi oleh Vina padahal setiap hari dia selalu bertemu dengannya. “Ada apa denganku ini? Kenapa aku sangat cemburu jika Viona dekat dengan pria lai? Bukan pria lain tapi musuh bebuyutanku dan sekarang dia sudah kembali dan ini sangat tidak baik. Bisa saja dia sengaja mendekati Viona bukan karena suka tetapi untuk mempermalukan aku. Apa sih keistimewaan wanita itu? Tidak terlihat cantik sama sekali apalagi penampilannya sangat membosankan,” rutuk Raga kesal. Setelah selesai membersihkan wajah, Raga kembali ke kursi kebesarannya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Permisi Pak!” “Ya silakan masuk!” Tampak seorang wanita paru baya dan satu wanita muda yang tak lain adalah Bu Mila dan Santi yang menghadap untuk memberikan laporan. Bu Mila sengaja mengantarkan Santi menemui Raga untuk memastikan apakah anak baru itu terkena amarah dari bos besarnya itu. Santi melihat untuk pertama kali wajah bos arogan itu. Dingin tapi tampan itulah yang ada di benaknya. “Turunkan pandanganmu jangan sekali-kali untuk bisa menggodanya karena dia sudah menikah, kamu mengerti?” ancam Bu Mila seketika sedikit berbisik di telinga Santi. “I—iya Bu,” jawabnya pelan dan mengangguk.” “Apakah kalian akan terus berbisik seperti itu dan saya tidak ada waktu untuk kalian menggosip di ruangan saya!” bentak Raga mengagetkan mereka berdua. “Maaf Pak Raga saya hanya mengingatkan Santi karyawan baru dan ini laporan yang Bapak minta,” sahut Bu Mila memberikan sebuah map plastik berwarna biru muda ke meja Raga. “Kamu sudah memeriksa laporan ini atau tidak Bu Mila?” tanya Raga sambil membuka map itu dan membacanya. Wajah Bu Mila bingung karena dia sama sekali tidak memeriksanya, bahkan wanita paru baya itu hanya menyuruh menyelesaikan sendiri kepada Santi yang belum mengerti cara menyusun laporan. “Jus—justru itu Pak Raga, saya sudah berkali-kali memberitahukan anak ini untuk konsentrasi mengerjakan laporan tapi dia selalu mengabaikan setiap apa yang saya beritahu dan terus terang saya sudah capek untuk mengajari anak ini. Sudah sepuluh bulan tapi enggak ada kemajuan sama sekali. Kalau hanya modal cantik tapi otak kosong mending menikah saja urus suami dan keluarga aja di rumah enggak usah kerja di perusahaan besar,” celetuk Bu Mila tanpa sadar merendahkan karyawan baru di depan Raga. “Intinya saja Bu Mila, apakah Bu Mila sudah memeriksa laporan ini atau belum?” tanya Raga semakin ketus. “Be—belum Pak, karena sudah saya pastikan kalau Santi tidak bisa bekerja di sini, dan saya harap segera memecat karyawan ini,” sahut Bu Mila tanpa ragu. “Bu Mila sudah bekerja di sini sudah berapa lama?” “Ya sudah hampir lima belas tahun Pak, dan saya sangat berdedikasi untuk perusahaan ini. Pak Seno juga sangat memuji kinerja saya,” pujinya pada diri sendiri. “Bu Mila bisakah Anda pergi dari sini, saya ingin bicara dengan Santi berdua saja.” Bu Mila terkejut dengan permintaan bosnya itu. Wanita paru baya itu terdiam sesaat. “Apakah saya sendiri yang harus mengantarkan Bu Mila sampai keluar ruangan saya?” tanyanya lagi membuat Bu Mila gugup. “Ba—baik Pak, saya permisi!” Wanita paru baya itu pun meninggalkan ruangan sambil menatap dingin ke arah Santi. Katakan Santi apakah laporan ini kamu yang buat atau ada orang lain yang membantu kamu? Perlu kamu ketahui kalau saya tidak menyukai orang pembohong apalagi itu adalah karyawan saya sendiri. Saya lebih suka kejujuran,” jelas Raga sambil membuka berkali-kali laporan itu dan membacanya dengan teliti. Tampak Santi begitu ketakutan. Kaki dan tangannya sudah gemetaran. Air keringat sudah membasahi keningnya padahal ruangan Raga tidaklah panas. Santi masih berdiri kaku, tidak berani duduk sebelum atasannya itu menyuruhnya duduk. “Duduklah, supaya kamu lebih rileks lagi menjawab pertanyaan saya,” titah Raga seketika. Santi pun bergegas duduk yang menghadap Raga. Rasanya sangat lelah berdiri apalagi kakinya sudah gemetaran. “Ma—maaf Pak sebenarnya bukan saya yang mengerjakan laporan itu, tadi ada seorang wanita yang langsung berdiri di depan meja saya dan Mbak itu melihat laporan saya yang fatal dan memberikan masukan agar mencoba trik yang dia gunakan. Apakah ada yang salah Pak? Maaf Pak saya masih belajar tolong beri saya kesempatan lagi, saya butuh pekerjaan jika di posisi saya tidak bagus Bapak bisa menurunkan jabatan saya sebagai cleaning servis juga enggak apa-apa yang penting saya bisa kerja, saya butuh uang untuk bisa menghidupi keluarga saya” sahutnya mengiba. “Jadi katakan siapa yang sudah membantu menyusun laporan ini karena tidak semua bisa mengerjakannya dengan mudah bahkan Bu Mila saja harus tiga kali merevisinya?” tanya Raga penasaran. “Saya hanya tahu namanya Mbak Viona dan saat saya tanya dari divisi mana keburu Bu Mila datang dan mencoba mengusir mbak itu dengan kasar,” jawab Santi membuat Raga terkejut akan nama yang disebut olehnya.“Kamu boleh pergi dari ruangan saya!” “Maksud Bapak saya dipecat?” Mata Santi mulai berkaca-kaca. “Kembali ke meja kerjamu dan lebih giat mempelajari apa yang dimau oleh perusahaan saya, sekarang pergilah!” Wajah Santi berbinar dia ingin sekali meluapkannya dengan berdiri dan menghampiri Raga, tapi malah mendapatkan tatapan dingin, seketika Santi sadar dan kembali menjauh.“Maaf Pak, enggak sengaja, kalau begitu saya permisi dulu Pak.” Santi bergegas pergi dari ruangan itu sebelum bosnya itu berubah pikiran. Dengan langkah bahagia Santi keluar dan langsung menuju meja kerjanya kembali.Sementara itu Raga yang penasaran dengan wanita yang telah membantu Santi segera menghubungi Dirga salah satu anak buahnya dan meminta CCTV di lantai dua bagian divisi pemasaran. Tidak butuh waktu lama Dirga membawa rekaman CCTV itu jam yang diinginkan oleh Raga. Pria tampan itu lalu memutarnya dan terlihat memang seorang wanita muda menghampiri Santi yang terlihat bingung. “Itu kan Viona? Jangan bi
“Ah kenapa aku ini? Aku sama sekali tidak tahu siapa dirinya?” tanyanya kesal saat dalam posisi menyetir. Sudah enam hari mereka menjadi suami istri tetapi Raga masih belum mengetahui hidup seorang Viona Adila Zahra gadis berusia dua puluh empat tahun itu. Apalagi ada saja hal yang baru dia dapatkan.Awal menikah Raga bisa membayangkan kalau Viona akan menangis bombay, ternyata tidak justru wanita itu patuh dengan apa yang dikatakan Raga, malah terlihat tersenyum. Kedua Raga dikejutkan dengan dia pintar memasak. Sengaja tidak mengambil pembantu dan menyuruhnya untuk membersihkan rumah dan dia lakukan dengan cepat, rapi dan bersih. Pria tampan itu pun tertegun, tapi karena itu juga Opa Lukman memarahinya dan langsung membawakan seorang pembantu dari rumah opanya.Menikmati rasa masakan itu sangat cocok di lidah Raga. Ketiga dia pandai menyetir mobil. Hal yang sangat aneh untuk Raga. Ke empat dia sangat pintar karena bisa menyelesaikan laporan itu dengan benar. Raga tidak mengetahui a
Raga begitu menghayati lantunan suara merdu milik Viona sehingga tanpa terasa pria tampan itu menitikkan air mata. Sudah lama dia tidak mendengar hal itu bahkan dia sendiri pun lupa kapan terakhir mengaji mungkin sudah lupa caranya mengaji.Raga tertegun sampai akhirnya Viona selesai dan melihat wajah suaminya sudah basah dengan air mata. Kejutan selama enam hari membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Sudah sekian kalinya Raga dibuat takjub dengan istrinya. Selalu ada saja yang baru dan itu membuat pria tampan itu semakin penasaran dengan istrinya sendiri.Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Viona saat mereka saling menatap. Rasa canggung kemudian dirasakan oleh wanita cantik itu.“Kenapa kamu melihatku seperti itu, ada yang aneh?” sungut Raga mengalihkan perhatian. “Mas Raga habis nangis ya?” Viona lebih mendekat untuk memastikan kalau ada sisa air mata di pipi pria tampan itu. “Yang benar saja Markonah!” Raga menjitak kepala istrinya.“Au sakit Mas, namaku it
“Mana ada kucing menolak kalau di kasih ikan?” Raga mendekus kesal. Rupanya pria tampan itu tidak bisa mengendalikan hasratnya jika digoda oleh Viona.“Kamu sadar kan Mas, kamu sudah tiga kali melakukan pelanggaran yang kamu buat sendiri, pertama kamu bilang tidak akan mencampuri urusan pribadi kita, kedua kamu membawa aku ke kantormu dan yang ketiga kamu melakukan malam pertama yang tidak kamu inginkan, tapi sepertinya kamu mulai ketagihan dengan apa yang kita lakukan semalam. Apakah kamu baru menyadari kalau aku sangat menarik dari wanita lain?” Viona kembali menggodanya setelah sarapan mereka selesai. Wanita hitam manis itu dengan berani menatap wajah suaminya sendiri. Kembali mendekatkan wajahnya untuk melihat reaksi Raga yang sudah kembang kempis dibuatnya. Viona dengan anggun duduk di pangkuan Raga. Lalu melingkarkan kedua tangannya di leher Raga. Pria tampan itu semakin bingung dengan perilaku Viona yang semakin agresif. Bahkan dia tidak meminta izin untuk mendekati suaminy
“Kenapa kamu datang dan membicarakan masalah ini, kamu sengaja melakukannya di depan Viona?” hardik Raga terlihat kesal. Vina membalasnya dengan tersenyum, dia sangat suka membuat pria tampan itu marah.“Sayang, kenapa kamu berkata seperti itu? Kamu tidak senang dengan berita yang aku bawa? Kamu tidak ingin mempunyai anak dari aku?” tanyanya masih bersikap tenang. Raga menghela napas panjang, dia pun tidak mengerti kenapa dirinya begitu kesal saat tahu kalau Vina hamil. Bukankah dia mencintai Vina sepenuh hati, tapi kenapa dia begitu marah? “Ada apa denganku ini? Kenapa aku marah?” tanyanya dalam hati. “Sayang, cepat kamu urus pernikahan kita, aku tidak ingin orang luar mengetahui kalau aku sudah berbadan dua, bisa hancur reputasi aku dan keluarga Subrata, kan?” ucap Vina menegaskan.“Akan aku pikirkan, sekarang bisakah kamu pulang dulu, biar aku selesaikan masalah ini dan ingat jangan sampai Opa dan Papa tahu dulu tentang masalah ini,” pinta Raga memelas.“Ya aku tahu kamu harus
Raga kembali melakukan aktivitasnya, meskipun sedikit tidak konsentrasi tapi dia berusaha untuk menyelesaikannya, sampai waktu sudah tidak terasa menunjukkan pukul lima sore. Raga bergegas untuk pulang ke rumah. Dia yakin kalau wanita itu pasti sudah berada di rumah. Bahkan Raga dengan sengaja tidak makan siang lantaran ingin makan bersama dengan Viona. “Pak, ada Viona kan?” tanya Raga dengan Pak Tejo setelah masuk dalam halaman rumahnya dan turun dari mobil.“Belum Den, dari pagi Neng Vio belum pulang, mungkin masih di panti jompo,” sahut Pak Tejo.“Bapak tahu nggak alamat panti jompo itu?” tanya Raga bingung, tapi pria paru baya itu sedikit memicingkan matanya kearah majikan mudanya itu. Raga kaget melihat ekspresi Pak Tejo. “Sudah deh Pak jangan marahi saya juga. Ya salah nggak tahu menahu istri pergi ke mana, bahkan nggak tahu alamat panti itu, lagian ngapain sih dia di sana? Seharusnya kan dia itu tahu jam pulang jangan seenaknya gitu dong,” kesal Raga seperti anak kecil.Pak
“Wuw, sepertinya akan terjadi perang dunia ke dua nih,” sahut Oma Dora berbisik dengan temannya. Raga berdehem kuat, membuat Viona dan Rama melihat ke arah sumber suara itu. Rama tersenyum melihat wajah Raga seperti tomat merah bahkan dia membayangkan dua tanduk langsung tumbuh di kepalanya. Raga mendekati dan melayangkan tatapan tajam kearah Viona. “Apa yang kamu lakukan dengan pria lain? Di dapur lagi nggak ada tempat lain lagi sehingga berbuat mesum di dapur, hah?” hardik Raga kesal dan marah.“Aduh Mas, nanti saja marahnya ya, cepat tiupkan mataku ini, kamu nggak lihat apa sebelah mataku kelilipan, tuh pasti merah kan?” rutuknya menahan rasa sakit. Sedangkan matanya sudah berair dan memerah. Ada kotoran kecil yang masuk di dalam matanya. Raga mencoba meniup-niup mata Viona yang berbentuk bulat besar itu. Seketika Raga menjadi salah tingkah karena dia baru menyadari kalau Viona mempunyai mata besar berwarna hitam yang sangat cantik. Pemandangan itu pun terlihat oleh semua oran
“Vin, aku sangat mencintaimu apa pun yang terjadi aku akan selalu bersamamu, tapi bolehkah aku memelukmu sekali lagi? Anggap saja ini pelukan terakhir kali karena mungkin kita akan jarang bertemu, kamu tahu kan bagaimana papi, jika ketahuan beliau akan menjadikan aku daging guling.” “Mas, aku selalu ada buat kamu, kapan pun dan di mana pun kamu meminta aku akan datang. Aku sangat mencintaimu, Mas Raga.”“Aku juga sangat mencintai kamu, Vina.”“Mas, lepas aku enggak bisa napas, jangan kuat-kuat! Kamu sengaja ya Mas!” teriak wanita itu seketika. Pria itu semakin memeluknya erat. “Katanya kamu cinta buktikan sama aku, kamu harus menjadi milikku, Vina!” “Vina? Aku bukan Vina? Aku Viona, Mas! Lagian aku ini bukan guling!” Kini suara wanita itu lebih meninggi. Raga masih berpikir kalau yang dipeluknya adalah Vina. “Duh kok hangat banget sih kamu saja minta dipeluk terus.” Kedua matanya masih terpejam merasakan kehangatan tubuh wanita itu.“Ya Allah Mas, lepas! Aku enggak bisa napas kal