Share

07. Pikiran Kacau

Mereka saling berpagut mesra. Vina begitu liar saat ini tapi semenjak Viona pergi bersama pria lain membuatnya cemburu dan penasaran. Biasanya dia tidak peduli tapi kali ini dia harus berhati-hati karena pria yang ditemuinya itu adalah orang yang dia kenal.

 

Raga tidak memedulikan Vina yang berusaha membangkitkan gairahnya. “Vin, stop saya masih banyak pekerjaan!” bentaknya seketika membuat Vina terkejut dan menghentikan aksinya.

 

“Ada apa Sayang, biasanya kamu menikmatinya?”

 

Raga kembali menutup kedua matanya dan menghela napas panjang. “Bisakah kamu turun dari pangkuan saya dulu?” Raga begitu tidak nyaman dan terlihat sangat kesal. Vina kembali berusaha mencumbu wajah tampan itu tapi lagi-lagi Raga menolaknya.

 

Mau tak mau Vina turun dari pangkuan Raga dan ikut mendekus kesal. “Kenapa sih Yang, kamu berubah banget? Apa kamu ada wanita lain yang lebih seksi dan cantik sudah menggodamu?” tanyanya kesal.

 

“Tidak ada, hanya saja banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, tolong mengertilah, Sayang.”

 

“Baiklah, tapi kamu sudah janji kan akan menikahi aku? Pokoknya dalam tahun ini jika tidak siap-siap saja kamu melihat mayatku,” ancam Vina dengan sorotan mata tajam ke arah Raga.

 

“Sayang, apakah selama ini pernah mengecewakan kamu? Enggak kan?”

 

“Iya sih tapi jika kalian memang tidak bercerai maka aku siap untuk di madu, enggak masalah yang penting aku bisa selalu bersamamu, Sayang dan ini. Di sini ada anak kita kamu tidak ingin kan anak ini lahir tanpa ayah dan jika kamu sampai mengubah keputusan kamu maka aku akan bertindak nekat, kamu paham kan maksudku, Sayang?”

 

Raga kembali  mencium bibir Vina sekilas agar Vina tidak marah lagi meskipun sekarang tampak berbeda dia rasakan.

 

“Sekarang kamu bisa pergi sekarang nanti malam saya akan datang menghabiskan malam berdua dengan kamu, siapkan saja yang menurutmu bisa menyenangkan hati saya, kamu sanggup?” pintanya berbisik ditelinga Vina.

 

“Oke, aku pulang dan mempersiapkan segalanya, aku tunggu ya Sayang.” Vina kembali mendaratkan ciuman di pipi Raga dan pria tampan itu tersenyum yang terpaksa.  Setelah kepergian Vina buru-buru Raga ke kamar mandi dan membersihkan wajah dan bibirnya yang disentuh oleh Vina dengan kasar. Entah kenapa sekarang dia tidak suka dicium lagi oleh Vina padahal setiap hari dia selalu bertemu dengannya.

 

“Ada apa denganku ini? Kenapa aku sangat cemburu jika Viona dekat dengan pria lai? Bukan pria lain tapi musuh bebuyutanku dan sekarang dia sudah kembali dan ini sangat tidak baik. Bisa saja dia sengaja mendekati Viona bukan karena suka tetapi untuk mempermalukan aku. Apa sih keistimewaan wanita itu? Tidak terlihat cantik sama sekali apalagi penampilannya sangat membosankan,” rutuk Raga kesal.

 

Setelah selesai membersihkan wajah, Raga kembali ke kursi kebesarannya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar.

 

“Permisi Pak!”

 

“Ya silakan masuk!” Tampak seorang wanita paru baya dan satu wanita muda yang tak lain adalah Bu Mila dan Santi yang menghadap untuk memberikan laporan. Bu Mila sengaja mengantarkan Santi menemui Raga untuk memastikan apakah anak baru itu terkena amarah dari bos besarnya itu.

 

Santi melihat untuk pertama kali wajah bos arogan itu. Dingin tapi tampan itulah yang ada di benaknya. “Turunkan pandanganmu jangan sekali-kali untuk bisa menggodanya karena dia sudah menikah, kamu mengerti?” ancam Bu Mila seketika sedikit berbisik di telinga Santi.

 

“I—iya Bu,” jawabnya  pelan dan mengangguk.”

 

“Apakah kalian akan terus berbisik seperti itu dan saya tidak ada waktu untuk kalian menggosip di ruangan saya!” bentak Raga mengagetkan mereka berdua.

 

“Maaf Pak Raga saya hanya mengingatkan Santi karyawan baru dan ini laporan yang Bapak minta,” sahut Bu Mila memberikan sebuah map plastik berwarna biru muda ke meja Raga.

 

“Kamu sudah memeriksa laporan ini atau tidak Bu Mila?” tanya Raga sambil membuka map itu dan membacanya.

 

Wajah Bu Mila bingung karena dia sama sekali tidak memeriksanya, bahkan wanita paru baya itu hanya menyuruh menyelesaikan sendiri kepada Santi yang belum mengerti cara menyusun laporan.

 

“Jus—justru itu Pak Raga, saya sudah berkali-kali memberitahukan anak ini untuk konsentrasi mengerjakan laporan tapi dia selalu mengabaikan setiap apa yang saya beritahu dan terus terang saya sudah capek untuk mengajari anak ini. Sudah sepuluh bulan tapi enggak ada kemajuan sama sekali. Kalau hanya modal cantik tapi otak kosong mending menikah saja urus suami dan keluarga aja di rumah enggak usah kerja di perusahaan besar,” celetuk Bu Mila tanpa sadar merendahkan karyawan baru di depan Raga.

 

“Intinya saja Bu Mila, apakah Bu Mila sudah memeriksa laporan ini atau belum?” tanya Raga semakin ketus.

 

“Be—belum Pak, karena sudah saya pastikan kalau Santi tidak bisa bekerja di sini, dan saya harap segera memecat karyawan ini,” sahut Bu Mila tanpa ragu.

 

“Bu Mila sudah bekerja di sini sudah berapa lama?”

 

“Ya sudah hampir lima belas tahun Pak, dan saya sangat berdedikasi untuk perusahaan ini. Pak Seno juga sangat memuji kinerja saya,” pujinya pada diri sendiri.

 

“Bu Mila bisakah Anda pergi dari sini, saya ingin bicara dengan Santi berdua saja.” Bu Mila terkejut dengan permintaan bosnya itu.  Wanita paru baya itu terdiam sesaat. “Apakah saya sendiri yang harus mengantarkan Bu Mila sampai keluar ruangan saya?” tanyanya lagi membuat Bu Mila gugup.

 

“Ba—baik Pak, saya permisi!” Wanita paru baya itu pun meninggalkan ruangan sambil menatap dingin ke arah Santi.

 

Katakan Santi apakah laporan ini kamu yang buat atau ada orang lain yang membantu kamu? Perlu kamu ketahui kalau saya tidak menyukai orang pembohong apalagi itu adalah karyawan saya sendiri. Saya lebih suka kejujuran,” jelas Raga sambil membuka berkali-kali laporan itu dan membacanya dengan teliti.  

 

Tampak Santi begitu ketakutan. Kaki dan tangannya sudah gemetaran. Air keringat sudah membasahi keningnya padahal ruangan Raga tidaklah panas. Santi masih berdiri kaku, tidak berani duduk sebelum atasannya itu menyuruhnya duduk.

 

“Duduklah, supaya kamu lebih rileks lagi menjawab pertanyaan saya,” titah Raga seketika. Santi pun bergegas duduk yang menghadap Raga. Rasanya sangat lelah berdiri apalagi kakinya sudah gemetaran.

 

“Ma—maaf Pak sebenarnya bukan saya yang mengerjakan laporan itu, tadi ada seorang wanita yang langsung berdiri di depan meja saya dan Mbak itu melihat laporan saya yang fatal dan memberikan masukan agar mencoba trik yang dia gunakan. Apakah ada yang salah Pak? Maaf Pak saya masih belajar tolong beri saya kesempatan lagi, saya butuh pekerjaan jika di posisi saya tidak bagus Bapak bisa menurunkan jabatan saya sebagai cleaning servis juga enggak apa-apa yang penting saya bisa kerja, saya butuh uang untuk bisa menghidupi keluarga saya” sahutnya mengiba.

 

“Jadi katakan siapa yang sudah membantu menyusun laporan ini karena tidak semua bisa mengerjakannya dengan mudah bahkan Bu Mila saja harus tiga kali merevisinya?” tanya Raga penasaran.

 

“Saya hanya tahu namanya Mbak Viona dan saat saya tanya dari divisi mana keburu Bu Mila datang dan mencoba mengusir mbak itu dengan kasar,” jawab Santi membuat Raga terkejut akan nama yang disebut olehnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status