Home / Romansa / Batal Di Madu / 06. Sadar Vio

Share

06. Sadar Vio

last update Last Updated: 2024-01-15 11:06:13

“Kenapa kamu ke sini, sudah selesai belanjanya?” tanya Raga dengan lembut dan tak tanggung-tanggung Vina duduk di pangkuan Raga tanpa memedulikan perasaan sang istri yang berdiri mematung. Mereka begitu intens berbicara. Pandangan Raga sangat berbeda saat berbicara dengan Viona. Wanita manis itu bisa merasakannya dan sadar akan posisinya sebagai istri yang tidak diinginkan oleh sang suami.

 

“Oh ini istri kamu? Sangat buruk banget. Dia dari planet mana?” sindir Vina yang menatap tajam.

 

“Kenalkan Mbak, nama saya Viona Adila Zahra,” ucapnya sambil menjulurkan tangannya ingin bersalaman dengan Vina, tapi wanita seksi itu malah menepisnya.

 

“Maaf kita enggak selevel ya, lagian Papimu itu sudah pikun menikahkan kamu dengan wanita buluk seperti dia, enggak ada bagusnya sama sekali,” sindirnya lagi.

 

“Ya Allah Mbak, jangan suka menghina ciptaan Allah, nanti Mbak malah kualat loh, lagian apa yang akan dibanggakan  kalau sudah tua keriput dan meninggal tidak ada yang akan dibanggakan lagi. Dan jangan menghina orang tua kalau tidak mau sengsara,” jelas Viona membuat Vina terdiam tapi Raga tersenyum kecil.

 

“Ceramah lagi, bukan ustazah juga, dan kamu ingat selamanya saya tetap menuduh kamu sebagai pelakor,” sahut Vina tak mau kalah.

 

Wanita seksi itu pun tidak menghiraukan lagi keberadaan Viona, dia pun kembali berbicara hangat dengan Raga.

 

“Ah aku seperti obat nyamuk saja di saja,” gerutu Viona dalam hati saat  melihat mereka kembali bermesraan. Viona pun mencari tempat duduk sambil bermain ponsel.

 

“Mereka begitu bahagia dan aku sudah masuk di tengah kehidupan dua orang itu, apakah aku disebut pelakor? Tidak, aku juga tidak menginginkannya tapi karena paksaan kedua orang tua, jika saja Bapak tidak membalas budi  dengan kebaikan Pak Seno mungkin hal ini tidak akan terjadi, kasihan Mas Raga pasti dia sangat menderita,” ucapnya dalam hati.

 

Raga sekilas menatap Viona, dan menyunggingkan senyuman menyeringai tanpa disadari oleh Viona.

 

“Apa yang dilamunkan Viona? Ayolah tegur Viona, aku mau lihat apakah dia cemburu atau tidak, pasti hatinya sedang meraung-raung,” batin Raga membiarkan Vina bergelayut manja di pangkuan Raga.

 

“Mereka memang pasangan serasi, seharusnya aku tidak menikah dengan Mas Raga, pasti hatinya juga sakit karena tidak bisa menikah dengan kekasihnya sendiri. Untung saja pernikahan ini hanya setahun jadi Mas Raga bisa menceraikan aku dan menikah dengan Mbak Vina. Aku tidak boleh jatuh cinta dengannya. Sadar Vio, dia bukan jodohmu,” batin Viona tersenyum dalam hatinya.

 

“Kenapa enggak ada reaksi sih, malah diam saja seperti patung pancoran,” gerutu Raga kesal dalam hati, sedangkan Vina terus mengoceh tentang belanjaannya yang super heboh.

 

“Maaf, jika mengganggu waktu kalian, saya permisi dulu,”  Viona memutuskan untuk pergi dia pun berusaha tegar. Raga menjadi bingung dan ingin menghentikan langkah Viona tapi Vina masih berada di pangkuannya sehingga sangat sulit bergerak. Hatinya ingin mencegah tapi terlalu gengsi untuk mengatakannya.

 

Viona keluar dari ruangan Raga, berusaha untuk tidak menitikkan air matanya yang sedari tadi hampir saja jatuh sebisa mungkin dia menahannya.

 

Ya tidak bisa dipungkiri jika seorang istri pasti akan sakit hati melihat suaminya bermesraan tepat di hadapannya,  meskipun dia sadar kalau itu memang yang terjadi. Tak mau ambil hati, Viona segera melangkah pergi. Karyawan suaminya bersikap hormat meskipun ada beberapa orang yang mencibirnya karena menurut mereka  tidak sepadan bersanding dengan bos mereka.

 

Viona kembali berjalan sambil melihat-lihat perusahaan yang berlantai lima itu. Setiap lantai mempunyai divisi berbeda. Wanita manis itu takjub dengan kinerja mereka yang super sibuk. Hilir mudik melewati Viona. Ada yang sekedar menyapanya ada juga yang bersikap acuh. 

 

Saat berada di lantai dua, Viona melihat seorang karyawan yang terlihat bingung di meja kerjanya.  Entah kenapa langkahnya menuntun untuk menghampiri karyawati  itu.

 

“Ada apa, kenapa kamu terlihat bingung dan kesal?” tanya Viona memperhatikan gerak-gerik dan mimik wajah wanita muda dengan  panik.

 

“Saya belum selesai mengerjakan tugas saya Mbak, mungkin karena tidak fokus jadi yang tadi terlihat mudah sekarang kok malah sulit, malah sebentar lagi laporan ini harus sudah sampai di meja  kerja Pak Bos, bagaimana ini?” Wanita itu terlihat panik dengan meja yang berantakan.

 

“Apakah kamu baru kerja di sini?” tanya Viona mencari tahu.

 

“Iya Mbak baru sepuluh bulan, dan sebenarnya saya belum pernah bertemu langsung dengan yang namanya Pak Raga, dengar-dengar orangnya galak, jadi seram banget,” sahutnya tapi masih fokus mengerjakan laporan.

 

Viona bergeser sedikit badannya sehingga bisa melihat apa yang dikerjakan oleh karyawati itu. Lalu memperhatikan apa yang diketik dalam layar laptopnya. Badannya sedikit condong dan membungkuk sejajar dengan benda layar itu. “Sepertinya laporanmu ada yang salah, seharusnya kamu masukan dulu anggaran ini sehingga terlihat biaya yang sudah dipakai dan biaya yang belum terpakai,” ucap Viona mencoba menjelaskan rincian laporan itu. Wanita itu pun mencoba mengikuti arahan Viona dan ternyata terbukti hasilnya sama.

 

Santi melototi layar laptopnya karena sudah dua jam mencari solusi dari angka-angka itu yang tidak bisa ditemukan dan hanya butuh kurang dari lima menit selisih dari anggaran itu ternyata berhasil dipecahkan oleh Viona.

 

“Mbak serius ini hasilnya sama, aku sangat berterima kasih sama Mbak  ...”

 

“Viona,” jawab Viona sambil ingin menjabat tangan tapi justru Santi berdiri dan memeluk Viona.

 

“Oh ya Mbak Viona, namaku Santi. Mbak Vio dari divisi mana, kok aku enggak pernah lihat, Mbak juga baru di sini?” tanya Santi bingung dan tidak mengenal siapa Viona sebenarnya.

 

“Saya ... belum menjawab pertanyaan teman barunya itu tiba-tiba terdengar lengkingan suara sehingga mereka pun saling menoleh bersamaan.  

 

“Santi, apa kamu sudah selesai dengan laporan yang saya berikan?” Seorang wanita paruh baya meneriakinya sambil mendekati mereka.

 

“Maaf belum Bu, ini masih saya kerjakan,” jawab Santi sopan.

 

“Lantas kenapa kamu malah mengobrol dengan orang lain dan siapa kamu, kenapa mengajak karyawan divisi saya  mengobrol di jam kerja, kamu dari divisi mana? Sepertinya saya tidak pernah melihat kamu di kantor ini, apa kamu juga karyawan baru? Oh tapi sayang sekali jika kamu karyawan di sini seperti orang kampung saja, dekil banget siapa sih yang menerima kamu bekerja di sini, bikin rusak pemandangan saja,” jelas wanita paru baya itu menghina Viona.

 

“Maaf Bu, apa yang Ibu katakan, Mbak ini tidak mengganggu saya, dia hanya ingin ....”

 

‘“Sudah jangan membantah, cepat selesaikan dan kamu sangat berani untuk datang ke tempat ini, ada perlu apa kamu di sini? Jika kamu hanyalah tamu bersikaplah sebagai tamu, atau jangan-jangan kamu menyamar dan memberikan informasi perusahaan kami,” selidik wanita paru baya itu. Viona membaca ID card yang berkalung dengan tali itu di lehernya.

 

“Maaf Bu Mila, saya bukan tamu hanya sebagai ....”

 

“Sudah-sudah saya malas meladeni orang yang nggak jelas. Lebih baik kamu pergi dari sini sebelum saat memanggil satpam untuk mengusir kamu,” bentaknya dengan kasar.

 

Tak ingin menimbulkan keributan Viona akhirnya pergi dari tempat itu, tapi sebelum  melangkah Viona memberikan senyuman kepada Santi. Wanita itu pun membalas senyuman Viona.

 

“Apa Ibu itu tidak mengenal aku? Seburuk itukah aku di mata mereka? Apa ada yang salah dengan penampilanku yang seperti ini? Ah seandainya waktu bisa diulang lagi  tanyanya dalam hati.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Batal Di Madu   97. Akhir Perjalanan Cinta Raga

    Suasana sidang makin memanas. Semuanya saling menunjukkan bukti yang masih memberatkan Raga. Keluarga Subrata hanya diam dan menyimak saja. Begitu juga dengan Viona dan Raga bersikap tenang. Beberapa orang di sana memperhatikan mereka sehingga tak sedikit mereka berargumen kalau kejahatan Raga memang terbukti. Waktu terus berlalu hingga hampir satu jam. Dan saat putusan hukuman Raga ingin dibacakan tiba-tiba saja Clarissa berdiri dan meminta waktu untuk bisa berbicara. Semua orang terkejut tidak ada di agenda kalau Clarissa ikut bicara meskipun mereka hanya tahu kalau wanita paru baya itu adalah ibunya Rama yang sekarang di tahan. Untung saja hakim memperbolehkannya untuk maju dan masuk di ruang saksi. Dengan sedikit gugup Clarissa mulai angkat bicara. “Mungkin dari kalian hanya tahu kalau saya adalah ibu dari Rama Ardi Saputra Gunawan seorang pengusaha muda yang kini mendekam di penjara. “Rama dan saya masih ada hubungan keluarga dengan keluarga Subrata.”“Apa maksud Bu Clar

  • Batal Di Madu   96. Putusan Pengadilan

    “Kita berdoa saja yang terbaik, Pi . Kita berangkat sekarang? Vio sudah enggak sabar ingin bertemu dengan Mas Raga dan memberikan kejutan,” sahut Vio sangat bersemangat. “Oke, kita berangkat sekarang,” sahut Papi Seno dan berjalan keluar bersama yang lain. “Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah kuserahkan kepada-Mu semua masalah hatiku. Hamba percaya dan yakin semua akan kembali seperti semula. Keajaiban itu akan datang dan kami bisa bersama lagi. Jauhkan kami dari keserakahan dan ketamakan orang-orang yang mengalami kami. Engkau maha mengetahuinya. Aamiin.” Doa Viona sebelum dia masuk ke mobil bersama mertuanya. Dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai di pengadilan. Sudah banyak wartawan yang ingin mencari berita. Apalagi mereka mendengar kabar tentang hilangnya Viona beberapa hari ini yang telah disekap oleh Rama. Papi Seno tak mengizinkan Viona untuk bicara dengan banyak wartawan yang mengerumuninya. Untung saja masih ada beberapa anak buahnya yang masih setia men

  • Batal Di Madu   95. Pilihan

    “Kamu sudah sampai di rumah?”“Maaf Bos, kami belum bisa sampai di rumah Nyonya Clarissa. Ada tabrakan di tengah jalan dan kami terjebak di tengah jalan. Tidak bisa mundur karena banyak kendaraan lain juga.”“Bodoh, kenapa tidak cari jalan lain?” “Maaf Bos, tidak ada dan ...”“Brengsek. Kamu bisa kan cari jalan alternatif, kenapa harus lewat jalan itu? Cepat cari jalan lain, saya tidak peduli. Jika terjadi sesuatu dengan ibu saya kalian yang akan bertanggung jawab.”Rama langsung memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar kembali penjelasan anak buahnya itu dan kembali menatap Viona.“Semua tidak bisa diharapkan. Kenapa semakin berantakan sih? Aku hanya ingin bersama Viona! Kenapa semua tidak menyukainya?” kesal Rama dalam hati. Dia berjalan mondar mandir di kamar sembari sesekali mencoba menghubungi ibunya, tapi tetap saja nomor yang dituju sudah tidak diaktifkan lagi. “Ti—tidak aku tidak bisa meninggalkan Viona sendirian di rumah sakit. Mereka pasti akan membawanya pergi dar

  • Batal Di Madu   94. Sadar

    Viona berusaha untuk bangun dari tempat tidur tapi ternyata tubuhnya masih begitu lemah. Dia ingin melepaskan jarum suntik yang masih terpasang di tangannya. Namun, di saat itu juga sebuah tangan besar menghalanginya. Jantung Viona berdegup kencang saat melihat tangan laki-laki itu memegang jarum suntik yang ingin dilepaskan oleh Viona.Viona mendongkak dan benar saja tangan Rama yang telah memegangnya. “Apa yang kamu lakukan? Kamu ingin pergi dari sini?” tanya Rama dengan tatapan di dinginnya. Viona merasa tak berdaya, tak ada tenaga untuk bisa menghindar dari Rama. Hanya tatapan sayu dan ketakutan dari matanya. Rama bisa melihatnya sehingga tangannya pun berpindah perlahan. “Maaf, aku hanya ingin memastikan untuk tidak berbuat nekat dengan .. “Mas, a—aku mohon lepaskan aku!” Viona bersuara pelan dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.Rama semakin terpuruk melihat Viona yang begitu ketakutan sampai-sampai menitikkan air mata.“Vio, jangan menangis aku tidak

  • Batal Di Madu   93. Rumah Sakit

    Rayhan mengejar Rama yang melangkah cepat meninggalkannya. “Kamu sudah enggak waras, Rama!” teriaknya. Rayhan menarik paksa tangan Rama. “Aku enggak salah dengar ka?” Rayhan mengatur napasnya yang sedikit tersengal-sengal karena mengejar Rama.“Apakah aku pernah bercanda dengan perkataanku sendiri?” tanya balik Rama dengan wajah seriusnya .“Rama dengarkan aku sebentar. Viona sedang mengandung anak Raga. Mereka saling mencintai dan Viona hamil, Rama. Kamu sudah tahu apa yang aku maksud. Jangan mengulangi kesalahan lagi. Kamu sudah membuat Raga dipenjara dan sekarang kamu ingin mengambil hidup Viona? Aku sarankan, jangan kamu melakukan hal yang akan merugikan kamu nanti kedepannya,” nasihat Rayhan membuat Rama terdiam sejenak. Rama menghela napas panjang dan kemudian berkata, Apa kamu tidak ingin membantuku, Ray?” Rayhan menepuk bahu Rama. “Maaf, Bos, aku tidak ingin melakukannya lagi. Aku tidak ingin membuat Viona kehilangan janinnya. Dia berhak hidup dan aku tidak mau nasib aka

  • Batal Di Madu   92. Viona Hamil

    Viona semakin berontak tapi tubuhnya tak bisa mengalahkan kekuatan pria tampan itu. Namun, Viona tak ingin pasrah begitu saja saat wajah Rama begitu dekat dengannya. Pria itu menyeringai jahat. Viona begitu marah saat tubuhnya disentuh paksa oleh pria lain. Entah dari mana kekuatan itu sehingga tanpa keraguan berusaha membenturkan kepalanya dengan Rama sangat kuat. Rama kesakitan dan langsung merenggangkan dekapannya. Viona langsung menghindar meskipun kepalanya pun langsung terasa pening. Tak lama terlihat ada tetesan darah yang keluar dari kening Viona. Cairan merah pekat itu terus mengalir membuat wajah Viona merah. Bahkan jilbab dan pakaiannya pun sudah ternoda. Rama yang masih kesakitan menjadi panik saat melihat tetesan darah itu tetap mengalir. Rama kembali mendekati dan ingin mengobati luka itu tapi dengan cepat Viona menghentikannya. “Aku harus menghentikan darahnya,” khawatir Rama yang segera mencari kotak P3K di dalam kamar itu. Dengan tangan gemetar Rama membuka s

  • Batal Di Madu   91. Parsidangan

    Tepat jam sepuluh pagi persidangan Raga dimulai. Raga masuk dalam ruang persidangan dalam penjagaan ketat. Mereka beradu pandang. Mata Raga pun sempat berkaca-kaca saat melihat kedua sosok pria yang selalu ada untuknya. Bahkan Raga sangat mengkhawatirkan mereka berdua. Namun, seketika pikirannya mengingat akan sosok wanita yang selalu membuat bahagia.Viona, wanita itu tak tampak di sana membuat hatinya sedih dan geram. Apalagi di saat itu juga dia melihat kehadiran Rama dan Clarissa, dua orang yang sangat dia benci. Raga berusaha menahan amarahnya saat melihat mereka. Terlebih lagi sikap Rama yang tampak tersenyum dari kejauhan. Seno bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Raga. Dia tahu kalau Raga pasti mencari keberadaan Viona. Opa Lukman tak mencegahnya membiarkan ayah dan anak itu bicara sebentar.Raga langsung mencium punggung tangan Papa Seno dan kemudian memeluknya. “Semua akan baik-baik saja, Raga. Kamu adalah anakku. Papi tahu kamu tidak bersalah dan semua itu akan

  • Batal Di Madu   90. Pertemuan Di Sidang

    Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Persidangan untuk Raga sebentar lagi akan di gelar. Papi Seno dan Opa Lukman sudah bersiap diri untuk datang ke pengadilan. Tampak di luar gerbang rumah mereka pun beberapa pencari berita juga sudah berkumpul dan menunggu. Untung saja ada satpam penjaga yang tidak memperbolehkan mereka masuk sampai ke halaman rumah keluarga Subrata.“Papa, sudah siap? Atau lebih baik Papa di rumah saja, biar Seno saja yang datang. Lagian papa baru sembuh. Seno takut terjadi sesuatu dengan Papa nanti di sana. Raga akan lebih sedih jika menyangkut kesehatan Papa,” pinta Seno ya g masih khawatir dengan kondisi kesehatan Opa Lukman. Orang tua itu menatap sayu dan kemudian tersenyum kecil, kemudian berkata, “ Papa enggak apa-apa. Jika Papa di rumah malah kepikiran. Apalagi kita belum bisa menemukan keberadaan Viona. Apakah dia enggak apa-apa bersama Rama?” ucapnya pelan. Mendengar ucapan Opa Lukman membuat Seno kembali geram. “Sampai sekarang Seno belum bisa

  • Batal Di Madu   89. Ancaman

    Rama tetap tidak mau melepaskan Viona. Baginya wanita cantik itu harus menjadi istrinya nanti setelah bercerai dari Raga. Rama pun sudah memberikan surat perceraian yang harus di tanda tangani oleh Viona. Dia meninggalkan berkas itu di meja berharap Viona rela berpisah dengan Raga. Viona tak bisa tidur karena memikirkan nasib suaminya itu. Tapi dia pun tak berdaya semua ini. Paginya Rama pun kembali ke kamar itu untuk memastikan apakah Viona sudah mengambil keputusan atau tidak. “Katakan Vio, apakah keputusan kamu? Kita tidak mempunyai banyak waktu karena kamu tahu kan hari ini dan tinggal tiga jam lagi sidang Raga akan di gelar. Jika kamu memang mencintai Raga tentu kamu mau berkorban untuknya, kan?” bujuk Rama tersenyum kecil. “Aku tidak mau menandatangani berkas itu. Kamu sudah enggak waras, Mas!”Rama berusaha menahan amarahnya. Tangannya mengepal kuat dengan sorot mata yang tajam. “Rupanya kamu tidak peduli dengan nyawa suamimu, Vio! Apakah aku harus membuktikannya ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status