LOGIN"Awas aja kamu, Nara!!" Bastian kesal, karena perintahnya tak digubris juga oleh istri sirinya itu.
Ingin keluar dan mencari, Bastian tak bisa seleluasa itu di khalayak ramai untuk saat ini. Bisa-bisa, dirinya akan ketahuan telah bersembunyi di hotel ini. Menatap layar laptop miliknya, Bastian mulai fokus pada pekerjaannya hari ini dan membiarkan Nara sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Namun tetap begitu, Bastian akan tetap memantau istri sirinya itu lewat cctv dan pesan yang nanti akan terus sesekali ia kirimkan. Entah kenapa, dia selalu kepikiran Nara wanita yang sudah ia nikmati malam itu. Dan sejak kejadian malam itu juga, dirinya seolah tak bisa lupa akan Nara. Selalu kepikiran dan ingin tahu semua aktivitas wanita ini. Apa mungkin, dirinya merasakan hal seperti itu sebab Nara beda dari cewek pada umumnya? Entahlah. Tapi yang pasti, Nara memang beda dari cewek diluaran sana. Jika wanita di luaran sana akan menawarkan tubuhnya dengan cuma-cuma padanya, tapi Nara tidak. Dia menjaga dirinya dengan baik. Bahkan malam itu, dia menangis meminta ampun sampai sujud dihadapannya agar tak ia nodai. Tapi apalah daya, nafsu yang dibuatnya sendiri tak bisa ia tahan pada malam itu yang membuatnya terpaksa menodai Nara. Sedikit menyesal tapi juga seneng. Nara tidak jelek. Dia cantik dan manis saat dipandang. Dia cantik khas Jawa yang membuat siapapun yang melihatnya pasti suka. Termasuk dirinya (Bastian). * Waktu berlalu cepat, Nara yang benar-benar sibuk hari ini sampai lupa dengan beberapa pesan yang sudah dikirim Bastian padanya. Walau pesan yang dikirim Bastian berupa ancaman, Nara tak peduli. Dia tetap akan teguh dengan pendiriannya untuk tidak menemui Bastian hari ini dan sampai kapanpun. Dia takut, jika sewaktu-waktu nanti, Bastian akan memintanya untuk dilayani. "Hai Nara? Apa kamu langsung pulang sore ini?" Tanya seseorang dibalik pintu ruangan loker. "Iya chef. Apa chef juga mau pulang?" "Benar. Ayo bareng sekalian. Saya antar sampai dirumah." Sahutnya. "Terimakasih chef, saya pulang sendiri saja." Nara menolaknya. "Tak apa. Tapi kali ini saja, mohon jangan ditolak ya. Saya ingin tahu rumah kamu dimana." Ujarnya. "Tapi chef, saya masih singgah ditempat lain. Dan itu lama." Nara beralasan. "Saya siap mengantar dan menemani kamu kemanapun." Ujarnya. Nara bingung... Sambil mengenakan tas jinjing miliknya, dia berusaha memutar otak mencari alasan yang pasti. Dia tidak ingin diantar siapapun. Terlebih lagi dengan kondisinya yang seperti ini. Membuat Nara tak nyaman. "Biar lain kali saja ya chef, untuk kali ini saya benar-benar tidak bisa. Jika ada waktunya nanti, chef bisa main ke rumah saya kapanpun yang di mau." "Sekali lagi, maaf, chef." Sambung Nara meminta maaf. Dia benar-benar tidak bisa membawa siapapun ke rumah. Helaan napas panjang terlihat. Lagi-lagi, Nara selalu menolaknya saat ingin mengantarnya pulang. Entah apa alasannya, chef Farhan sendiri juga bingung. "Baiklah... Lain waktu, semoga kita bisa pulang bersama." Ucapnya serasa putus asa. Mendengar itu, Nara menyunggingkan senyum tapi juga kasihan. "Terimakasih, chef," Chef Farhan mengangguk dan membiarkan Nara pergi melewatinya untuk pulang. Namun yang terjadi, ternyata di luar sedang gerimis dan Nara harus berteduh terlebih dahulu saat menunggu angkot. Sendirian duduk diluar pos penjagaan hotel menjelang malam gelap gulita seperti ini, membuat chef Farhan merasa iba melihat pemandangan itu. Buru-buru masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan ruang parkir hotel tersebut, chef Farhan berniat untuk menawarkan bantuan kepada Nara. Jikapun ditolak kembali, dirinya akan pasrah dan membiarkan Nara dengan inginnya sendiri. Pintu kaca mobil diturunkan saat mobil mendekat dan berhenti di pos penjagaan. "Nara, ayo masuk! Saya antar pulang." Ucapnya memanggil. Nara yang mendengar panggilan itu seketika menoleh ke arah suara dan ternyata, ada chef Farhan di dalam mobil. "Nara, ayo ikut saya! Saya antar pulang. Saya janji, tidak akan macam-macam." Ujarnya serius menenangkan Nara. Entah mungkin Nara menolak sebab takut, Farhan hanya menebaknya saja. "Ayo cepat masuk, Nara! Ini sudah gelap, takut gak ada angkot lagi." Tambah Farhan memberi saran. Kasihan jika Nara sampai lama menunggu sendirian di sana. Nara masih bimbang menimang tawaran sang chef. Disisi lain dia juga ingin sekali ikut, tapi disisi lainnya juga, dia takut Bastian akan melihatnya satu mobil bersama seorang pria. Takut pekerjaan yang ia jalani beberapa bulan terakhir ini dihotel Grand Saka Harmony akan jadi taruhannya. Dia dipecat dan tak bisa lagi kerja disini. Sementara tanggungan yang ia miliki dikampung, masih sangatlah banyak kepada sang paman. Bagaimana bisa dia melunasinya jika pekerjaan tidak punya. Melihat kembali jalanan kesana kemari, memang benar tidak ada angkotan umum lagi yang terlihat. Sepertinya mereka juga berteduh karena hujan. Jika seperti ini, bisa-bisa tengah malam dia baru tiba dirumah dan kelaparan. "Nara?" Panggil chef Farhan lagi membuyarkan lamunan Nara. "I-iya chef?" Nara gugup juga was-was. "Ayo cepat naik! Keburu hujan lebat nanti." "I-iya chef, sebentar," bangkit dari duduknya, Nara akhirnya ikut juga ajakan chef Farhan. Naik mobil yang sama milik chef Farhan. Baru saja dirinya duduk dan menutup pintu mobil, tiba-tiba saja ada sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat melewati mobil yang mereka tumpangi dengan sangat kencang dan seperti buru-buru. Hati Nara berdebar, takut mobil tadi adalah milik Bastian. "Kenapa, Nara?" Tanya chef Farhan yang melihat kegelisahan Nara. "Ti-tidak, chef. Bi-bisa kita jalan sekarang?" Tanyanya memberanikan diri. Mengangguk, Farhan langsung membawa mobilnya pergi dari hotel Bastian menuju rumah Nara. Berjalan pelan, sebab keadaan diluar sedang hujan. Sementara Bastian yang melihat pemandangan tadi seketika bergemuruh dadanya karena dongkol sebab Nara lebih memilih ikut dengan chef yang bekerja di hotelnya dari pada pergi ke kamarnya untuk menginap. Padahal seharian ini, dia sudah tak terhitung mengirim pesan pada Nara agar pergi menemuinya. Tapi sayang, tidak dihiraukan juga oleh Nara. Sempat diri ini merasa lega saat Nara menolak ajakan Farhan saat diruangan loker hotel tadi, tapi nyatanya.... Lagi-lagi Nara membuatnya jengkel. Dia juga sudah memberitahu Nara jika diluar sedang hujan. Namun sayang, Nara tak menggubrisnya sama sekali. Dia tetep abai dan menolak semua arahan darinya. Bastian kesal dan marah, tapi sayang, dia tak bisa melampiaskannya pada Nara. Tangannya cukup mengepal seiring dirinya mengendalikan setir mobil yang dipegangnya sekarang. Melajukannya sangat kencang, agar dirinya bisa cepat sampai di rumah dibanding Nara. Tak berselang lama, Nara pun sampai di Gang jalan rumahnya. "Chef, makasih ya. Maaf, sudah merepotkan." Ucap Nara sebelum turun. "Sama-sama Nara. Saya justru senang, ada teman saat perjalanan pulang. Kebetulan, rumah kita juga searah 'kan?" Sahutnya melihat Nara. "I-ya bener chef. Kalau begitu, saya permisi." Nara kikuk. "Oh ya, payungnya besok baru saya kasih ya, chef." "Aman. Untuk kamu juga boleh." Gurau Farhan yang tujuannya serius. "Jangan, saya udah punya payung di rumah. Nanti kalau sudah kering, saya kembalikan pada chef Farhan." "Oke deh." Jawab Farhan mengalah. Mau diambil Nara atau tidak, dia tidak peduli. Yang penting, dia sangat senang sore ini karena bisa semobil dengan Nara. Wanita yang menarik perhatiannya sejak pertama kali bertemu. Melihat Nara jalan di Gang menuju rumahnya, Farhan tak berhenti mengulas senyum melihat wanita cantik itu. Sampai Nara hilang dibalik tikungan jalan, barulah Farhan memutuskan pergi. Sementara Nara yang baru sampai di depan pintu kamar kos langsung meletakkan payungnya dan membuka pintu kamar kostnya. Masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, Nara..... "Astaghfirullah, Bastian!!" "Ke-kenapa kamu bisa disini?!" *** Bersambung,...Melihat pesan dari Bastian, lagi-lagi Nara menghela napas pasrah. Ternyata benar dugaannya tadi, jika semua ini adalah ulah Bastian suami sirinya itu, bukan Bara sang asisten."291025." Gumam Nara saat menekan tombol pasword kamar Bastian."Eh, kok tidak bisa?" Nara bingung, seingat dia, itu benar angkanya."Duh, gimana ini? Berapa yang benar ya, angkanya?" Ucap Nara mulai mengingatnya baik-baik."281025, duh, kok salah lagi, sih? Gimana dong?""Jika diulang terus, bakalan aman gak ya? Kena blokir gak ya, itu password nya?" Nara mulai cemas. Takut ketidaktahuannya ini akan jadi masalah."Coba lagi deh, bismillah," ucapnya sambil menekan angka-angka yang ada di tombol pintu tersebut."Yah ... gagal lagi. Gimana ini?" Nara mulai putus asa. Kakinya sudah capek berdiri lama di sana."Padahal seingat aku, itu benar deh, pasword nya. Kenapa masih gagal terus, ya? Ingat banget kalau depannya itu awalannya angka dua, lalu ada sepuluh dan angka dua limanya,""Kenapa masih salah? Kira-kira, di
Tepat selesai Nara melaksanakan sholat dhuhur saat jam istirahat tiba, dia melihat pesan dari Bastian yang lagi-lagi harus membuatnya menghembuskan nafas berat.Ada aja kelakuan yang dilakukan dia untuknya. Selalu menganggu jam kerja dan cari-cari alasan agar bisa bertemu.Entah apa maunya Bastian ini, Nara sendiri juga bingung. Toh tidak ada hal penting yang harus dibicarakan, kenapa minta selalu pengen ketemu. Kan aneh? Pikir Nara.Cukup ingin tahu saja isi pesan itu, Nara mengabaikannya. Tidak ada niatan buatnya untuk membalas pesan tersebut yang isinya hanya untuk, menyuruhnya datang mengantar makan siang buat Bastian. Nara ogah, tidak mau bertemu Bastian lagi.Segera melipat mukena dan sajadah yang sudah digunakannya, Nara keluar dari ruang ibadah atau mushalla mini yang tersedia di hotel tersebut. Khusus untuk para karyawan yang tempatnya ada di belakang."Nara, apa kamu sudah selesai?" Tanya Hana yang baru saja datang."Sudah Han, kenapa?""Pak Bara tadi mencari mu." Ucap Hana
Tepat selesai Nara menutup pintu kamar Bastian, dirinya terkejut saat mendapati sosok Bella dan Hana temannya tak jauh dari tempatnya berdiri.Nara gugup, namun sebisa mungkin dirinya berusaha untuk terlihat baik-baik saja dan seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya."Em-mbak Bella?!" Nara menyapanya lebih dulu.Tak langsung menjawab, Bella justru mengamati seluruh penampilan Nara dari kaki hingga ujung kepala. Entah apa yang sedang dicari dan dipikirnya."Kenapa mbak? Apa ada yang salah?" Nara yang tak nyaman langsung bertanya."Apa kamu dari dalam kamar calon suamiku?" Bella bertanya dengan nada jijik saat melihat Nara yang notabennya adalah karyawan hotel ini. Yang dia anggap, tidak selevel dengannya.Dari segi kekayaan, Nara emang kalah jauh dari kehidupan Bella. Bella orang berada, glamor, sementara dirinya, orang tak punya dan juga hidup sebatang kara. Tidak seperti Bella yang masih memiliki keluarga lengkap juga hidup berkelimang harta dari orang tuanya. Level mereka berbeda.N
Di parkiran hotel, Nara yang dipaksa oleh Bastian untuk berangkat kerja bersama sejak dari rumah tadi akhirnya mau tak mau harus mengikuti inginnya. Tapi, benar saja seperti kekhawatirannya tadi, Nara bingung setelah melihat situasi yang ada ditempat parkiran mobil ini. Melihat ke sana kemari, dia berkata, ... "Kalau seperti ini, bagaimana caraku buat turun pak? Semua mata pasti akan tertuju pada mobil ini." Tanyanya pelan. "Turun saja, tidak akan ada orang yang melihatmu." Bastian menjawab santai setelah ia pastikan sendiri jika semuanya akan aman untuk istri sirinya itu turun dan masuk ke dalam. Tapi Nara, masih ragu saat akan membuka pintu mobil tersebut. Dia takut saat kakinya menginjakkan lantai tiba-tiba saja ada anak-anak hotel yang memergokinya dengan Bastian. Bisa kacau semuanya nanti. Walaupun status dirinya adalah istri siri, tetep saja buat Nara itu bukan ikatan yang sakral dan melegakan. Sebab belum tercatat di mata negara. "Nara?" Panggil Bastian saat Nara tak kunj
Pagi...Seperti biasa, Nara selalu bangun jam 4.40 menit agar tak terlambat datang bekerja.Mandi, hal pertama yang ia lakukan setelah bangun dari tidurnya. Dia juga masih mendapati Bastian tertidur pulas di atas kasur yang sama dengannya saat bangun tadi.Kasihan ... Tapi mau bagaimana lagi, semua itu inginnya sendiri. Bukan paksaan darinya apalagi rayuannya (Nara)."Astaghfirullah!!" Nara terkejut saat dirinya tiba-tiba saja mendapati Bastian yang sudah terduduk tegap di atas kasurnya."Bas-bastian?""Ka-pan kamu bangun?" Nara seketika bertanya. Takut jika Bastian sempat mengintipnya saat mandi tadi."Aku baru saja bangun setelah mendengar gemericik air dari belakang." Jawab Bastian jujur. Matanya pun, masih sangat berat untuk dibuka."Baru saja, atau sudah beberapa menit yang lalu?" Tanya Nara lagi yang masih kurang puas dengan jawaban Bastian."Baru. Baru juga duduk dan kamu sudah datang kemari." Jawabnya."Tidak berbohong 'kan?""Tidak Nara ... Aku berkata jujur. Jika kamu tidak
"Aku tidak akan mati sebelum punya anak 12 darimu, Nara. Asal kau tidak curang meracuniku malam ini." Menghela nafasnya panjang, Nara berkata, "Aku tidak sesadis itu, Bastian. Jika aku mau, aku sudah mem**nuhmu malam itu juga." Sahutnya sarkas. "Berarti, rasa belas kasihmu besar terhadapku." Bastian melambung tinggi berbunga-bunga hatinya mendengar penuturan Nara barusan. "Tidak juga. Itu hal wajar terhadap sesama ciptaan Tuhan yang maha Esa. Jangan berlebihan." Nara mematahkan semangat Bastian seketika itu juga. Membuat Bastian menghela nafas berat dan sabar. "Huh, ku kira...?" keluhnya. "Makanlah, keburu dingin nanti." Titah Nara mulai melahap nasi goreng yang baru saja dimasaknya. Duduk berhadapan, dia tak peduli dengan Bastian di depannya. Jika dia doyan silahkan dimakan, jika tidak terserah. Yang penting perutnya kenyang. "Masakanmu enak ... Kenapa gak daftar jadi koki saja di hotelku?" "Aku tidak ahli. Jika banyak permintaan, aku bisa keteteran saat membuatnya. R







