"Risma apa ini? Jadi benar kalau selama ini kau makan enak? Sedang Bayu kau biarkan makan di rumah ibu."
Aku terkejut saat pagi-pagi mbak Ana sudah datang mengorek sampah, mengambil bungkusan makanan yang aku pesan semalam."Mbak tidak usah kaget begitu, malu dilihat orang seperti tidak pernah makan sampai harus mengorek sampah."Mbak Ana tampak murka, dia melempar bungkusan itu dan tangannya langsung menuding wajahku."Seharusnya kau sadar diri. Disini kau hanya beban adikku Bayu, dia sampai harus mengikat perut demi memberimu makan tapi ini balasanmu. Makan enak tidak menunggu suami pulang."Mbak Ana bersuara cukup keras. Membuat mas Bayu yang masih mandi langsung keluar menemui kami berdua, yang berdebat karena sampah makanan."Ada apa ini masih pagi tapi kalian sudah saling berteriak. Ada apa lagi kali ini?"Aku tak berniat menjawab memberi peluang mbak Ana, untuk bicara menjelekkan aku dihadapan adiknya yang tak lain adalah suamiku."Benar yang dikatakan mbak Ana, Dek. Kalau tidak, katakan darimana sampah itu berasal?"Aku menatap mas Bayu dan tersenyum memandang kedua saudara kandung itu. Tanpa menjawab aku meninggalkan mereka, memungut sampah dan memasukan kembali ketempatnya. Lalu kembali menemui kedua orang yang masih menunggu jawaban dariku."Mas benar-benar ingin tau, sudah siap mendengarkan apa yang akan aku katakan?"Aku menatap mas Bayu senyumku mengembang melihat pria itu diam tidak menjawab. Dasar lemah, begitu saja tidak bisa menegakan kepala apalagi saat semua terbuka."Aku memang membelinya....""Kan benar kataku dia memang tidak tau diri, Bay. Saat kita makan seadaanya dia bisa makan enak, tanpa mengingat kita atau setidaknya mengigatmu."Mbak Ana memotong ucapanku tanpa menunggu kelanjutan dari ucapanku barusan. Mas Bayu menatapku tak percaya, kalau aku benar-benar melakukan apa yang di tuduhkan kakaknya."Memang kenapa aku makan enak? Beli bukan mencuri. Bahkan bukan mengunakan uang adikmu kalau kau tidak percaya bisa kau tanyakan kepada adikmu."Aku berkata dengan santai tanpa perduli saat mas Bayu terlihat marah, dengan apa yang aku katakan kepada kakaknya. Bukankah tadi mereka minta aku menjawab dengan jujur."Mbak ingat semua warisan bapak mertua yang dilimpahkan kepada anak lelakinya yaitu mas Bayu. Bukan kepadamu, Dika atau ke Nina tapi semua ke Mas Bayu, bahkan kalian juga membagi warisan kepadanya tanpa berniat bertanya kepadaku sangup atau tidak menerimanya."Aku menatap mas Bayu dan mbak Ana. Mereka diam aku kira mengerti apa yang aku katakan, ternyata mereka memikirkan cara untuk menekanku agar mengalah."Ini sudah dua tahun jangan bilang warisan bapak belum habis. Sedangkan kau bisa makan enak tanpa ingat kami keluarga suamimu."Aku menghembuskan napas tidak mudah ternyata menghadapi kedua saudara itu. Masih menyalahkan aku, seolah apa yang dia pikirkan benar adanya."Baiklah tunggu disini biar aku tunjukan warisan bapak kalian yang aku pegang. Semoga kalian mengerti dan juga mengingat warisan kalian semuanya."Aku berjalan menuju kamar tak lama aku kembali, tapi ruangan itu kosong tidak ada orang. Bahkan mas Bayu juga tidak terlihat batang hidungnya."Mas Darimana, mbak Ana mana kok sudah tidak ada orangnya?""Sudah pulang, kelamaan menunggumu dia bosan jadi pulang."Kelamaan menunggu dia bilang. Sedangkan aku mengambil benda ini tidak sampai lima menit dia bilang lama."Mas harus melihat ini, agar tau kalau aku tidak berbohong. Mengunakan uangmu untuk makan enak, Mas."Aku menunjukan benda yang aku bawa tapi mas Bayu melihat sekilas, setelah itu dia kembali ke kamar untuk bersiap berangkat kerja."Kita selesaikan ini dulu, kalau perlu tidak usah kerja sekalian. Mas mau mengurus warisanmu sendiri atau tetap aku yang mengurusnya, sekarang aku bertanya kepadamu?"Mas Bayu menatapku tapi tak lama karena dia sudah pura-pura sibuk menghindari pertanyaanku tentunya. Tapi aku tidak tinggal diam sudah saatnya menyelesaikan semua ini."Kau istriku, jadi bantu mengurus warisan bapak sebelum meninggal. Dan warisan ibu juga."Aku menatap mas Bayu yang menghindar seolah tidak mau menatapku lagi. Sepetinya dia mencari aman sekarang."Baik kau percayakan semua warisan ini kepadaku, maka jangan mengungkit lagi apa yang aku lakukan. Tanda tangani ini mulai sekarang, biar aku mengurusnya kalian diam saja."Aku menyerahkan selembar kertas bermaterai. Mas Bayu hendak membacanya tapi aku segera mencegahnya."Tidak usah membacanya kalau mau semua urusan warisan ini beres. Maka serahkan kepadaku, kau cukup kerja...kerja...kerja. walau gajimu tetap delapan juta."Mendengar aku mengomel mas Bayu menandatangani tanpa membacanya. Aku tersenyum, beres akhirnya selesai urusan warisan yang bikin tidak bisa tidur memikirkannya."Sekarang aku mau menyiapkan sarapanmu, nasi goreng dan telur dadar seperti biasanya."Aku meninggalkan mas Bayu untuk menyiapkan sarapannya. Untuk sekali lagi gajian dia tidak boleh sakit, kalau tidak bisa gagal rencanaku memulai hidup baru.Aku mandi bersiap pergi setelah memastikan mas Bayu pergi meninggalkan rumah. Sebelum pesta di rumah mertua, semua masalah harus selesai karena aku tidak mau mengalami kesulitan karena keluarga itu.(Aku akan datang setengah jam lagi. Membawa persyaratan yang dibutuhkan.)Aku mengirim pesan ke sebuah nomor seseorang yang menunggu di rumahnya. Rumah yang pernah didatangi bapak dan ibu mas Bayu dulu"Sesuai kesepakatan kita, ini di potong untuk menutupi yang lama jadi kita buka yang baru. Begitu kan maksud mbak Risma?"Tidak salah aku bekerja sama dengan pria ini, begitu sampai langsung berbisnis tanpa basa-basi lagi. Tapi aku berharap tidak akan berurusan dengannya. Selanjutnya biar mas Bayu yang bertangung jawab, aku lepas tangan kali ini."Sisanyanya sudah saya transfer ,setelah di potong penutupan hutang lama dan admin untuk pembukaan yang baru. Bunganya 15persen setiap bulan."Aku menghubungi bapak untuk melihat apa ada uang masuk ke rekeningnya. Bapak bilang ada karena sudah ada pemberitahuan lewat SMS banking. Setelah menyerahkan persyaratan yang pria itu minta, aku segera pergi meninggalkan rumahnya.Akhirnya selesai tinggal memperjelas nanti di malam pernikahan Nina. Aku pasti akan memberi mereka kejutan yang sangat besar tentunya. Saat ini aku akan menghubungi beberapa orang untuk datang, di malam sebelum pesta pernikahan adik iparku.Dua tahun bagiku sudah lebih dari cukup. Jika mas Bayu tidak mau mendengarkan ucapanku, apa boleh buat jika harus berakhir sekarang. Orang makan nangka tapi aku yang kena getahnya...ogah.Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan
Ekstra Part 8"Jadi Mas tak jadi ikut ke rumah Tante Indah dan Om Sean? Mereka sudah jauh hari mengundang kita, apa tak bisa walau datang sebentar saja?"Risma menatap Malik yang tengah mengancingkan bajunya. Pria itu tadi bilang, kalau ada acara dengan Sarah dan rekan bisnisnya. "Mas, tak bisa datang, Yank. Pertemuan ini sangat penting untuk bisnis kita."Risma tak berkata apa-apa lagi, karena Malik sudah memutuskan untuk tidak memenuhi undangan Indah dan Sean."Kalau begitu bolehkan aku pergi ke rumah Tante Indah? Tak enak kalau tak datang."Sejak Indah dan Sean memutuskan untuk kembali bersama. Hubungan mereka dengan Risma juga membaik, mereka sudah menganggap mantan istri keponakannya sebagai keponakan sendiri."Boleh, tapi usahakan jangan pulang terlalu malam. Aku tak mau istri cantikku ini kelelahan, apalagi ada dedek bayi yang harus di jaga."Malik mencium perut sang istri. Yah, ulang tahun Risma mendapatkan hadiah luar biasa, dia benar-benar hamil anak kedua."Kalau begitu aku
"Mau apa lagi kau kemari? Sudah tak ada gunanya lagi, Ndis. Kau pembawa sial, kehancuran anak-anak mu seharusnya jadi pelajaran tapi aku buta oleh rayuanmu. Sekarang kesialanmu menjadi penyebab kehancuran ku."Sean menunduk dengan wajah sedih. Sudah dua minggu ini sang istri pergi bersama anak-anaknya, jiwanya kosong tapi keluarganya tak ada yang perduli lagi. Penghianatnya tak termaafkan lagi.Bu Gendis mengepalkan tangannya, saat mendengar ucapan Sean. Hatinya hancur saat pria itu menyebutnya pembawa sial."Jangan bilang hatimu sakit, saat Sean menyebutmu pembawa sial, Gendis. Ingatlah betapa sakit hati Risma, saat kau menyebutnya dengan kata yang sama."Ibu mertua Bu gendis berjalan tertatih mendekati anaknya. Hatinya sakit melihat anak bungsunya begitu menderita sejak istrinya pergi.Awalnya dia tak tau alasan sang menantu pergi, namun akhirnya dia tau perselingkuhan anak bungsunya dan menantu pertamanya. Meski marah tapi dia tak mampu berbuat apa-apa."Aku sudah banyak bertindak u
"Dasar wanita pembawa sial." Semua orang berpaling lalu menatap wanita yang berkata kasar itu.Risma terkejut melihat kedatangan wanita yang tak pernah dia duga sama sekali. Seperti biasa kedatangannya hanya membuat keributan.Plok ....Belum lagi sadar dari keterkejutan karena umpatan Bu Gendis. Risma harus kembali terkejut, saat melihat wajah mantan mertuanya penuh dengan kue ulang tahunnya."Makan itu biar mulutmu bisa bicara yanng baik-baik. Heran, setiap ketemu mulutmu itu tak pernah bisa berkata baik."Ibu Risma tersenyum puas, saat melihat mantan besannya kebingungan membersihkan wajahnya. Meski kasihan tapi tak ada yang membantu wanita itu.Byuur ...."Untuk menambah rasa manis setelah makan, kau juga harus merasakan minuman manis ini ."Lengkap sudah penderitaan Bu Gendis, setelah ibu Risma melempar kue ke wajahnya. Kini mertua Risma menambahkan segelas jus jeruk ke kepalanya."Lain kali jaga bicaramu, Gendis. Selama ini kami diam bukan takut padamu, tapi kami sudah muak melih