Share

Tenda Yang Besar

Penulis: Winarsih_wina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-01 21:54:46

"Beruntungnya Bu Gendis, lihat Tendanya saja sebesar itu. Pasti kali ini dia punya menantu kaya dan tidak pelit, beda sama istrinya Bayu."

Aku tak membalas gunjingan orang kepadaku. Biar mereka puas dulu, baru nanti pada menjilati ludah masing-masing.

"Risma kamu nyumbang berapa? Atau jangan-jangan tidak menyumbang ya? Kami tau kau pelit dan serakah mana mungkin mau menyumbang kan."

Aku tak menjawab hanya tersenyum saja, toh mereka hanya berniat mengejek, bukan benar-benar ingin tau aku menyumbang berapa ke mertuaku itu.

"Kalau sudah tau tidak usah banyak tanya Mbak, bersiap saja uang dua puluh ribu lalu bawa keluarga besarmu makan enak. Jarang-jarang kan makan daging, kebanyakan bayar koperasi keliling begitu ada pesta kemaruk."

Aku tersenyum sinis hampir semua orang disini tau siapa wanita ini. Hampir setiap hari dikejar kreditan, kalau ada pesta semua keluarganya dibawa, nyumbang paling banyak duapuluh ribu.

"Itu bukan urusanmu yang penting kami menyumbang tidak sepertimu rakus harta suami."

Masih mengejekku, dia pikir aku akan kalah tidak akan. Kali ini aku beri dia sedikit kejutan.

"Lebih baik menguasai harta suami mbak, daripada dinikmati wanita lain. Aku kasih tau ya, tidak ada suami bodoh yang mau hartanya habis dimakan kredit keliling. Kalau gak sadar juga tunggu dijadikan janda kau mbak."

"Risma...tutup mulutmu kalau tidak aku robek sekalian."

Melihatnya berteriak tidak membuatku takut, tapi malas melayani kalau sudah pakai menangis segala. Aku meninggalkannya dengan melambaikan tangan, sehingga membuatnya makin kesal.

"Lepaskan, biar aku beri pelajaran perempuan tidak tau diri itu."

Mendengar dia berkata seperti itu kembali aku menoleh dan menjulurkan lidah. Membuatnya kesal berusaha mengejar tapi di cegah teman baiknya.

Diperjalanan pulang aku jadi penasaran, sebesar apa sih tenda yang dipasang mertuaku itu. Sehingga membuat orang satu wilayah tempat tinggalku sampai begitu takjub melihatnya.

Nanti sore aku akan jalan-jalan melewati rumah mertuaku. Kepo saja ingin tau seperti apa, persiapan mereka yang ingin membuat pesta pernikahan.

"Risma!"

Aku berbalik ingin melihat siapa yang memanggil barusan. Mengamati wanita berpakaian mahal yang berdiri merentangkan tangannya.

"Da...Dania....!"

Aku berteriak dan menghambur kepelukannya. Satu-satunya teman yang menikah dengan pria kota, sepertinya dia bahagia tidak seperti temannya ini.

"Apa kabar?Lama tidak bertemu kau makin cantik dan terlihat kaya."

Dania tertawa dia memukul bahuku, seolah apa yang aku katakan hanya basa-basi.

"Suamimu lebih berhasil daripada suamiku lagi. Tidak usah merendahkan diri begitu."

Aku tersenyum miris bahkan teman baikku juga tidak percaya, kalau aku tidak sedang merendahkan diri ini.

"Sudah ke rumahku dulu kita ngobrol, lama tidak bertemu rindu tau."

Aku menarik tangan Dania dan membawanya ke rumah, agar dia tau dimana teman baiknya tinggal selama ini.

"Bapak dan ibumu apa kabar? Pasti makin sukses usaha mereka. Aku dengar peternakan mereka berkembang pesat, begitu juga usaha penjualan pupuk yang dikelola adikmu, kalian termasuk orang terpandang dong sekarang dikampung kita."

Aku tidak menjawab hanya tersenyum saja, karena apa yang dikatakan Dania benar. Usaha kami berkembang pesat berkat kerja keras bapak dan adikku.

"Kapan kau pulang kabari aku, kita bisa pulang bareng, aku rindu kampung halaman kita."

Dania mulai bermain drama, hanya tiga jam sudah sampai. Gak sesulit itu kalau mau balik kampung masih satu propinsi juga.

"Jangan pulang dulu, beberapa hari lagi adik iparku menikah, kau bisa datang kalau mau. Sekalian menemani aku menghadapi keramaian di rumah mertuaku nanti."

Dania mengangguk aku senang melihatnya, karena bakal ada teman yang melindungi bapak dan ibu, saat mengahadapi keluarga mas Bayu nanti.

"Jadi keluargamu bakal datang juga? Menghadiri pernikahan adik iparmu?"

Tentu saja mereka harus datang, aku tidak mau jika harus menjelaskan dua kali. Biar mereka langsung mengetahuinya.

"Baiklah aku akan datang, lumayan bertemu keluargamu sama seperti bertemu keluargaku."

Aku memberinya gorengan yang tadi aku beli, dengan santai dia menikmatinya dan teh manis buatanku. Aku baru sadar Dania datang naik apa, tidak mungkin dari depan sana dia jalan kaki kan lumayan jauh.

"Eh...kau tadi naik apa kemari? Tidak mungkin jalan kaki bisa lecet kakimu."

Dania tertawa ternyata dia menghentikan mobilnya di depan sana, karena belum tau rumahku jadi berjalan untuk mencarinya.

Saat sedang asik bersenda-gurau dengan Dania. Tanpa salam, adik iparku datang langsung menuju kedapur, dan kembali membawa kuali besar yang biasa digunakan untuk masak saat ada kenduri.

"Letakkan ketempatnya kembali. Pakai yang lama, bukankah masih di rumah ibu belum di kembalikan."

Seperti biasa Nina tidak mau mendengar ucapanku. Dengan santai dia membawa kuali besar itu keluar, tapi dengan cepat aku menariknya hingga lepas dari tangannya.

"Tidak usah pelit, ibu mau buat dodol perlu kuali besar. Bukankah semua barang dirumah ini dibeli pakai uang mas Bayu."

Byuh...percaya diri sekali dia bicara, seolah lupa segalanya. Sedangkan seluruh isi rumah ini aku yang beli, masih merasa abangnya yang beli.

"Terserah kalau mau pakai harus mau mengembalikan. Coba hitung? Berapa banyak barang ku yang belum dikembalikan ibu setelah dipakai?"

Nina tak menjawab, dengan kesal dia pergi meninggalkan rumah, seperti saat datang perginya juga tanpa salam. Aku tersenyum tipis, saat melihat Dania menatap seolah tak percaya. Kemudian baru dia mulai memindai isi dalam rumahku.

"Kau baik-baik saja? Kenapa terlihat hidupmu berantakan, Ris?"

Aku tertawa sedih, akhirnya Dania mengetahui apa yang terjadi. Terpaksa menceritakan segalanya yang terjadi.

"Jadi selama ini kau yang mengurus semuanya tapi kok mau sih? Kau kan bisa melawan atau setidaknya menolak permintaan mereka."

Kembali aku tertawa kalau semudah itu, tidak akan aku bernasib malang begini. Apalagi karena malu kepada bapak dan ibu juga, makanya bisa bertahan tapi sekarang tidak lagi.

"Bagus aku dukung keputusanmu itu. Orang makan nangka kau harus kena getahnya, gak rela amat aku mendengarnya."

Seperti biasa ternyata Dania masih menjadi pembela setiaku. Teringat dulu bapak tidak ingin aku sekolah diluar kota, tapi Dania membantuku bicara sehingga bapak setuju aku sekolah diluar kota.

Tunggu saja Mas, pasti makin meriah pesta adikmu. Aku harap kau dan keluargamu tak kena serangan jantung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 14 (akhir segalanya)

    Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 13 ( Kehancuran mereka)

    Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 12 (siapa di balik Sarah)

    "Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 11 ( Bersalah lagi)

    "Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 10 ( Maaf )

    "Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir

  • Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.   Ekstra Part 9(Kemarahan Risma.)

    "Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status