Share

Menyingkir.

"Risma jangan banyak bicara, dalam keluarga kami kau hanya menantu. Istri adikku Bayu, jangan melampaui batasan mu itu kalau tidak kau akan menyesal."

Aku tersenyum, wanita ini bicara seolah lupa diri. Baiklah jika itu yang mereka mau akan aku turuti. Bukankah semua sudah lebih dari cukup, aku juga berhak bahagia meski tanpa keluarga mereka.

"Baiklah, Mbak. Aku pastikan mulai sekarang tidak akan mencampuri urusan keluarga mas Bayu lagi. Sepertinya kalian sudah bisa mengatasi sendiri."

Kali ini Mbak Ana menatapku seolah tidak percaya, dengan apa yang aku katakan. Dia berdiri menuju kedapur, melihat isi kulkas lalu dia berkata dengan nada sinis.

"Pantas kulkasmu masih seperti baru. Isinya cuma beginian, dasar miskin kemaruk."

Aku hampir tertawa, kalau tidak berusaha menahannya. Tentu saja bagus, karena memang isinya hanya air putih dingin dan sayur kangkung.

"Mbak tenang saja, sebentar lagi saat kulkasku bisa terisi penuh, aku undang mbak datang ke rumahku."

Wanita itu tidak menjawab, tapi buru-buru pergi meninggalkan rumah kami. Dia pikir aku akan diam saja, sekarang tidak akan lagi, biar mereka tau apa yang aku alami selama menjadi menantu kesayangan Bu Gendis. Ibunya mas Bayu.

"Kenapa mbak Ana tampak marah, Dek?"

Sesaat setelah kakaknya pergi, sekarang adiknya yang pulang. Nasib harus mengulangi perdebatan yang sama.

"Mbak Ana datang meminta, agar aku tidak ikut campur urusan keluargamu, Mas. menurutku juga sama, lebih baik tidak ikut campur urusan keluargamu. Sudah cukup menjadi menantu kesayangan ibumu, biar dia memilih menantu kesayangannya yang baru."

Aku meninggalkan mas Bayu dan menyiapkan air minum untuknya. Kemudian menyiapkan makanan seperti biasa, setiap dia pulang kerja dia minum dan makan roti atau gorengan, kebetulan hari ini aku membuat pisang goreng.

"Ini minuman sama pisang goreng, hanya ada tiga jangan minta lagi. Itu tadi Bu Wika memberi pisang dari kebunnya, sesisir bagi dua dapat enam."

"Tiga lagi mana?"

Aku berbalik dan menatap pria yang sudah dua tahun menjadi suamiku. Masih saja aku terkejut dengan sifatnya itu.

"Tiga di piringmu, dua aku makan. Sisanya itu di meja masih mentah, kalau mau makan habiskan saja."

Aku meninggalkan mas Bayu yang tampak tersinggung, karena aku suruh menghabiskan pisang mentah. Salah sendiri jadi orang kok gak tau diri, sudah untung aku beri tiga kalau semua aku makan mau bilang apa dia.

"Bulan depan adikmu menikah, sudah memikirkan hadiah, Mas? Jangan sampai mereka menghinaku, karena kau tidak memberi hadiah."

Aku berbalik menatap mas Bayu, dia tidak menjawab tapi sedang menikmati pisang gorengnya. Aku menunggunya bicara, ingin tau dia sudah menyiapkan hadiah atau belum.

"Gak sempat mikirin hadiah nyumbang tenaga saja kita."

Aku tersenyum mendengar ucapan pria yang sangat baik dengan keluarganya, tapi tidak punya perasaan untuk istrinya.

"Baiklah persiapkan tenagamu, karena tau kan yang namanya nyumbang tenaga. Kerja rodi dari habis subuh sampai selesai acara."

Kembali tidak ada jawaban, aku tau dalam hati dia pasti berkata. Kau yang akan kerja dari subuh sampai selesai acara, walau hanya cuci piring.

Tenang saja akan aku beri kejutan yang tidak akan kau sangka, Mas. Bahkan keluargamu juga tidak akan mengira aku bisa melakukan itu.

"Kalau sudah siap cepat mandi hubungi ibumu. Aku rasa tadi mbak Ana datang tidak hanya mengingatkan aku, untuk tidak ikut campur tapi dia mencarimu juga."

Mendengar ucapanku dia langsung bangun. Setelah memasukan potongan terakhir pisang goreng di tangannya, kemudian dia menuju kekamar, tak butuh waktu lama dia sudah bicara dengan ibunya.

"Iya Bu, lakukan seperti yang ibu rencanakan. Kami terima saja tugas dari ibu."

Aku meletakan piring yang baru aku sabuni. Lalu membilas tangan kemudian mendekati mas Bayu, tapi dia langsung memutuskan pangilan setelah melihatku.

"Ibu memberi tugas apa? Mas. Kok tidak bicara dulu denganku?"

Mas Bayu menatapku yang masih mengelap tangan yang basah, dengan daster yang aku pakai.

"Kau tidak usah terlalu ingin tau semua hal. Biar aku yang memikirkan menyelesaikan perintah ibu, kau cukup diam dan mengikuti kata-kataku."

Mengikuti kata-katanya, baiklah sepertinya sekali lagi aku akan tertimpa durian runtuh. Tentu yang beruntung dia sedang aku babak belur di buatnya.

"Baiklah semua terserah kepadamu, seperti maumu aku akan diam saja mulai sekarang. Beberapa hari lagi, kan hanya menunggu beberapa hari lagi."

Kembali aku masuk dan melanjutkan mencuci piring. Aku menoleh saat mendengar seseorang menarik kursi, tanpa menoleh aku mengatakan apa Yang aku masak.

"Tumis kangkung, tempe goreng dan ikan asin. Itu kalau mas mau makan di rumah."

Seperti ibunya dia langsung membanting tutup saji, lalu meninggalkan rumah untuk makan di rumah ibunya.

Dua tahun tidak berubah, seperti inilah kehidupan yang aku jalani bersama mas Bayu. Sebagai menantu kesayangan ibunya.

Gak sabar rasanya menunggu beberapa hari lagi untuk memulai hidup baru sebagai manusia bebas. Bebas dari beban pikiran yang menjadi penyakit susah tidur malam.

"Jangan lupa bawa pulang sedikit jika makan enak disana."

Sengaja aku berkata seperti itu, bukan berharap karena tidak mungkin mereka membawakan makanan untukku. Hanya sedikit menyindir agar dia sadar.

Terlalu berharap besar dia sadar tidak mungkin juga dia sadar, karena hampir dua tahun aku mengulangi hal itu tapi tidak ada kemajuan sama sekali.

Setelah mas Bayu pergi aku segera pergi mandi, kemudian menikmati makan malam, bukan masakan tadi pagi tapi menunggu makanan yang aku pesan online.

Menunggu sebentar ternyata kurirnya datang. Aku segera membayar, kemudian mulai membuka dan menikmati aroma ikan bakar pesananku.

Pas di makan dengan tumis kangkung, tempe goreng. Ikan asin menyingkir dulu, ganti ikan bakar nikmatnya. Mulai sekarang aku harus menikmati hidup, jangan orang lain hidup enak aku yang sengsara, maaf mas bukan durhaka tapi aku ingin menikmati kesendirian ini dulu.

Aku menikmati makanan itu sampai tidak tersisa. Tentu meninggalkan kepala yang sudah tidak utuh dan tulang belulangnya saja, sedangkan dagingnya sudah aku habiskan tanpa sisa.

Setelah selesai aku membuang sampah sisa makanan. Malas kalau harus ribut dengan mas Bayu untuk urusan perutku, dia tidak perlu tau seperti biasanya. Dia kan hanya mementingkan perutnya saja, tak terbayang kalau dia tau aku baru saja makan enak mungkin dia bisa kena serangan jantung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sok2an hebat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status