Bunyi ALARM yang memekakkan telinga membangunkan Arjuna dari tidur lelapnya. Laki-laki itu duduk bersandar di heard board ranjang sembari memegang kepala yang terasa berat dan mematikan benda itu. Dengan malas dia berjalan menuju kamar mandi.
Arjuna membuka tutup sabun dan menuang isinya ke sponge dan mulai membersihkan diri. Dalam sekejap, aroma lavender menguar di ruangan itu.
Setelah membasuh tubuh dengan air yang ke luar deras dari lubang-lubang shower, dia mengambil handuk, melilitkannya di pinggang dan melangkah keluar.
Sebenarnya jika dilihat dari dekat, Arjuna tidaklah terlalu tampan. Hanya saja, laki-laki itu memiliki rahang yang kokoh dengan bulu mata lentik. Wajah balsteran dengan mata cokelat itu didapatnya dari sang papa, yang menikahi seorang gadis biasa dari tanah Jawa.
"Halo?" ucapnya saat menjawab panggilan. Kali ini dering ponsel yang berbunyi.
"Kamu bisa pulang sekarang?" tanya suara di seberang sana dengan pani
Arum berlari ke kamar mandi saat mencium bau tumisan bawang, yang sedang dimasak oleh ibunya untuk sarapan mereka. Seketika perutnya menjadi mual dengan kepala yang terasa berputar.Sudah satu bulan sejak kepergiaan Arjuna, Arum lebih banyak berdiam diri di rumah. Gadis itu lebih tekun belajar karena ujian kelulusan sudah di depan mata.Bunyi muntahan yang terdengar nyaring membuat Lastri kaget dan mematikan kompor, lalu mengetuk pintu kamar mandi. "Kamu kenapa lagi, Rum?"Bukannya menjawab, Arum justru mengeluarkan semua isi perutnya hingga lambung terasa begitu perih."Rum, Rum!" panggil Lastri lagi.Teriakan itu membuat Ayu yang sedang berada di kamar langsung berjalan menuju ke dapur."Ada apa sih, Bu? Berisik sekali pagi-pagi," katanya dengan wajah kesal. Entah mengapa semua yang berhubungan dengan Arum selalu membuatnya malas."Itu Arum muntah-muntah," tunjuk Lastri ke pintu yang dikun
Desain kamar itu terlihat cukup mewah dan nyaman untuk ditempati, dengan hiasan wallpaper minimalis, cat berwarna putih juga perabotan yang terbuat dari kayu mahal. Empat orang yang berada di dalamnya saling bertatapan dengan lekat sembari membahas sesuatu hal yang cukup penting."Juna, kamu semakin dewasa. Usia juga sudah cukup matang untuk membina rumah tangga," ucap seorang laki-laki paruh baya seraya menatap putra sulungnya dengan tenang.Sudah beberapa minggu ini dia terbaring di kamar setelah kepulangan dari rumah sakit karena mendapat serangan jantung. Untunglah, nyawanya masih bisa diselamatkan, hanya perlu bedrest total untuk pemulihan."Iya, Pa," jawab Arjuna dengan tegas. Kali ini, dia siap jika diminta untuk menikah karena telah memiliki seorang kekasih. Arum, sang gadis desa sederhana yang membuatnya mabuk kepayang."Syukurlah. Berarti keputusan Papa sama Mama untuk menjodohkan kamu dengan Sasya gak salah. Kita bisa mengadak
Pagi itu cuaca cukup cerah dengan teriknya matahari yang bersinar. Lastri mengambil keranjang baju kotor dan mulai memisahkan satu per satu. Ayu dan Arum akan mencuci bajunya masing-masing.Sejak tadi dia mengetuk pintu kamar kedua putrinya namun belum ada yang keluar. Sepertinya setelah subuh, Ayu dan Arum kembali tidur karena kelelahan.Ketika mengangkat baju seragam sekolah yang berwarna putih, sebuah benda terjatuh dari sakunya. Mata Lastri terbelalak saat melihatnya. Sebuah alat tes kehamilan dengan garis dua garis merah. Tangannya gemetaran saat memegang benda itu, lalu wanita itu berlari ke depan."Arum, bangun!" teriaknya menggedor pintu. Itu membuat beberapa tetangga keluar dari rumah untuk melihat apa yang terjadi, karena terdengar cukup keras."Arum! Buka pintu!" teriak Lastri lagi. Dadanya bergemuruh oleh amarah, sehingga sudah tak peduli ada banyak mata yang diam-diam mengintip."Arum!" Kali ini gedorannya semakin kua
"Usir! Usir dari kampung!"Begitulah teriakan dari beberapa warga ketika sebuah mobil berhenti di depan rumah Lastri. Wanita itu terkejut dan segera membuka pintu rumah lalu menyuruh kedua putrinya masuk."Ada apa ini?" tanya Lastri saat kerumunan orang mulai memenuhi halaman rumahnya."Suruh anakmu pergi dari kampung ini, Mbakyu. Bikin malu!" ucap salah seorang warga yang membuat Lastri kaget sekaligus ketakutan."Memangnya anakku kenapa?" tanya Lastri dengan lantang."Alah, jangan pura-pura, Mbakyu. Kami tau apa yang terjadi tiga hari yang lalu. Arum pingsan dan dibawa ke rumah sakit karena keguguran," jawab yang lain.Lastri menutup mulut karena tak tahu harus menjawab apa. Tadi mereka meminjam kembali mobil Pak RT untuk menjemput Arum pulang setelah pemulihan. Gadis itu diberitakan anemia dari dokter di surat keterangan sakit untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi."Tenang semua. Kalian jangan asal menuduh. Arum ba
Suasana di ruangan itu begitu tegang. Kepala Sekolah menggelengkan kepala berulang kali mendengar penuturan Ketua RT. Sementara itu, sejak tadi Lastri mengusap air mata dengan sapu tangan karena tak kuasa menahan tangis."Kami dari pihak sekolah inginnya Arum tetap masuk dan belajar seperti biasanya," ucap Kepala Sekolah dengan tegas. Tidak ada perlakuan khusus bagi siswa kecuali mengalami sakit parah atau tidak bisa bergerak sama sekali."Tapi kalau Dek Arum tetap sekolah, dia akan menjadi bahan olok-olokan temannya, Pak. Kami mohon keringanan, demi mental putri kami," ucap Ketua RT dengan nada memohon.Kepala Sekolah menarik napas panjang kemudian menatap Guru BK untuk meminta pendapat. Kasus seperti ini sebenarnya pernah terjadi. Hanya bedanya, siswa yang melakukan itu langsung dinikahkan untuk menjaga nama baik orang tua dan sekolah. Sedangkan Arum sungguh memprihatinkan karena tidak ada laki-laki yang mau bertanggung-jawab."Bagaimana, Bu
"Kerjakan dengan teliti. Jangan terburu-buru."Arum meraih kertas ujian yang disodorkan kapadanya dan mulai mengisi soal satu per satu. Di awal terasa cukup mudah, tetapi ketika memasuki nomor 20 dia kebingungan."Kenapa, Rum?" tanya guru yang mendampingi saat melihat dahinya berkerut. Arum juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa gugup sejak tadi."Saya ndak bisa jawab, Bu," katanya dengan jujur."Soal yang mana?" tanya Ibu Guru sembari menatap kertas ujian."Ini. Sama yang ini. Tapi ini juga, Bu. Terus--" Arum menunjuk beberapa soal kemudian terus ke bawah dia bagian essai."Dibaca ulang. Diingat lagi sewaktu guru menjelaskan," ucap Ibu Guru dengan sabar.Arum berusaha fokus dengan tulisan dan angka-angka di kertas. Cukup lama dia membaca ulang ketika akhirnya satu per satu sial mulai terisi.Ibu Guru Arum dengan senyum sekaligus iba. Siswanya yang satu ini sebenarnya cukup pandai asal sabar mengajari. Se
"Hati-hati. Jangan diri baik-baik tempat orang," pesan Lastri saat mengantar putrinya ke pelabuhan.Disaksikan oleh banyak orang, akhirnya Arum meninggalkan kampung dengan berbekal seadanya. Setelah kejadian malam itu, dia tinggal di rumah Ratih untuk sementara waktu dan menyelesaikan ujian. Setelahnya, gadis itu diharuskan untuk berangkat, bahkan sebelum hasil ujian diumumkan.Air mata Lastri dan Ayu menetes saat Arum berpamitan. Ratih tak ikut mengantar karena tak sanggup berpisah dengan Arum. Gadis itu memilih untuk mengurung diri di kamar saat kepergian sahabatnya."Nanti kami akan mengirimkan ijazahmu kalau kelulusan sudah diumumkan," ucap wali kelas saat Arum mencium tangannya."Iya."Hanya itu yang Arum ucapkan untuk menjawab semua nasihat dari semua orang yang mengantarnya. Dia menatap wajah sang ibu dengan gamang karena tak rela berpisah. Namun, inilah keputusan terbaik yang telah mereka sepakati. Dia akan tinggal d
Hanya ada tiga hal yang dapat mengubah seseorang, yaitu waktu, Tuhan dan dirinya sendiri ~Anonim***"Ayo, berangkat sekarang!" Seperti biasa, Erlangga akan membukakan pintu mobil dan membiarkan Arum masuk dan duduk di sampingnya. Lalu, mereka akan saling terdiam sepanjang perjalanan hingga tiba di tempat tujuan.Arum akan mengucapkan terima kasih lalu berlalu bergitu saja tanpa memahami perasaan yang sedikit demi sedikit tumbuh di hati laki-laki itu.Erlangga bahkan rela memangkas rambutnya, hanya karena Arum pernah mengatakan bahwa penampilannya cukup menyeramkan dengan gaya seperti itu."Rum?""Ya?""Malam minggu nanti aku mau ajak kamu jalan," ucap laki-laki itu dengan meragu. Melihat sikap Arum yang dingin, nyalinya seketika ciut. Kata-kata ini sedari dulu dia ingin ucapkan namun tertahan di bibir.Sudah hampir tiga bulan ini, Arum tinggal bersama mereka. Selama itu pula ada rasa yang tumbuh di dalam hatinya, y