Share

Chapter 3

Author: Chiavieth
last update Last Updated: 2025-03-02 08:58:47

Situasi berubah kacau, siapapun di dalam kafe itu tampak sangat cemas saat melihat asap yang semakin banyak dan mulai menghitam.

“Kita harus segera keluar dari sini, mungkin sesuatu terbakar di dalam.”

Namun mereka terlambat, api sudah berkobar dan melalap tempat itu dengan sangat cepat.

Kaki Anne terasa kaku dan tak bisa beranjak dari tempatnya. Seluruh tubuhnya gemetaran, bayangan di masa kecilnya melintas, membuat rasa trauma muncul dalam dirinya.

“Anne!!”

Teriakan terdengar, tapi mulut Anne bahkan tak bisa menjawab panggilan tersebut dan dia juga tak dapat melihat orang yang memanggilnya akibat asap yang semakin menebal.

Samar-samar dia melihat bayangan seseorang menerobos kepulan asap, tapi Anne tidak bisa melihat wajah pria yang berusaha membantunya keluar dari sana. “Kak Nicho, apa itu kamu?”

Meski tangan Anne sudah di genggam erat oleh pria penyelamatnya, tiba-tiba lampu gantung yang ada di langit-langit kafe jatuh tepat di depan mereka dan menutupi jalan keluar mereka.

“Ya tuhan, bagaimana cara kita keluar?”

Di situasi panik itu, pria disampingnya terdengar membisikinya dengan lembut. “Jangan khawatir, aku pasti bisa membawamu keluar dari sini.”

Nafas Anne sesak karena terlalu banyak menghirup asap, kepalanya pusing, bahkan matanya sayu hingga dia tidak sadarkan diri.

***

“Kak Nicho…” Raffaelle mendongak saat Anne akhirnya sadar, namun sorot kekecewaan terlihat jelas di matanya saat gadis itu menyebut nama pria lain.

Sedangkan tiga gadis teman-teman Anne yang tadinya mondar-mandir menunggu dengan gelisah, akhirnya bisa bernafas lega setelah Anne terbangun. “Anne, kamu baik-baik saja?”

Bukannya menjawab, gadis itu melihat ke semua arah dengan bingung. “Kak Nicho dimana? Dia tidak apa-apa kan?”

“Dia…”

Anne melihat keraguan di mata mereka untuk berbicara. “Hei, kenapa diam. Kak Nicho kemana?”

Raffaelle menghembus nafasnya dan berdiri setelah enam jam lebih duduk disamping ranjang Anne, pria itu bahkan tak mengatakan apapun saat ini seakan sedang ada masalah.

“Kamu akan pergi begitu saja?” Tanya Nadine gadis bertubuh tinggi dan rambut coklat sebahu saat melihat Raffaele menuju pintu keluar.

Pria itu memaksakan diri untuk tersenyum, lalu berbalik dan langsung pergi.

Anne tak peduli, yang ada dipikirannya sekarang hanya Nicho pria yang dia anggap telah menyelamatkan hidupnya. “Bisa antar aku menemui Kak Nicho?”

“Maaf Anne, tapi sekarang keadaannya sedang kritis, dia sedang menjalani perawatan.”

Dengan tekadnya, Anne bangkit dari tempatnya berbaring dan mencabut infus di tangannya dengan paksa. “Anne, apa yang kamu lakukan?”

Dalam keadaan tubuhnya yang belum stabil, Anne menerobos keluar dan berlari ke lorong rumah sakit. “Anne, kamu mau kemana?”

Sayangnya gadis itu mengabaikan panggilan tiga temannya, meski dia berjalan terpincang-pincang.

Nadine, Maureen dan Alesha merasa tak tega membiarkannya sendirian, jadi mereka memutuskan menyusul Anne.

“Anne kamu terlalu nekat, ini berbahaya.”

“Aku harus menemui kak Nicho, dia sudah susah payah menyelamatkanmu…”

“Anne kamu ingin menemui Nicho kan, dia disebelah sini.” seru Maureen saat berhenti di depan sebuah ruangan.

Namun, saat ingin membuka pintu ruang rawat nomor 34 itu, seorang wanita terlihat disana dan menatap mereka dengan tak ramah. “Siapa kalian?”

Wanita itu terlihat sedikit lebih tua daripada mereka. Nadine si gadis cerewet langsung menjawab. “Kami semua teman satu universitas dengan kak Nicho, saat kecelakaan kemarin dia bersama kami.”

“Oh, jadi kalian yang membuat Nicho seperti ini. Apapun yang terjadi padanya, kalian harus tanggung jawan.”

Kata-kata wanita itu seperti sebuah ancaman.

Anne bertanya-tanya, ‘Wanita itu sepertinya sangat dengan Nicho, apa mungkin dia adiknya atau sepupunya?’

Anne kembali memperhatikan wanita dengan kuku panjang dan rambut pirang kini tampak mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya untuk dia bakar.

Asap dan aroma tembakau tercium begitu tajam hingga Anne menjadi terbatuk. “Maaf kakak, tempat ini bebas asap rokok, di dinding sana ada peringatannya.”

Wanita itu beralih melihat arah di tunjuk Anne, ini kesempatan mereka untuk menerobos masuk ruang rawat Nicho yang kebetulan sedang diperiksa dokter.

“Dokter, bagaimana keadaan Nicho?”

“Masih belum sadar, kami akan mengecek keadaan pasien setiap jam-nya, kalian tenang saja.”

Wanita yang merokok tadi ikut masuk menyusul ke dalam, setelah dokter tadi keluar dari sana. “Hei, berani sekali kamu masuk ke dalam, setelah menyebabkan Nicho seperti ini.” ujarnya dengan nada ketus.

Mendengar itu Maureen tidak tinggal diam. “Ini bukan gara-gara kami, tapi kecelakaan.”

“Benar, lagipula Nicho mencari Anne itu punya tujuan.” sambung Nadine.

“Tujuan?” Wanita itu mengernyit. “Maksudnya apa?”

“Yah, Nicho kan naksir sama Anne. Kayaknya mereka udah jadian.”

Wanita tadi melihat mereka tak percaya. “Apa?”

Anne membeku ditempatnya, dia memang belum menjawab isi hati Nicho yang sebenarnya. Tapi, mengingat pengorbanan pria itu barusan, Anne menetapkan pikirannya.

“Kamu dan Nicho udah selesai bicara kan Ann?”

Wajah Anne langsung berubah gugup, “Sebenarnya…”

Ekpresi si wanita berambut pirang tadi sedikit kecewa, tampak ada sesuatu dipikirannya.

Anne dan tiga temannya tak peduli lagi tentang meski wanita itu keluar dari ruangan itu.

“Bukankah wanita itu sedikit aneh?”

Tak ada tanggapan.

Mereka saling menyenggol lengan ketika melihat Anne duduk di tepi ranjang Nicho sambil memegangi tangannya. “Kak Nicho, maaf telah membuatmu begini, kuharap kamu cepat sadar.”

“Kamu sedang apa?”

Ternyata di luar rumah sakit Raffaele masih berdiri mengintai dari balik jendela ruang yang berada tepat di ruang rawat Nicho.

Pria itu menoleh sekilas, kemudian mengalihkan pandangannya kearah semula.

Wanita berambut pirang tadi melihat arah pandang Raffaelle. “Jadi melihat mereka? Gadis mana yang kamu sukai?”

Auranya terkesan dingin, tapi wanita itu masih berani mengajaknya bicara meski Raffaele tak menjawab. “Kenalkan, aku Sherin.”

Raffaelle masih tak acuh membuat wanita yang mengaku Sherin itu menyimpan kembali tangannya. “Jika ada kesempatan, kenapa kamu tidak langsung merebut hatinya?”

Raffaelle menarik nafas, ucapan Sherin barusan juga ada benarnya. Tapi gadis yang di taksirnya sedang memikirkan orang lain, dia bisa apa?

Entah darimana datangnya keberanian itu Sherin menarik tangan Raffaele dan keluar beranjak dari sana. “Ikutlah, aku ada ide bagus.”

Raffaelle baru kali ini diperlakukan seenaknya, ini membuatnya tersinggung dan merasa ingin marah. Namun, ketika akan melontarkan kalimat emosinya, Sherin berbisik di telinganya. “....”

“Tunggu! Apa yang kamu maksud?” Raffaelle mengernyit tak mengerti.

“Kurasa kamu akan setuju dengan ideku ini.” Sherin mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari sakunya, dan meletakkan itu di tangan Raffaele.

Pria itu memandangi plastik selebar dua jari tangan yang isinya terdengar seperti serbuk.

“Kamu pasti tidak asing dengan benda itu kan? Itu bisa jadi senjata ampuh agar kamu mendapatkan gadis yang kamu incar.”

“Tidak, tidak. Kamu kira aku pria seperti apa?” Raffaelle mengembalikan itu pada Sherin.

Namun wanita itu tersenyum miring sambil menaruhnya di saku kemeja Raffaele. “Kenapa mengembalikannya padaku? Suatu saat kamu pasti membutuhkan ini.”

Sherin tersenyum miring, lalu pergi meninggalkan pria dingin itu.

Wanita yang cantik dan penuh pesona, tapi Raffaele tak tertarik sedikit pun dengan parasnya. Hatinya sudah terlanjur melirik Anne, si gadis polos berhijab.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayang Cinta sang Tuan    Kenapa kak Nicho bisa disini?

    "Kak Nicho? Kenapa kamu bisa—” ucapannya terputus saat pria itu melemparkan sebuah syal rajut pada wanita yang pakaiannya compang-camping dan bahkan tanpa hijab yang menutupi kepalanya.“Diamlah, segera pakai itu. Kamu rela auratmu dilihat orang lain?” Anne tak menepis kata-kata pria itu dan melakukan apa yang di katakannya, hingga rambutnya kini tak terlihat lagi. “Makasih banyak, kalau bukan kamu aku nggak tahu gimana nasibku nanti.”“Ini hanya suruhan mama, jadi kamu jangan berpikir yang nggak-nggak. Lagian kamu nggak usah banyak omong deh, aku juga nggak bakalan tersanjung dengan kata-katamu.”“Aku berterima kasih serius, bukan untuk memuji atau menyanjung orang lain. Tapi, aku heran kenapa kamu bisa sampai kesini? Padahal tempatnya kan terpencil.” “Apa itu penting? Cukup diam saja di kursimu jangan banyak omong!”Menerima bentakan itu Anne mendengus.“Sombong sekali! Kamu kira aku bicara padamu karena punya maksud lain? Jelas nggak lah ya. Aku ini udah punya suami…” “Suami man

  • Bayang Cinta sang Tuan    Aku harus tau dimana mereka

    Pukul 06.00 pagi, silau matahari membuat Anne mengernyit dan membuka mata dengan paksa, namun ruangan yang ditempeli banyak poster atletik dan binaragawan membuatnya heran. “Aku,,, dimana?”Melihat kondisi tangan dan kakinya yang sedang terikat di atas tempat tidur, Anne terus meronta mencoba melepaskan ikatan itu, namun kagaduhan yang dia sebabkan membuat seseorang membuka pintu dan muncul dengan tawa seringai. ‘Raffaelle? Bukannya dia…’ Sayangnya, dia tak bisa m3mak1 atau bahkan memarahi pria itu karena saat ini mulutnya masih disumpal dengan selotip hitam tebal. Pria itu berjalan mendekat, membuat jantung Anne berdetak keras sekaligus panik bercampur trauma. Apalagi tanpa diduga dia menarik paksa penutup mulut Anne hingga meninggalkan rasa sakit.“Apa-apaan kamu?” Anne akhirnya bisa menegur pria itu dengan sesuka hati meski posisinya belum bisa bergeser dari sana. "Memangnya kamu bisa apa? Sendirian di kamar usang, apa kamu masih berani melawan? Suamimu bahkan juga nggak peduli

  • Bayang Cinta sang Tuan    Anne tak sadarkan diri

    Uhukk! Uhukk! Kekagetan itu membuat Anne tak bisa menahan untuk langsung bertanya. “Bibi, bukannya tadi cuma–” Wanita itu terkekeh. “Anne, apa kamu merasa Mardian kurang tampan dan berjiwa dingin?"Melihat Anne menggeleng sungkan, Audiya kembali bicara. "Kalau aku masih muda pasti akan langsung memilih Mardian. Kamu mungkin nggak tahu kalau sebenarnya putraku itu sangat berkualitas untuk wanita sepertimu.”Anne meringis, lalu melihat sekilas pada pria yang sedang dipromosikan padanya dan mendengar Audiya menyambung kata-katanya. “Mardian punya dua adik laki-laki yang sedang bekerja di luar negeri, satu-satunya orang yang menemaniku di rumah hanya dia.”Merasa sedang dibicarakan, Mardian ikut bergabung dengan ibu dan Anne untuk menyela pembicaraan mereka. “Kalian membicarakanku? Pantas aja kuping ku panas.” Dia lalu melihat pada Anne dan mulai mengutarakan sesuatu. “Oh ya, aku lupa kasih tahu sesuatu. Setelah acara ini mungkin kita akan jarang bertemu, apalagi aktivitasku diluar cuku

  • Bayang Cinta sang Tuan    Yakin?

    “What? Kamu serius Ann?” Nadine memekik keras saking dirinya kaget.“Suaramu jangan terlalu keras, aku nggak mau mereka dengar dan malah banyak tanya.”Nadine langsung mengatup rapat bibirnya, lalu melihat telunjuk yang mengarah pada bocah kembar yang bermulut bijak itu, kemudian dia berbicara dengan suara pelan. “Lalu responmu apa?”“Mana mungkin aku mau…”“Kenapa kamu menolaknya?” “Hei, kamu masih waras kan? Aku nggak mau jadi perusak rumah tangga orang yang sudah punya anak dan istri. Lagian, soal pernikahan harus di dasari dengan perasaan kan? Sedangkan aku nggak punya rasa apapun lagi sama Nicho.” Nadine menarik nafas dalam-dalam, "Nyonya Kyra sebenarnya orang baik.”"Yah, tapi bukan berarti aku tolak permintaannya mentah-mentah. Aku kasih alasan yang masuk akal dan bilang kalau aku udah punya tunangan dan akan menikah dalam waktu dekat ini.” Ckckck… “Alasanmu luar biasa. Kamu ini single parents Ann, siapa yang percaya dengan kata-katamu barusan? Kamu kira bisa bebas begitu sa

  • Bayang Cinta sang Tuan    Balik lagi ke Nicho gih!

    Teka-teki lagi? di ruangan itu semua orang dibuat penasaran. Pasalnya, Kyra pasti akan mengajukan hal yang aneh-aneh setiap dia ulang tahun. Tapi Anne tampak tenang dan melanjutkan makannya tanpa berpikir hal lain. “Apaan sih ma? Jangan bikin kami penasaran dong!” desak Nicho yang tak ingin penasaran lebih lama lagi.Kyra melirik semua orang di meja makan secara bergantian, lalu mendehem ketika memulai bicara. “Nicho, kamu pasti tahu sekarang mama nggak muda kayak dulu lagi kan? Siapa tahu aja di umur 56 tahun ini mama tiba-tiba pergi untuk selamanya.”Sontak Damian memukul meja. “Apa yang sedang kamu katakan? Kita ini jelas seumur, jangan bikin orang ketakutan. Lagian kita juga nggak tahu kapan ajal kita.” Mendengar teguran suaminya Kyra tersenyum datar. “Memang benar, tapi bukankah di umur segini kita mesti banyak-banyak beramal kan?” Pandangannya beralih pada Anne yang masih terbengong di depan meja. “Anne, mama akan serahkan villa di kota Barat daya padamu.”“Apa?” Ternyata Jeny

  • Bayang Cinta sang Tuan    Kalian penasaran?

    “Tante…” Seorang anak kecil dengan pita-pita lucu di rambutnya, berlari menggapai Anne di ruangan makan. Itu membuat semua orang bingung, ‘Bagaimana Ketrin bisa kenal dengan wanita itu?’Tapi, berbeda dengan Nicho yang sudah tahu hal itu akan terjadi, dia hanya mengurut alis tanpa berkomentar. Sedangkan Kyra kini menatap cucunya menanyai. “Ketrin, kamu kenal dimana sama tante Anne?”Gadis itu tersenyum dengan polos. “Ini loh Grandma, dia tante yang aku ceritakan itu…” Kyra menutup mulutnya kaget. “Jadi… ya ya ya, Grandma mengerti sekarang, ternyata dunia ini memang sempit ya. Grandma nggak nyangka kalian baru kenal bisa langsung dekat.” Wanita paruh baya itu melirik Jenya yang kelihatan kesal di seberang mereka. Itu membuat Jenya semakin sebal dan berencana mengalihkan itu. “Ketrin, temani mama keluar sebentar buat ambil sesuatu di jok mobil…” Tapi gadis itu malah menggeleng. “Nanti saja ma, aku mau ajakin Tante Anne ke dalam dulu.” Tanpa disetujui, gadis itu menarik tangan Ann

  • Bayang Cinta sang Tuan    Enggak mau berdebat lagi

    Merasa dianggap remeh seorang anak kecil, Nicho berusaha meredam emosinya lalu berjongkok dan menatap bocah itu. “Hei kids, kamu anaknya Anne?”Bocah itu melipat tangannya dengan angkuh. "Untuk apa kamu tanya mommyku?"Nicho tak mungkin merespon kasar pada anak kecil, jika dia marah itu akan lebih dianggap remeh lagi oleh bocah itu. “Jadi dia mommy-mu? Kalau begitu bisa panggil dia sekarang?” Dua alis Nicho yang tebal itu sedikit terangkat.“Mommy sedang mandi, lagipula dia masih lelah setelah sibuk seharian."Nicho tersenyum dingin, dia melirik wanita dewasa yang sejak tadi hanya diam disamping bocah itu.“Joshua? Nadine? kenapa kalian berdiri di pintu?” Gawat! Nadine melebarkan matanya panik dan berencana menutup pintu dengan paksa, namun detik itu Anne malah keluar setelah mengambil hijabnya dan melihat mantan suaminya berdiri kaku di depan pintu. “Apa yang kamu lakukan disini?”“Anne...” di situasi itu, Nicho berusaha menahan diri untuk tetap stabil. “Maaf, kedatanganmu kemari t

  • Bayang Cinta sang Tuan    Darimana saja?

    “Jenya, kamu darimana saja? Kenapa baru datang?” Sapaan Nicho malah disambut dengan dengusan kasar dan bentakan dari istrinya.“Jangan banyak tanya, cepat bantu aku bawa semua barang-barang ini ke kamar!”“Tapi…” Nicho mengeraskan rahangnya berniat memarahi sang istri, jika bukan karena Ketrin yang sangat antusias melihat Jenya datang, mungkin situasinya akan berbeda. Sementara Nicho membiarkan putrinya menikmati momen ibu dan anak bersama Jenya, tapi saat melihat jok belakang mobil dan berencana menuruti sang istri untuk membantunya, mata Nicho membulat. “Jenya, barang sebanyak ini isinya apa saja? Isi kamar masih penuh dengan kotak-kotak belanjaanmu kemarin yang bahkan belum dibuka.”Jenya berbalik sambil berkacak pinggang. “Apa urusannya denganmu? Suka-suka aku mau beli apa, lagipula bukan hanya kamu yang cari uang.” Nicho tak berkomentar lagi, menurutnya Jenya terlalu boros kalau soal uang. Lemari dikamarnya sudah berisi sana sini. Lalu jika semua dus ukuran besar ini dibawa mas

  • Bayang Cinta sang Tuan    Mama akhirnya pulang

    "Ketrin, kemana kamu sebenarnya?” Tak terhitung lagi sudah berapa kali Nicho mengusap kasar wajahnya setelah berputar kesana kemari menyetir mobilnya.Saking tak fokusnya dengan hal lain, Nicho bahkan tak sadar bahwa mobilnya hampir saja menyerempet mobil SUV di didepannya. Jika dia tidak segera mengerem, masalah baru malah akan muncul. Hufft!Hampir saja dia putus asa sampai berniat menelpon polisi, namun saat menyalakan ponsel seseorang menelepon. “Ya ada apa?”Raut mukanya terlihat berharap, setelah mendengar si penelpon berbicara, “Oke, tetap di situ sampai aku datang.” Di zaman ini, ada banyak kasus penculikan anak, terlebih Carla, putri Nicho satu-satunya termasuk kategori anak yang menggemaskan, memikirkan itu cepat-cepat Nicho mengemudi tanpa berpikir.Rasa cemas itu membuat Nicho cepat sampai di depan sebuah mansion berpagar mewah, dan melihat dua asistennya sudah mendatangi rumah itu dan masuk dengan paksa hingga suara pekikan terdengar dari arah ruang tamu. Kegaduhan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status