Share

Bertemu Bastian

"Pria itu seperti devil bertopeng angel. Mereka mengangkatmu tinggi ke angkasa lalu menghempasmu ke bumi, bahkan tanpa rasa ampun," kata Kara sinis. Di sebelahnya Feli menyimak sambil menikmati makan siang. Kafetaria ramai seperti biasa, Kara tak memperdulikan suaranya akan terdengar oleh pengunjung lain.

"Jadi kamu keluar dari apartemen itu tadi malam?" tanya Feli dengan nada rendah. Dia mengamati wajah Kara yang tampak kesal.

"Ya ... security apartemen mengatakan aku diminta keluar oleh penyewa, Arjuna bahkan memutuskan hubungan kami begitu saja. Apakah ciuman ku begitu buruk sampai dia mengambil keputusan ketika kami selesai berciuman?"

"Menyedihkan," kata Feli mencoba bersimpati walau dia merasa geli. "mungkin Kara lupa menggosok gigi ketika mereka berciuman," batinnya dalam hati.

"Padahal dia begitu tampan." ujar Kara sambil memegang kedua pipinya membuat Feli menggelengkan kepala melihat temannya.

Feli memutar bola mata. "Kamu memang tak pernah jera jatuh cinta, Kara." katanya, Dia melanjutkan kembali. "aku tak heran jika besok, kamu menemukan pria lain lagi."

Kara menyeringai melihat Feli. "Jera? aku nyaris mati karena jatuh cinta pada pria yang salah." gumam Kara dalam hati. Dia teringat ketika  Bastian melemparnya ke ranjang tapi justru membentur pinggiran ranjang dari kayu jati. Kara mendapatkan 12 jahitan karenanya, sedikit tapi sakit tak terperi. Terlebih hati kecil Kara.

Kara melirik arloji, jam istirahat sebentar lagi berakhir. Dia segera menghabiskan santapan makan siang dengan terburu-buru. Khawatir dengan kemarahan Garvin dan sindiran sekretaris Laura.

Benar saja dugaannya, Kara baru saja tiba di meja ketika sekretaris Laura melempar laporan yang diserahkan pagi tadi.

"Kamu bodoh seperti kedelai, tidak becus bekerja. Semua laporan ini salah!" hardiknya dengan mata memerah, "aku lebih baik mengajar anjing menyanyi daripada mengajar karyawan sepertimu!"

"Maaf, Bu. Dimanakah letak kesalahannya? akan segera saya perbaiki," Kara mencoba bersabar menghadapi belut listrik yang tiba-tiba marah tanpa sebab. 

"Cari sendiri! Itu juga jika benda di kepalamu masih berfungsi untuk digunakan!" Laura menatap dengan pandangan merendahkan kearah Laura. Dia berlalu dengan langkah angkuh.

"Sial ..." rutuk Kara sambil memandang Laura yang berjalan menjauh, sudut bibirnya terangkat keatas.

Kara mengambil lembaran laporan di meja sambil menatap punggung Laura. Entah angin apa yang menyebabkan dia tiba-tiba mengamuk. Baru malam tadi Kara mendapatkan kemalangan, terusir tengah malam dari apartemen. Mencari taksi online lalu berakhir di kost-an kembali. Untung masih ada sisa hari sebelum masa sewa kost-an berakhir.

Sedangkan siang ini dia harus menerima kemarahan tanpa sebab oleh Laura. Belum 24 jam saja sudah dua hal tak menyenangkan yang mesti dia terima.

Laura mendengus kesal dari balik meja kerjanya. Kemarahan terhadap Kara bukan tanpa sebab. Dia sengaja mencuri dengar percakapan Leonard dan Garvin. Kara akan mendapatkan fasilitas apartemen di Paradise Place. Apartemen mewah milik Garvin. Sebuah kehormatan besar bagi Kara, bisa menempati Paradise Place.

Laura menggenggam tangannya penuh emosi, Buku-buku jarinya memerah. Menandakan luapan emosi. "Seharusnya aku operasi plastik agar serupa dengan Amara. Semudah itu memikat Garvin. Cukup dengan kemiripan wajah."

"Apa? Paradise Place, fasilitas untuk ku?" kata Kara terdengar lebih seperti jeritan daripada bertanya. "Astaga, Ya ... Tuhan, Aku akan tinggal di sana." Mata itu tampak berbinar bahagia, Leonard membalas dengan senyuman tipis, "aku harus berterimakasih dengan Pak Garvin." sambungnya lagi

Kara melewati Laura yang menatap dengki. Dia menghalangi Kara yang akan memasuki ruangan Garvin tapi gadis itu lebih cekatan. Kaki jenjangnya membuat langkahnya maju lebih awal dari Laura. Kara menoleh sambil tersenyum manis ke arah Laura, Tapi Laura melihat serupa seringaian. Dia menatap Kara dengan pandangan penuh kedengkian.

"Selamat siang, Pak Garvin. Maaf menganggu waktunya. Ada yang ingin saya sampaikan," kata Kara dengan raut wajah bahagia yang tidak bisa di tutupnya.

"Iya, Ada apa?" jawab Garvin. Gadis di depannya yang tampak bahagia membuat Garvin seakan ingin menerkamnya. Dia sangat mirip Amara saat ini, tidak ada raut datar dengan mata tajam dan ekspresi acuh.

"Leonard mengatakan saya mendapat fasilitas di Pasific Place, apakah benar?"

"Ya, apartemen itu dekat dengan kantor. Saya ingin kamu datang lebih awal," kata yang meluncur dari Garvin membuat Kara tersipu malu. Dia memang tidak pernah terlambat datang ke kantor. Bahkan lebih cepat dari Laura, tapi selalu kalah dengan Garvin, "baik, Saya akan datang lebih awal mulai besok. Maaf kapan saya boleh pindah?"

"Hari ini sudah boleh, Leonard akan mengurus kepindahanmu," 

"Terimakasih, Pak Garvin tapi saya bisa mengurus sendiri. Tidak banyak barang yang akan saya bawa." ucap Kara, Dia memberanikan diri menatap mata Garvin. Sebuah tindakan yang berbahaya jika dilakukan di luar kantor. Garvin akan benar-benar menerkamnya, Saat Kara begitu manis seperti sekarang. Dia tidak ada bedanya dengan Amara.

"Tidak perlu berterimakasih, Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku." kata Garvin dalam hati.

Tak banyak barang yang Kara bawa dari kost-an. Dia hanya membawa koper berisikan pakaian, Beberapa hiasan meja dan jam dinding. Sebagian besar barang milik Kara, sudah diberikan ke penghuni kost-an. Barang miliknya tidak ada yang pantas untuk Apartemen mewah sekelas 'Pasific Place'.

Kara baru selesai berpamitan dengan teman kost-an, Ketika dia melihat wajah pria yang sangat di kenalnya, Bastian. Darimana dia tahu Kara disini? seketika Kara meremang melihat kedatangan Bastian. Dia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi mantan suaminya.

"Disini kamu rupanya!" Bastian melihat kost-an Kara dan memandang mantan istrinya yang tampak mempesona, Dia terpukau.

"Ada apa?" Kara bertanya setengah jijik mencium aroma bau keringat dari ketiak Bastian. "Apakah dia tidak mandi?" batinnya. 

Bastian bisa melihat ekspresi geli dari Kara, membuatnya meradang. "Kamu berani, sekarang!"

"Kamu bukan siapa-siapa lagi, Bas. Jangan coba menyentuh ku!" Mata Kara menatap tajam Bastian, penghuni kost melihat heran. Mereka bersiap jika sesuatu terjadi.

"Maafkan aku, Kara." Tiba-tiba Bastian berlutut. "Aku ingin kita rujuk lagi,"

Kara hampir tertawa terbahak mendengarnya. "Rujuk? jangan harap!" Kara melenggang melewati Bastian. Tangannya meraih handphone hendak memesan taksi online.

Tindakan Kara tadi justru memprovokasi Bastian. Dia merasa muak melihat wanita yang berapa tahun lalu menjadi bulan-bulanan, sekarang menganggapnya seperti sampah. Bastian menarik rambut Kara.

"Berani sekali kamu, ya!" seru Bastian penuh emosi. Kara terkejut tidak menyangka Bastian berani menarik rambutnya, punggung Kara melengkung mengikuti arah tarikan rambut. Kepalanya menjadi pusing. Dia mencoba berbalik dan menggigit tangan Bastian tapi gagal. Temannya mencoba membantu tapi mendapatkan tendangan Bastian.

Bastian menyeret Kara ke mobil. "Tidak, kali ini aku tak akan pernah kembali bersama Bastian." dengan sekuat tenaga Kara menjerit minta tolong. Hal ini membuat Bastian naik pitam. Dia memukul Kara membuat gadis itu merasa pandangannya menjadi gelap.

Hal terakhir yang dia ingat, Bastian melemparnya ke jok belakang. Air mata Kara mengalir di pipi. Dia tak ingin kembali lagi bersama Bastian, Kenapa dia harus datang lagi dan darimana dia tahu Kara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status