Sorot mata Feli berkilauan. Dia tertular kebahagiaan mendengar kabar dari Kara. Sahabatnya sekarang menjalin hubungan dengan Reinhard. Artinya Kara telah berani melangkah keluar dari masa lalu dan Reinahard tak akan merongrong Feli lagi.
“Wow, selamat Kara. Aku turut senang mendengar kabar ini. Selera Reinhard memang bagus. Berlian hitamnya persis dengan warna matamu.”
“Seperti itulah yang dia katakan.”
“Melihat proses perjalanan kalian mencapai sekarang. Kurasa tak lama lagi kabar gembira akan didengar.”
Kara meletakkan cangkir kopi di meja. Dia dan Feli sedang duduk di balkon rumah Kara. Area yang di desain asri dengan penempatan pot tanaman, ayunan gantung serta rumput sintetis menutupi lantai.
Dia tahu pertanyaan Feli merujuk pada jenjang lebih serius, pernikahan. Dua hal yang pernah gagal dalam hidup Kara. Meski dia menerima Reinhard, Kara masih merasakan kegamangan di hati.
Apabila menikah dengan Rei
Udara sejuk masih enggan beranjak. Berpadu matahari yang mulai menghangat. Di beranda teras sepasang suami istri dalam usia senjanya menatap ke jalanan.Mereka baru saja mendapatkan kabar mengenai keluarga calon suami putrinya. Anak pertama kebanggaan dalam keluarga.Di pundak perempuan itu harapan semua anggota keluarga berada. Bukan maksud mereka menempatkan Kara turut bertanggung jawab. Kadang keadaan memaksa seorang gadis belia berinisiatif membantu."Pak, Ibu harap kali ini suami Kara berbeda dengan Bastian dan Garvin.""Bapak juga berpikir sama, Bu. Dua kali gagal semoga kali ini yang terakhir.""Keluarga dan tetangga terus menerus membicarakan Kara. Kesal Ibu, Pak.""Sudah
Carol mengamati Kara seksama. Sebagai wanita, dia pun mengakui Kara memang cantik. Namun dalam penilaian Carol bukan itu poin pentingnya. Kara memiliki aura berbeda dengan kebanyakan wanita cantik.Dia mempunyai kemampuan membuat orang menyediakan waktu menoleh untuk mengagumi. Sudah terbukti juga dalam hidupnya Kara mendapatkan lelaki yang secara sosial jauh diatasnya. Meski harus diakui mereka juga menghancurkan hidup Kara.Begitulah alam bekerja, terkadang ada keistimewaan diri yang membuat hidup individu lebih mudah. Entah kekayaan, keberuntungan, kecerdasan atau kecantikan. Dalam hal ini Carol menganggap Kara beruntung memiliki wajah rupawan. Mirip dengan Amanda dalam aura berbeda.Mengenai nasib pernikahan Kara sendiri. Carol tak memahami sepenuhnya. Hanya saja dia mengambil kesimpulan. Kara menilai pasangan bukan dari kepribadian. Dia mengantungkan finansial pada pendamping hidupnya. Bisa jadi itulah ihwal masalah yang dibuat Kara. Butuh dua kali untuk Ka
Gosip tentang rencana pernikahan Kara dan Reinhard meluas. Pernikahan ketiga dirinya dengan bujangan sekaligus pengusaha sukses. Menjadi pembicaraan tanpa henti di kalangan banyak orang.Kara bukannya tidak tahu ketika nada-nada sumbang terdengar. Janda tanpa anak dengan dua kali kegagalan pernikahan. Begitu seksi untuk dibicarakan para wanita yang iri karena bukan mereka pendamping Reinhard. Bumbu mengenai pernikahan yang dijalankan juga menambah panas gosip. Termasuk juga kekerasan dalam rumah tangga yang dijalani.Entah darimana mereka mengetahui cerita, yang bisa Kara lakukan menggunakan kedua tangannya menutup telinga. Atau mencurahkan isi hati pada Feli ketika kekesalan mulai merambah. Seperti ketika dia membaca status di sosial media mantan iparnya, saudari Bastian.[Dua kali gagal di pernikahan dengan kasus sama. Alasan si K karena suami ringan tangan. Aduh harusnya ngaca ya, kalau sampai ke dua kali. Belum lagi tidak punya anak. Jangan-jangan dia yang m
Reinhard memasang kancing lengan kemejanya. Tersenyum sendiri di depan cermin. Sebentar lagi dia tidak sendirian di pagi hari. Ada seorang istri yang akan menemani. Tergiang kembali kalimat yang keluar dari bibir Kara malam tadi, ketika mereka dalam perjalanan pulang.“Rein. Kamu malu tidak menjadi suamiku?”“Kenapa harus malu?”“Aku dua kali menjanda. Kasus terakhir bahkan berapa bulan bertengger menjadi headlines media. Selain itu orang-orang masih menganggap kamu sahabat Garvin. Belum lagi gosip yang meluas.”“Hidupku tidak disetir pendapat orang lain, Kara. Secara garis besar tidak mempengaruhi kehidupan keluarga kami.”Reinhard tahu Kara tidak mempercayai sepenuhnya. Memang Reinhard mengakui ada benar kekhawatiran sang calon istri, hanya saja Reinhard dan Jemmi sudah menganalisa secara bisnis. Tidak terlalu signifikan masalah yang timbul karena urusan pribadi.Selain memperkirakan pengaruh
Kara memandang kediaman mendiang Bastian. Ia tak menyangka akan kembali lagi ke sini. Bayangan masa lalu menghampiri kala diperlakukan bagai pembantu oleh keluarga suami pertamanya. Ibu mertua yang kerap menghina habis-habisan terlihat sedang menyapu teras rumah. Gerakan terhenti saat mobil Reinhard berhenti di depan pintu pagar rumah. "Parkir di sini saja, Sayang, kita hanya mengantarkan undangan untuk mantan mertuaku dulu," kata Kara yang diamini Reinhard yang memang tak berniat berlama-lama, tak ada kenangan yang menyenangkan bagi calon istri di kediaman dengan cat yang mulai kusam.Reinhard turun pertama kali, tubuh tegap menjulang terlihat dari pagar sebatas dada, lantas ia membuka pintu mobil untuk Kara. Leher ibu Bastian memanjang melihat ke arah tamu yang datang, bola matanya nyaris keluar ketika melihat kedatangan mantan menantu dan calon suaminya, pria kaya yang terkenal di media. Gigi wanita itu gemertak menahan marah. Tangan ibu Bastian mengenggam sapu kuat, kebencian me
"Ayolah, kita semua menyukai Cinderella. aku, kamu atau dia. Hei ... kamu masih tidak mengakui menyukai cindrella! Aku akan berbisik di telingamu, kita bukan memimpikan pangeran berkuda, tapi seorang pria tampan dengan kuasa dan kekayaan seperti pangeran." Kara memoles lipstik sebelum membuka pintu mobil. Menapak kaki jenjangnya di parkiran basement Paraduta Group, dia akan melamar pekerjaan. Cinderella menjemput pangeran di istana, Kara harus menjemput rejeki di sini. Tap.. Tap... Suara sepatu Kara menggema di tempat parkir yang luas dan sepi. Melewati deretan mobil mewah yang berjajar rapi. Sebuah simbol 'kemakmuran' penghuni di sini. Jemari lentik Kara menyentuh setiap mobil, mengetuk pelan. Dia menganggap dirinya seorang putri, dan mengumpamakan barisan mobil sebagai punggawa. Seiring langkah kaki jenjang Kara. Pikiran demi pikiran melintas dalam ingatan, terangkai menjadi jalinan kisah yang menjadi alasan dirinya berada di perusahaan terbesar di
Kara keluar dari lift dengan langkah percaya diri. Dia menegakkan tubuhnya menghasilkan tulang punggung sempurna. Langkah sepatu Kara kali ini tidak menimbulkan suara dalam lantai 14, Teredam karpet keabuan gelap. Seperti gelap mata Kara yang berbanding terbalik dengan senyuman yang diberikan pada seorang pegawai. Dia sepertinya memang menunggu kedatangan Kara.Kara mengikuti langkah pegawai dengan name tag di dadanya 'Rani Lintar', menuju ke koridor dengan pintu hitam pekat berjajar rapi. Mereka berhenti pada sebuah pintu dengan keterangan 'Manager Human Resource Development (HRD). Dari jendela kecil di pintu, Kara bisa melihat seorang pria tampak serius dengan laptopnya."Bapak Daniel sudah menunggu anda, Silakan masuk!" Rani membukakan pintu untuk Kara yang dibalas dengan anggukan kecil sebagai ucapan terimakasih.Daniel, Manager HRD yang menerima map lamaran Kara menyungging senyum penuh arti. Dalam hitungan detik, Daniel menganalisa sosok di depannya.
Ting... Pintu lift baru terbuka ketika pengguna lift di belakang Kara menabrak tubuhnya, Membuat Kara terhuyung ke samping. "Aduh ...." Refleks sepasang netra Kara melotot ke arah penabrak. Pria itu sengaja melakukannya, dia membalas dengan sudut bibir mengarah ke atas. "Kau menghalangi jalanku!" katanya datar, Kara baru akan memaki ketika mendengar perkataan petugas lift. "Silakan, Bapak Garvin!" Bu Mira sudah menyampaikan ke saya berapa waktu lalu, Profil anda pun sudah dikirimkan oleh beliau. Saya juga sudah mempelajarinya. Anda beruntung saat ini posisi Customer Service di ruangan CEO sedang kosong. Anda akan menempatkan posisi sebagai Staf dari CEO, Prabu Garvin. Saya akan menghubungi Daniel untuk mengatur jadwal interview anda. Perkataan bapak Agus kembali tergiang di telinga Kara. "Apakah pria tadi adalah bapak Garvin, CEO perusahaan ini?" tanya Kara kepada petugas lift. "Benar sekali, Bu. Lift pribadi Pak Garvin