"Mengapa aku harus kehilangan sesuatu, saat aku berpikir sudah berada di genggaman," dengus Kara kesal.
"Kehilangan? suatu hal yang harus mengajarkan arti menghargai," sahut Feli dengan bijak seakan menceramahi remaja yang baru putus cinta.
"Huh... aku kesal sekali," sungut Kara, dia mengaduk-ngaduk spagheti tanpa minat.
"Aku berani taruhan, kamu pasti segera mendapat ganti dengan mudah,"
"Hmmm..."
Sejak pertemuan terakhir di kafe sore hari, Elang tidak pernah menghubungi Kara. Berapa kali Kara menghubungi Elang tapi tidak mendapatkan respon. Dia dan Feli juga mendatangi coffe shop Elang di mall 'Paradita' tetapi sudah tutup.
Kara mendengus, Dia kehilangan kesenangan. Elang tampan, muda dan aromanya wangi. Jauh sekali dengan aroma Bastian. Seringkali bau keringat dan alkohol, Menyebalkan.
"Mengapa. dia tidak pernah menghubungi ku lagi?" tanya Kara kembali. Feli memandang sesaat temannya lalu mengaduk teh di depannya.
"Mungkin kamu ketuaan bagi Elang, Haha...." tawa Feli, yang justru membuat Kara berpikir. Elang memang lebih muda darinya, Dia baru tahu Kara sudah bekerja.
"Benar juga, Oh ya... Aku baru berkenalan dengan seorang chef muda," bisik Kara pada Feli. Suara kafetaria yang ramai pada saat jam makan siang. Menenggelamkan suara mereka, Kara harus mendekatkan diri pada Feli agar suaranya jelas.
"Huh, Kamu senang 'bermain' ya?" tanya Feli seakan Kara memang senang berganti pria. Baru saja dia berkata berani taruhan, Kara akan segera mendapat gantinya. Andai Feli tahu sebenarnya. Kara justru sangat bodoh dengan pria di masa lalu.
"Tidak juga, aku hanya senang menikmati perhatian mereka," jawab Kara sambil memamerkan senyuman menawan.
"Pria akan selalu baik saat pertama mendekatimu, Tapi pria yang baik akan bertahan sampai kapanpun dengan sikap yang sama," kata Feli sambil merapikan cepolnya.
"Begitukah ....?" respon Kara, pikirannya melayang kepada sosok bapaknya. Dia juga baik dan itulah yang membuat dia berpikir masih ada pria baik selain Bastian. "atau karena bapak tidak memiliki kekuasaan, pria berkuasa merasa dia memiliki kendali atas wanitanya.
Malam ini Kara mengenakan dress ketat berwarna hitam, Sedikit terbuka di bagian bahu. Memperlihatkan bahu putih mulus miliknya. Dress itu menonjolkan kecantikan seorang Kara. Arjuna sang chef muda, di kenal Kara tanpa sengaja dari laman sosial media.
Dia mengomentari pembukaan restoran Arjuna dan sengaja mengirim direct message pada Arjuna, Tanpa di duga pria itu membalas Kara. 'Suatu kesempatan tak akan datang dua kali'. Tentu Kara merespon dengan antusias, Arjuna merupakan pemenang dalam perlombaan chef di TV Nasional. Dia populer saat ini dan Kara menyukainya.
Tetangga kost Kara takjub melihat penampilan Kara, Di kost-nya dengan harga standar ini memang Kara paling menonjol. Arjuna menjemput Kara di kost-an. Dia tampak memperhatikan bangunan kost tapi untuk sekejap kemudian gadis di sebelahnya menarik perhatian. Seseorang dengan aura memancar kuat, Cantik, tinggi ramping. Cukup mengagetkan dia bukan seorang selebritis.
"Selamat atas pembukaan restoran mu, Sayang sekali kita belum mengenal saat itu," ucap Kara ketika mereka tiba di restoran milik Arjuna. Restoran berkelas dengan standar tinggi, Semua pengunjung berpenampilan elegan dan menawan, "Untung saja aku mendapatkan pembekalan table manner saat training, Kalau tidak aku bisa linglung makan disini. Biasa makan di warung. Angkat kaki saja tidak ada yang peduli," batin Kara.
"Tentu saja, Aku terlewati sesuatu berharga di kota ini," rayu Arjuna, Dia tampak seksi mengatakan itu.
Kara menikmati perhatian dari Arjuna, Rasa hormat pegawai restoran dan tamu. Ya... Kara menikmati apa yang dia dapat sekarang.
"Kamu beruntung Bastian melepaskan mu, pada banyak kasus korban KDRT bahkan kesulitan melarikan diri dari belenggu pelaku," kata bu Mila pada suatu sore. Dia memberi wejangan pada Kara ketika gadis itu selalu bermimpi buruk.
Tahun-tahun awal berpisah dengan Bastian, Kara sering bermimpi buruk. Bahkan terbangun panik. Dia takut kesiangan karena Bastian tak sungkan menendang Kara untuk membangunkannya.
Sekarang Kara aman dari jeratan Bastian, tak apa dia membuang Kara. Siapa yang tahu bahwa Kara bisa mempesona bagi pria tampan dan mapan.
"Apakah dia tidak pernah kekurangan, Pria?" dengus Garvin kepada Leonard.
Asisten Leonard hanya diam, Tidak tertarik merespon Garvin. Dibandingkan wanita lain yang rela melempar diri pada kaki Garvin, Kara tidak mempunyai kelebihan apapun. Dia hanya memiliki kemiripan dengan Amara, Selain itu tidak ada yang menonjol dari dirinya.
Andai saja Leonard adalah Garvin, Dia akan memilih Berlian Diatresa. Seorang artis baru yang sedang menuju puncak karier. Garvin adalah putra salah satu pemilik mall terbesar, dia juga CEO muda yang masuk daftar 150 pimpinan muda berpengaruh di Asia.
Garvin memang pantas bersanding dengan Amara, Latar keluaga mereka tidak berbeda jauh, tapi dengan Kara? Leonard mendengus sinis. Gadis itu tidak memiliki kedudukan sepadan dengan Garvin. Bukan tanpa sebab Leonard menjadi sinis, Karena sejak Kara memasuki pikiran Garvin. Leonard memiliki pekerjaan tambahan. Mengawasi gerak-gerik Kara, sungguh tugas tidak penting bagi Leonard.
"Kamu harus memperingati Arjuna," tarikan senyuman Garvin jelas menandakan Leonard ada 'pekerjaan' lagi. Setelah Leonard menendang Elang di coffe shop yang berada di mall Paradita. Anak muda itu dengan menahan geram, terpaksa mengemas usahanya. Hanya karena dia mendekati wanita yang bahkan ia sendiri belum tahu Garvin menginginkannya.
"Apakah harus mengatakan kepada Kara bahwa aku ingin memilikinya?" tanya Garvin yang mengembalikan pikiran Leonard pada saat sekarang.
"Sebaiknya begitu, Pak," jawab Leonard. Dia mengatakan sambil menganggukkan kepala. Menyakinkan Garvin, "Jika itu kamu pilih maka hidup ku lebih berguna daripada mengawasi Kara pacaran, Itu jelas memuakkan," gerutu Leonard dalam hati.
Kara memandang pesona pada apartemen baru yang di sewa Arjuna selama setahun untuk Kara. "Maaf, Aku belum bisa membeli untukmu," Arjuna memeluk Kara. Sebulan lalu Arjuna dan Kara telah menjadi sepasang kekasih.
Tubuh Kara meremang mendapatkan pelukan Arjuna, Bayangan pelukan Bastian yang menyakitkan kembali teringat. Pelukan Arjuna memang berbeda, tapi membangkitkan kenangan lama.
"Kenapa, Kamu tidak menyukai apartemen ini?" tanya Arjuna ketika Kara tidak merespon.
"Tentu saja, Aku menyukainya," jawab Kara. Dia memberi senyuman sensual yang membuat Arjuna menciumnnya dengan ciuman hangat. Pertama kali Kara merasakan ciuman lembut, hangat dan menenangkan.
Trrttttt... Trrtttttt...
Suara dering handphone Arjuna membuyarkan ciuman intens mereka, Arjuna mengangkat telpon. Ekspresinya tampak serius, Dia menjauhi Kara. Gadis itu bisa mengamati Arjuna di balkon, Kerutan dan ekspresi serius di kening Arjuna menandakan ada hal penting yang dibicarakan.
Setelah sekian menit kemudian Arjuna menghampiri Kara, " Aku pulang dulu, Kara," wajahnya tampak gusar.
"Ada apa Arjuna? apa yang terjadi?" tanya Kara yang tidak di respon Arjuna. Tampang tampan dan seksi pria itu mengelap memandang Kara. Membuat gadis itu terdiam, Dia membiarkan Arjuna pergi.
Kara mengantarkan kepergian Arjuna dengan hati masygul. "Mengapa bisa berubah sedrastis ini?" tanya dalam hati.
Garvin tersenyum lebih menyerupai seringai, "Kapan, Kara akan keluar dari apartemen itu?" tanyanya pada Leonard.
"Secepatnya!" jawab Leonard.
"Siapkan, Apartemen Paradise Place. Aku akan menempatkan Kara di sana agar lebih mudah mengawasinya," perintah Garvin.
"Baik,"
Duta menyenderkan diri di kursi, "Si narcissus ini tak lelah menebar pesona. Mengapa dia tidak menebar pesona pada ku? apakah aku tak semenarik pria muda itu," dia mendengus kesal, "aku bahkan baru berusia 32 tahun,"
Kali ini Garvin akan membatasi pergerakan Kara, si narcissus yang sedang senang memperangkap pria mapan dengan pesonanya. Tentu saja Gavin tidak tahu kalau Kara baru menyadari mempesona dirinya.
Anugrah lahir yang pernah tak disadari dan terabaikan. Kali ini Kara tahu apa yang menjadi asetnya, Pesona fisik yang menawan. Ya... pesona fisik yang membuat dia terjerat dalam bayang-bayang seseorang. Sebuah jeratan yang akan mengubah hidup seorang Kara.
"Pria itu seperti devil bertopeng angel. Mereka mengangkatmu tinggi ke angkasa lalu menghempasmu ke bumi, bahkan tanpa rasa ampun," kata Kara sinis. Di sebelahnya Feli menyimak sambil menikmati makan siang. Kafetaria ramai seperti biasa, Kara tak memperdulikan suaranya akan terdengar oleh pengunjung lain. "Jadi kamu keluar dari apartemen itu tadi malam?" tanya Feli dengan nada rendah. Dia mengamati wajah Kara yang tampak kesal. "Ya ... security apartemen mengatakan aku diminta keluar oleh penyewa, Arjuna bahkan memutuskan hubungan kami begitu saja. Apakah ciuman ku begitu buruk sampai dia mengambil keputusan ketika kami selesai berciuman?" "Menyedihkan," kata Feli mencoba bersimpati walau dia merasa geli. "mungkin Kara lupa menggosok gigi ketika mereka berciuman," batinnya dalam hati. "Padahal dia begitu tampan." ujar Kara sambil memegang kedua pipinya membuat Feli menggelengkan kepala melihat temannya. Feli memutar bola mata. "Kamu memang tak
"Dia terluka?" "Sedikit...." "Sedikit, katamu? dia sampai pingsan... bahkan siput pun bisa lebih lincah darimu, Leonard! sampai hal seperti ini harus terjadi," hardik Garvin membuat Leonard tertunduk. Tak ada kalimat pembelaan yang sudi di dengar Garvin dari mulutnya. "Maaf, Pak," mohonnya sekedar menyudahi kemarahan Garvin. "Cari rumah mantan suaminya, berikan pelajaran!" "Baik, Pak." Leonard bergegas keluar dari apartemen mewah tersebut, Dia menggerutu sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Dia berhasil menghajar suami Kara tapi justru di hajar Garvin, Hanya karena menggendong Kara yang pingsan masuk ke apartemen. "Aku memerintahmu menjemput Kara bukan menyentuhnya, Tolol!" maki Garvin. Garvin menatap cermat wajah rupawan yang terbaring tak berdaya. Edward, dokter pribadi Garvin baru saja memeriksa Amara dan tidak menemukan hal yang mengkhawatirkan. Garvin bernapas lega, dia tidak mau Kara terluka. Kara
Keesokan harinya Kara berangkat ke kantor lebih awal, dia memilih menggunakan ojek online. Pemandangan yang tidak biasa untuk penghuni Paradise Place menggunakan ojek online, Terlebih dalam balutan pakaian kerja. Tentu saja Kara harus berhemat karena jarak Paradise Place cukup lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. "Shit, dia memiliki pria lain lagi Leonard!" Leonard mengusap wajahnya ingin memaki, "Dia menggunakan ojek online, pak. Perhatikan jaket dan tulisan besar di jaket tersebut!" sebuah makian yang hanya sanggup keluar dalam benak. "Itu... ojek online, Pak," sahut Leonard sebelum Garvin menyuruhnya memberi perintah untuk menjauhkan pria tersebut dari Kara. "Atur penjemputan untuk Kara, besok!" "Maaf... apakah tidak terlalu mencolok bagi seorang karyawan baru, pak?" Garvin menatap sangar Leonard, membuat pria berkulit putih itu harus memutar otak mencari alasan, "lebih baik menggunakan jemputan komersil yang bisa di bay
"Mendiang istrimu?" Kara menatap Garvin, dia menuntut lebih dari sekedar jawaban kali ini. Garvin pernah bersumpah di depan makam Amara untuk menutup rapat hatinya, namun ketika melihat Kara. Dorongan untuk memilikinya merenggut setiap waktu dalam kesehariannya, dia tersiksa ketika gadis itu bersama pria lain. Keinginan itu semakin mencuat ketika Kara berada dalam apartemen bersama Arjuna. Kini dia harus mengambil keputusan, Garvin akan menikahi Kara. Dalam hatinya dia tidak melanggar sumpah tapi 'membangkitkan' Amara dalam diri Kara. Cintanya yang tak pernah pergi dalam hidup Prabu Garvin. "Ya, dia mirip sekali denganmu Kara," tangan Garvin terulur memegang dagu Kara, membelai dengan punggung tangan. Refleks Kara mundur, instingnya merasakan ada sesuatu berbeda yang di rasakan Garvin. Ruangan tempat Kara berada saat ini dalam suhu normal, tapi gadis itu bergidik merasakan ketakutan samar yang belum mampu dijelaskan. Bagaimana pun melihat orang lain y
"I won the jackpot." teriak Kara sekuat tenaga. Lamaran atau tawaran yang sebenarnya disampaikan Garvin tak menjadi soal bagi Kara. Bahkan tanpa cincin pengikat, Kara tak perduli. Detik berikutnya, dia melompat kegirangan di atas ranjang dalam kamarnya yang bernuansa modern di apartemen Paradise Place. Seperti menemukan Oase bagi pengembara yang telah di dera haus berjam-jam, perasaan Kara saat ini. 26 tahun hidup dalam serba kekurangan, hari ini deretan nol di belakang angka tertera di saldo rekening Kara. Tubuhnya bergetar karena serangan bahagia, perasaan ini tak pernah hadir sebelumnya. Aroma uang terasa menggelitik hidungnya, aku rasa sekarang terkena serangan panik. Aku tak sabar, tak sabar ingin menghamburkan uang. Berbelanja tanpa melihat price tag, selamat tinggal flash sale, diskon, apalah itu. Sekarang dia merasa asing dengan kata-kata yang dulu bagai kata keramat bagi dirinya. Selanjutnya Kara menyambar pouch makeupnya, "apakah Garv
"Apa? bertemu dengan orangtuamu?" mata Kara membulat. Detak jantungnya berpacu secepat kuda balapan. aduh, aku harus bersikap seperti apa? ah sudahlah, pernikahan selain mendatangkan suami maka sepaket dengan mertuanya. Semoga kali ini dia normal tidak sama dengan mertua Bastian. "Malam ini, aku akan menjemputmu pukul tujuh malam" bisik mesra Garvin di telinga Kara. Hembusan hangat dan wangi aroma Garvin membuat gadis itu merinding, dia menjulurkan kepala melihat meja Laura tapi si belut listrik tidak ada. Kara khawatir ada Laura atau Leonard yang mempergoki mereka berdua di kantor "Iya, pak," "Jangan panggil 'pak' jika kita hanya berdua, Amara biasa memanggil sayang atau honey," "Baik, sayang," jawab Kara. Panggilan sayang tanpa makna, dia tidak merasakan apapun selain suara yang berputar di kepalanya.Aku akan melakukan apa pun yang kamu minta, Jika itu syarat menjadi kaya. Selamat tinggal hidup serba kekurangan yang
Sore hari di kafe Black and White, kafe kasual dengan nuansa hitam putih laksana bidak catur. Membuat pengunjung serupa pion yang siap digerakkan oleh pemainnya. Di sanalah selepas pulang kantor, Kara dan Feli duduk berhadapan dengan secangkir kopi dalam genggaman jari-jari lentik mereka. "Jadi kamu akan resign?" tanya Feli, dia mendekatkan wajahnya ke arah Kara. Seakan ada yang akan menguping pembicaraan mereka, "apakah kamu menemukan tempat menarik dibandingkan Paraduta Group?" "Bisa dikatakan ya tapi bisa juga tidak, aku ha-nya. Ada hal yang menarik membuat ku memutuskan mengajukan resign," Kara teringat ucapan Garvin, dia tidak boleh menceritakan pada siapapun. "Kamu tidak mempercayai ku?" Feli menyesap kopi perlahan, menikmati setiap tegukan yang mengalir di tenggorokan. Intuisi dirinya mengatakan Kara menyimpan rahasia, rasa penasaran dalam dirinya meluap menginginkan sebuah jawaban. Di sisi lain dia sadar Kara mempunyai hak untuk tidak berbagi.
“The Japanese say you have three faces. The first face, you show to the world. The second face, you show to your close friends, and your family. The third face, you never show anyone. It is the truest reflection of who you are.”Kara menggumam pepatah tersebut dalam hatinya, menancapkan dalam pikiran, Mengulang dalam benak. Mengalirkan dalam aliran darahnya, memastikan akan menjadi denyut nadi dalam hidupnya, tiga wajah dalam kehidupan.Seorang wanita yang sepanjang hidupnya serba kekurangan, sekarang mengenggam kesempatan menjadi kaya dalam sekejap. Dia hanya perlu menggunakan 'topeng', maka kekayaan akan menyentuh dirinya. Menanggalkan jubah kemiskinan yang menyelimuti dirinya selama ini."Aku begitu merindukanmu," Garvin memegang wajah Kara dengan kedua tangannya. Netra coklat gelap itu memandang Kara dengan rasa rindu tak terbendung, meluap menutupi logika yang ada. Menciptakan bayangan cinta yang membutak