SRAAAAK!BRAK!Rasa sakit segera menghunjam bagian punggung dan belakang kepalaku. Usai tubuhku ditarik paksa oleh shadow ke dalam ruang kebersihan, bagian belakangku berbenturan dengan sesuatu yang keras hingga aku sempat hilang kesadaran.…Aku terbangun kembali dan mendapati bahwa tubuhku masih terjerat tali tambang. Tubuhku diseret menembus lorong sebuah sekolah yang terlihat kotor dan berantakan. Tak jarang aku bertabrakan dengan benda-benda seperti kayu atau runtuhan plafon di sepanjang lorong. Kurasa itu yang membantuku untuk siuman.…Ada cahaya bernada kehijauan yang memancar dari kaca jendela di sepanjang lorong. Itu artinya aku telah berpindah ke alam supranatural.“Oh? Kamu terbangun?”Bangunku saat itu diketahui oleh shadow yang menyeretku. Wujud shadow itu berbentuk seperti kumpulan awan hitam. Dia hadir tanpa wajah, tetapi aku dapat merasakan dia tengah memandangiku sambil memajang seringaian bengis. Dari bagian sentral tubuhnya menjulur tali-tali t
Sebuah kaca jendela di lantai tiga Gedung C telah pecah. Suaranya begitu nyaring, sehingga tidak mungkin tidak didengar oleh orang yang berada di sekolah, apalagi yang memang berada di gedung tersebut. Tidak heran ketika aku dan Yuma-san ke sana, banyak siswa kelas 12 yang harusnya sedang dalam proses ajar di lantai dua, ingin menelik apa yang terjadi di lantai tiga. Namun akibat dihalangi oleh segelintir guru, mereka tidak dapat ke sana dan tertumpuk pada tangga yang menuju lantai tiga. “Sudah! Sudah! Bubar! Kembali ke kelas kalian!”, ucap seorang guru laki-laki, meminta para siswa untuk kembali. Aku dan Yuma-san dengan susah payah menembus barisan para siswa yang masih menggerombol di tangga. Seraya berteriak, “Permisi! Permisi! Kami mau lewat!”, akhirnya kami pun sampai juga di depan guru laki-laki itu. Yuma-san menjadi yang pertama melayangkan pertanyaan kepadanya. “Sumimasen*, Sensei. Apa yang telah terjadi di ini?”, tanya Yuma-san. *Permisi Guru itu mempe
Aku telah berpindah ke sebuah ruangan kelas bernuansa putih. Sebelumnya, Satoru-san sempat memberitahuku kalau ada Banshee yang muncul di hotel. Aku juga sudah mulai merasakan kantuk yang sama persis dengan yang aku rasakan ketika berada di rumah sakit. Oleh karena itu, aku sudah tahu kepindahanku kali ini merupakan ulah dari Banshee, bukan shadow. Itu artinya, aku tidak dalam kondisi yang membahayakan. ... Ya, tapi... Tetap saja, kepindahanku yang sekonyong-konyong bukanlah sesuatu yang dapat aku biasakan dengan mudah. Aku sangat kaget sewaktu lingkungan sekitarku berubah menjadi sebuah ruang kelas dalam hitungan detik. Saking kagetnya, aku terkinjat dan jatuh ke belakang. “Hahaha. Kinjo-oneesan, kalau oneesan terus-terusan kaget setiap bersinggungan dengan hal-hal supranatural, jantung oneesan tidak akan tahan lama lho.”, terdengar seseorang melantingkan kalimat tersebut sambil diselingi dengan tawa kecil. Siapa itu? Ya, tentu ia adalah gadis Banshee yang kemarin bertemu dengan
Srak! Srak! Srak! Srak! Beberapa orang, yaitu aku, Satoru-san, Yuma-san, dua orang petugas keamanan, dan dua orang petugas kebersihan, tengah sibuk di area belakang gedung D, tepatnya 100 meter dari gedung tersebut. Kami menyisir hamparan ilalang yang telah tumbuh setinggi dadaku. Tubuhku terasa gatal-gatal akibat berada di tengah ilalang selama sepuluh menit. “Miki, kamu boleh mundur dulu. Nanti kalau sudah ketemu, kamu akan kupanggil.”, ucap Satoru-san yang berjarak dua meter dariku. “Ini cuma gatal-gatal sedikit kok. Aku masih bisa mencari.”, balasku. “Kamu juga harus memikirkan kakimu. Istirahatlah sebentar.” “Kakiku baik-baik saja. Ini juga aku sudah bisa berjalan tanpa alat bantu.” “... Baiklah.” Sebenarnya untuk apa kami berada di sana? Kalian tentu sudah dapat menebak. Ya, kami di sana untuk mencari sebuah pintu batu yang ditunjukkan Banshee kepadaku. Awalnya, aku mengira kami akan dapat menemukan pintu itu dengan mudah. Habisnya waktu aku bertemu B
Gelak mengerikan yang datangnya dari arah belakangku menggaung nyaring memekakkan indera pendengaran. Jika mau dideskripsikan, suaranya lebih mirip biola yang digesek asal-asalan, tetapi kamu tahu bahwa sang sumber suara tengah tertawa terbahak-bahak. Bunyinya sungguh menusuk telinga dan menggetarkan nyali tiap orang yang mendengarnya. Perasaan gamang segera hadir menyelimutiku. Bagaimana tidak? Teror yang datang bukan berasal dari tawa mengerikan itu aja! Tubuhku tak bisa digerakkan sesuai kehendakku, begitu pula dengan Satoru-san dan Yuma-san! Kami semua dipaksa berjalan keluar ruang bawah tanah, akibat berada di dalam kontrol shadow. Kami bertiga segera melantunkan mantera yang diminta Satoru-san, namun shadow itu menggagalkan kami. “Kalian mau melawanku? Sudah kubilang, kalian sudah jadi mainanku! Mainan akan menuruti perintah tuannya. Sekarang tutup mulut kalian!”. Kalimatnya penuh dengan nada remeh, tetapi mengandung kekuatan absolut yang mampu mengontrol kami. Mulut kami lan
Hari telah berganti. Pergolatan kami dengan shadow Siri telah berakhir. Siri bernasib sama seperti Jinx, di mana dia dibawa oleh aliran angin yang begitu kencang dan tersedot masuk ke dalam sebuah gulungan. Lalu sekarang, aku dan Satoru-san datang kemari untuk menyampaikan hal-hal penting kepada klien kami. ‘Kemari’ itu di mana? Di rumah Murakawa-san. Pria itu sudah pulang dari rumah sakit sejak kemarin, dan saat kami berjumpa dengannya, dia sudah terlihat bugar. Namun ya... Dia masih enggan menapakkan kaki di tempat kerjanya sendiri, sehingga Murakawa-san memutuskan untuk mengadakan pertemuan bersama kami di kediamannya. Kami menjelaskan kepada Murakawa-san bahwa shadow yang menyebabkan serial bunuh diri di SMA Sendai no Kibou telah berhasil disegel. Mendengar berita tersebut, dia bertanya kepada kami, “A-apakah itu artinya semua sudah selesai...?”. Satoru-san menghela napas singkat, lalu menjawab, “Untuk sementara ini tidak akan ada kasus siswa bunuh diri. Akan tetapi, kami tida
Seorang pria berusia sekitar 40 tahunan masuk ke dalam kantor HCO. Pria itu tidak terlalu tinggi. Hanya terpaut satu telunjuk saja tingginya dari tinggi badanku. Kulitnya kecokelatan, senada dengan mantel yang ia kenakan saat ini. Rambutnya pendek dan disisir ke belakang. Secara keseluruhan, tampilan pria tersebut adalah tipikal seorang pekerja kantoran pada umumnya.“Saya ingin menggunakan jasa HCO.”, katanya.Aku dan Satoru-san langsung bertatap-tatapan. Akhirnya setelah dua minggu, kami kedatangan klien baru!Aku pun bangkit untuk menyambutnya, serta mempersilakan dirinya duduk di sofa, tepat di samping Goto-san. Selanjutnya aku pergi ke dapur untuk mengambilkan teh bagi klien baru kami. Untung tadi aku sempat membuat teh gara-gara Goto-san datang dan sisanya masih ada. Jadi aku tinggal menuangkan ke dalam gelas. Tidak pakai lama, aku sudah kembali ke ruang tamu dan menyuguhkan teh tersebut kepada si klien.“Hajimemashite, nama saya Shiroyama Hiro.”, ucap pria bermantel cokelat ter
Shiroyama Hiro-san, berpamitan dengan aku dan Satoru-san tidak lama setelah dia menceritakan kasus yang akan ditangani oleh HCO. Intinya, kami diminta untuk mencari dan mendapatkan kembali bagian kepala dari seorang korban mutilasi di Shinagawa yang menghilang secara misterius. Rencananya, HCO dan Shiroyama-san akan memulai investigasi besok. Jadi sekarang...“Yum!”, aku melanjutkan makan cheese cake yang belum sempat kuhabiskan.“Apakah seenak itu? Aku jadi ingin mencobanya kalau kamu makan dengan lahap seperti itu.”“Satoru-san, tidak ada yang lebih nikmat dari cheese cake gratis! Hap!”Pria yang baru saja berbincang denganku itu terkekeh pelan, kemudian beranjak dari sofa. Dia berjalan ke arah gantungan jaket di samping pintu masuk HCO guna mengambil jaket hitam miliknya. Sambil mengenakan jaket itu, dia berkata, “Hari ini kantor akan kututup lebih awal. Kita akan keluar ke satu tempat. Akan kutunggu hingga kamu selesai menghabiskan cheese cake itu dulu.”.“Hm? Memangnya mau keluar