Aku dan Satoru sampai di Cielo, sebuah restoran Mexico di Higashi Shinagawa. Aroma semerbak makanan Mexico segera menerobos masuk ke rongga hidung kami. Wangi makanan yang dimasak oleh Restoran Cielo begitu menggugah, seakan memberikan informasi bahwa makanan di sana sangat nikmat. Kami pun tak ragu untuk menempati salah satu meja di pojok, kemudian memesan makanan."Ini tempat yang bagus. Apa kamu pernah datang kemari?", tanya Satoru, setelah pelayan meninggalkan meja kami."Belum pernah. Aku mencari tempat ini hanya dari internet. Semoga makanannya seenak yang dikatakan orang.", balasku sambil tersenyum lebar.Aku membiarkan punggungku beristirahat pada kursi dan menolehkan pandang keluar jendela. Ketika itu, aku baru sadar bahwa hujan menjadi semakin lebat. Angin kencang juga turut serta dengan kilat yang sesekali datang menghampiri."Uwah... Hujan badai…", celetukku.Aku tidak begitu suka setiap ada hujan badai. Pemandangan itu selalu membawaku kepada kenangan pahit yang tidak aka
Byur!Aku merendam badanku dalam air hangat dan menyandarkan kepala pada sudut bak mandi."Ha… Berendam dalam air hangat habis beraktivitas seharian memang paling menyenangkan..."Rasa lelahku seperti melebur dalam kenyamanan yang diciptakan oleh air dengan suhu yang pas. Kini tubuhku bak menjadi uap yang melayang-layang ringan tanpa beban.“Hyuh... Hari ini adalah hari yang sangat panjang... Aku sangat membutuhkan ini... Saatnya santai dan relaksasi...”...Aku mengatakan begitu, tapi aslinya kepalaku tidak bisa berhenti berpikir. Keping-keping ingatan berisi rentetan kejadian hari ini terus-terusan berputar. Mulai dari awal aku berangkat ke Shinagawa hingga ditutup dengan Satoru yang memeluk… Aaaaa!!Buru-buru kubasuh wajahku agar bayangan adegan itu menghilang!Astaga... Mukaku panas… Tapi aku tahu ini bukan gara-gara airnya. Gawat… Miki, tanamkan dalam benakmu bahwa Satoru tidak seperti laki-laki pada umumnya! Jangan berpikir bahwa dia memiliki perasaan romantis terhadap dirimu! J
Pada ujung pembicaraan dengan Shiroyama-san di telepon, kami menyempatkan diri untuk membagi tugas agar lukisan karya murid Caleo dapat segera ditemukan. Memang Shiroyama-san mengatakan akan mencari bersama tim polisi, tetapi pria itu adalah klien HCO. Tidak elok rasanya jika HCO tidak ikut ambil bagian. Aku pun bertanya kepadanya, kira-kira apa yang dapat dibantu oleh HCO. Shiroyama-san menjelaskan, lukisan tersebut merupakan salah satu lukisan yang hilang akibat penjarahan. Untuk mencarinya tim polisi dan Shiroyama-san dapat meruntut jejaknya melalui rekaman CCTV dari area rumah Caleo. Namun masalahnya, Caleo memiliki kebiasaan untuk menyimpan lukisan-lukisan dalam ruang lukis dengan kondisi terbungkus plastik hitam. Katanya, agar lukisan-lukisan itu tidak terciprat cat yang ia gunakan ketika melukis di sana. Itu segera menjadi batu sandungan utama karena mau tak mau, pencarian harus dilakukan dengan cara menelik jejak setiap lukisan yang dibawa keluar oleh p
“WA!”, pekikku kaget. Saking kagetnya, tubuhku sampai tersentak dan tak sengaja membuat kursi dudukku terdorong ke belakang lalu oleng. Beruntung Satoru dan Shiroyama-san dengan sigap menahannya, kalau tidak aku mungkin sudah jatuh.“Kenapa tiba-tiba kaget begitu?”, tanya Shiroyama-san dengan ekspresi kebingungan. Ekspresi serupa juga terpatri dengan jelas pada setiap wajah yang berada di dalam ruangan itu, tak terkecuali Satoru. Bedanya bosku itu sepertinya sudah memiliki tebakan tersendiri di balik benaknya. Nyatanya dia bertanya kepadaku, “Apakah kamu mendengar suara?”.Aku mengangguk, lantas menceritakan pada Satoru, “Sejak video ke-46 diputar, samar-samar aku mendengar suara yang aneh. Tanpa banyak berpikir aku pun mencoba mengikuti suara itu. Kemudian aku mulai merasakan ada yang aneh dengan diriku. Jantungku melonjak-lonjak seperti anak kecil yang kegirangan habis mendapatkan mainan baru. Meski begitu aku tetap mencoba untuk terus mengarungi suara itu. Tidak lama, suara yang aw
‘Gelap’ adalah salah satu kata yang muncul di dalam benakku untuk menggamparkan panorama yang tersuguh di depan mata. Padahal saat ini masih pukul satu di siang hari, tetapi tempat ini jelas-jelas menyuguhkan suasana malam. Bukan matahari yang berada di puncak kepala, melainkan bulan sabit berwarna kehijauan. Ditambah dengan kemunculan kabut yang menjadi semakin tebal dalam setiap pijakan kaki. Hal ini membuat aku, Satoru, Yuma-san, Shiroyama-san dan beberapa orang dari kepolisian semakin kesulitan menerobos hutan belantara misterius ini.Selain gelap dan berkabut tebal, hutan ini juga dipenuhi dengan air yang setinggi lutut orang dewasa. Apakah kalian membayangkan air bening yang biasa mengalir di sungai-sungai? Sayangnya, ini tidak seperti itu. Air yang menutupi kaki kami saat ini adalah air berwarna hitam dengan aroma yang tidak sedap. Kami seperti sedang menyusuri got penuh limbah, tetapi dengan pemandangan hutan angker yang penuh dengan suara desisan mengerikan
“... Tempat ini benar-benar persis dengan penglihatan yang saya dapatkan ketika menggunakan POD.”, ujar Satoru dengan nada yakin. Pria itu menggunakan pilihan kata yang sopan, menandakan bahwa kalimatnya itu dialamatkan kepada Shiroyama-san. Sang detektif pun langsung paham apa maksud Satoru berkata demikian dan menimpali, “Jika benar seperti itu, apakah saya dapat mengambil kesimpulan bahwa saya akan segera bertemu dengan buah yang saya nanti-nantikan?”.Tentu saja orang selain aku, Satoru dan Shiroyama-sanakan memasang raut wajah bingung karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Maka seperti biasa, Satoru memintaku untuk memberi penjelasan secara singkat kepada mereka yang tidak paham.“Sebelumnya kami menggunakan alat bernama pendant of the deaduntuk mencari tahu di mana keberadaan bagian kepala korban yang hilang. Saat itu informasi yang didapat adalah bagian kepala korban berada di suatu tempat di Higashi Shinagawa,
Kami melintasi jalan berair dengan penuh kehati-hatian. Sebab, jalur yang awalnya hanya dipenuhi air hitam dan rambut panjang, kini juga diisi oleh tubuh buaya dengan jumlah yang tak terhitung. Ukurannya pun bervariasi, mulai dari yang sebesar bus hingga buaya dengan ukuran yang dapat kita temui di alam manusia.Kami dapat dengan mudah menghindari buaya dengan ukuran masif, tentu karena tubuhnya yang tidak dapat disembunyikan oleh air yang setinggi pinggang. Justru buaya-buaya yang lebih kecil lah yang membuat kami was-was. Tubuh mereka cukup ‘kecil’, membuat mereka dapat diselimuti air hitam dengan sempurna. Kami jadi tidak tahu apakah tubuh yang ada di bawah sana benar-benar sudah mati, atau belum. Maka ketika kaki kami tidak sengaja bertabrakan dengan moncong mereka, jantung rasanya hampir keluar dari badan.“Toru, apakah mungkin jika mereka adalah hewan biasa yang diambil dari alam manusia?” tanya Yuma-san dari barisan paling belakang.Pertanyaan yang dilontarkan Yuma-san sontak m
KRAK!Shadow itu memperkuat lilitan, sehingga retakan pada dinding kubah pelindung tak dapat terelakkan. Semua orang yang berada di dalam kubah, bahkan Yuma-san dan Satoru pun menjadi tegang dan mengeraskan rahang. Aku sendiri sampai memejamkan mata, bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan menimpa kami semua. Akan tetapi, shadow itu tertawa dan berkata, “Aku bercanda!”“B-bercanda?”, batinku seraya membuka perlahan kedua mataku.Makhluk supranatural yang melilit kubah kami itu tertawa terbahak-bahak, lantas kembali melontarkan beberapa kalimat, “Aku baru saja mengatakan bahwa kalian patut diapresiasi! Bentuk apresiasi kami, makhluk yang kalian sebut shadow, adalah dengan membuat yang diapresiasi untuk merasakan emosi yang paling sulit kami alami. Dengan kata lain, membuat mereka ketakutan! Hahaha!”“Namun dalam bahasa manusia, sepertinya tidak begitu. Apa yang aku lakukan barusan, tidak terhitung dalam bentuk apresiasi. Jika aku tidak salah, aku harus berlaku ‘baik’ terhadap kal