Sudah tiga hari Leo bertugas di Kota Senja, namun belum banyak hal berarti yang dikerjakannya. Sheriff Rogers lebih banyak menghabiskan waktu tidur siang atau membaca koran di teras ketimbang patroli. Sedangkan Leo sendiri juga tidak punya banyak aktivitas selain membersihkan senjata di gudang pengap atau menata ulang berkas kejahatan yang sebagian besar tak terselesaikan.
Suatu sore ketika sedang membereskan tumpukan kardus berdebu di gudang, tiba-tiba terdengar derap langkah kaki tergopoh-gopoh menaiki anak tangga di luar. Leo mengintip dari pintu dan mendapati Sheriff Rogers berjalan tergesa ke ruang kerjanya. Wajah pria tambun itu tampak tegang dan pucat. Didorong rasa penasaran, Leo mengikutinya ke ruangan."Selamat sore Pak. Ada kabar apa gerangan yang begitu mendesak?" sapa Leo sopan.Sheriff Rogers hanya melirik sekilas dengan raut masam. Dia sibuk menelepon seseorang dengan suara pelan, sesekali melirik was-was ke arah Leo. Setelah menutup telepon, Sheriff duduk di kursinya dengan wajah kusut."Pak, sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikiran Anda. Bisa saya bantu?" tawar Leo.Sheriff Rogers menghela nafas berat. "Duduklah Letnan. Kurasa kau harus tahu tentang insiden aneh yang terjadi akhir-akhir ini," ujarnya setengah hati.Leo duduk dengan tatapan serius, bersiap mendengarkan laporan yang sepertinya sudah lama ditutup-tutupi Sheriff."Jadi begini... beberapa hari belakangan ada kejadian mencurigakan yang awalnya kukira tidak saling berhubungan," Sheriff memulai penjelasannya. "Pertama, terjadi kebakaran besar di perkebunan warga bernama John Miller. Tidak diketahui penyebabnya.""Lalu Anda curiga itu bukan kecelakaan biasa?" selidik Leo.Sheriff mengangguk enggan. "Bukan cuma itu, kemarin Nyonya Thomson melaporkan anak anjing peliharaannya raib dari halaman rumah padahal gerbang selalu terkunci. Dan yang lebih aneh, Tommy Watkins mengaku melihat sosok hitam bertudung mengintipnya dari luar jendela kamar tengah malam!"Insting detektif Leo langsung tersulut mendengar laporan itu. "Hm... memang agak janggal. Tapi apa bukti ketiga insiden itu saling berhubungan, Pak? Bisa jadi cuma kebetulan tragis," cetus Leo.Wajah Sheriff semakin suram. "Itulah yang awalnya kupikirkan. Tapi sore ini persis saat aku ketiduran, salah satu perwira Rosewood datang kemari. Dia memerintahkanku mencari tahu penyebab semua kejadian ini dan menangkap pelakunya dalam waktu satu minggu."Leo membelalak kaget. Keluarga pemilik tanah itu tampaknya sangat serius menyingkirkan ancaman sepele ini. "Memangnya apa motifnya Rosewood sampai turun tangan sendiri? Bukankah mereka biasanya tak peduli pada rakyat biasa?""Mana kutahu!" dengus Sheriff frustasi. "Mereka cuma mengancam akan memberhentikanku kalau gagal menyelesaikan kasus ini. Makanya tadi kutelepon semua kenalanku yang bisa dipercaya untuk membantu menyelidiki."Leo manggut-manggut paham sekarang mengapa sang atasan begitu kalang kabut. Ini pertama kalinya Sheriff dituntut menuntaskan tugasnya dengan ancaman nyata. Sedangkan selama ini dia sudah terbiasa angkat kaki dan berpura-pura buta."Tenang Pak, serahkan saja kasus ini padaku. Saya akan berusaha menyelidiki tuntas perihal insiden-insiden mencurigakan ini. Anda bisa melaporkan perkembangannya pada Rosewood nanti," ujar Leo mantap.Mata Sheriff Rogers langsung berbinar lega mendengarnya. Dia sudah khawatir harus turun lapangan sendiri menyelidiki seperti detektif amatiran. Untunglah si Letnan baru ini cukup idealis untuk dia limpahkan pekerjaan kotor ini."Baguslah kalau begitu! Akan kuserahkan penuh insiden ini padamu. Semoga berhasil dan jangan kecewakan Rosewood!" cetus Sheriff senang bukan kepalang.Leo hanya tersenyum simpul menanggapi tugas barunya ini. Meski berbahaya berurusan dengan keluarga pemilik tanah yang angker, tapi dia cukup excited bisa mengasah kemampuan detektifnya setelah sekian lama menganggur di kantor."Siap laksanakan, Pak! Saya pastikan dalang dari insiden ganjil ini segera tertangkap," tegas Leo seraya memberi hormat pada Sheriff."TERDAKWA EMILY ROSEWOOD DINYATAKAN BERSALAH MELAKUKAN PEMBUNUHAN BERENCANA TERHADAP ADRIAN ROSEWOOD, DENGAN VONIS HUKUMAN MATI!!"Jeger!!Bagai disambar petir di siang bolong, hati Emily serasa dihantam palu godam 10 ton ketika mendengar keputusan kejam Sang Hakim Agung. Dia sama sekali tak mengira pengadilan tertinggi negeri ini akan sekejam itu menjatuhkan eksekusi mati bagi pelaku pembunuhan kategori 'terpaksa' dan 'sudah dalam tekanan mental ekstrim' seperti kasusnya ini!Sementara di bangku penonton, Leo dan tim pembela hukum lain hanya bisa mematung dengan ekspresi syok parah dan tak percaya. Sama sekali tak ada yang sanggup berkomentar atau sekedar memberi dukungan moril tatkala suara tangisan dan pekikan histeris kompak terdengar dari seluruh penjuru ruangan. Bahkan ada yang sampai pingsan saking syoknya.Emily sendiri sudah ambruk lemas dengan wajah seputih mayat kapur. Kedua matanya berkaca-kaca menahan air mata yang sudah mengaliri pipi ayunya. Dia sama sekali tak mengira
Esok paginya rombongan kecil Emily tiba di ibukota setelah perjalanan menegangkan menyusuri hutan belantara demi menghindari para residivis bayaran Rosewood yang makin bringas belakangan ini. Syukurlah mereka dijemput tim kepolisian elit yang sudah disiapkan Leo demi pengamanan ketat sang gadis most wanted selama menjalani proses hukum di pusat ini.Sesampainya di pengadilan, Emily langsung diajak masuk ke ruang pemeriksaan dan introgasi intensif guna memberi keterangan tambahan sebagai pelaku utama pembunuhan Adrian Rosewood si Tetua bangsat keluarganya sendiri itu. Sang gadis tentu menjalani proses penyidikan berjam-jam dengan sabar dan tabah meski dilanda kelelahan fisik dan mental akibat perjalanan panjang.Begitu sesi pemeriksaan usai, kini tersisa menunggu beberapa hari ke depan sampai jaksa dan majelis hakim menyelesaikan dakwaan dan memutuskan vonis bagi Emily sang terdakwa. Leo dan antek-anteknya yang lain tetap setia mendampingi selama masa penantian menegangkan itu meski se
Sesosok mayat renta tergeletak mengenaskan di lantai kotor dengan genangan darah pekat di sekitarnya. Emily berdiri angkuh di sampingnya dengan belati pusaka penuh noda merah. Napasnya terengah menahan amarah campur duka pedih menyadari dia baru saja menghabisi nyawa kakek angkatnya sendiri demi pembalasan dendam atas kematian sang ibunda tercinta.Leo dan antek-anteknya yang baru tiba sontak terperanjat syok melihat kondisi tragis di hadapan mereka. Sedikit pun tak menyangka sang gadis lembut yang selama ini mereka kenal bisa bertindak sekejam itu demi melampiaskan rasa sakit dan kebencian yang dipendamnya selama ini."Ya ampun Nona Emily... Jadi kau sudah..." Desah Leo tak sanggup meneruskan kalimat pedihnya itu. Hatinya remuk redam menyaksikan orang yang dicintainya harus mengotori tangan demi membalaskan luka masa silamnya yang begitu dalam dan menyakitkan.Emily menoleh dengan senyum getir menghias wajah cantiknya yang pucat. "Maafkan atas ketidaksopanan dan kekacauan ini, Letnan
Fajar menyingsing di ufuk timur Kota Senja yang kelabu, menandakan dimulainya hari penentuan bagi naik-turunnya angka kriminalitas di wilayah barat tanah air. Pasalnya hari ini adalah momen penjegalan di Pelabuhan kumuh Baron, tempat Adrian Rosewood sang Dalang utama aktivitas kejahatan keluarganya selama ratusan tahun berencana melarikan diri demi menghindari vonis mati atas semua dosanya. Leo dan regu kepolisian kecilnya tentu tak tinggal diam. Berkat bantuan Sheriff Rogers dan mata-matanya, mereka sudah lebih dulu menyiapkan penyekatan darat dan laut guna menggagalkan pelarian gelap si Tetua bangsat dari cengkraman hukum. Salma dan William bertugas mengepung dari arah darat dan menstrerilkan area sekitar dermaga dari ancaman.Sementara Sheriff Rogers sendiri bertugas ‘mengamankan’ Adrian beserta anteknya begitu berhasil ditangkap guna persiapan interogasi lebih lanjut. Tentu dengan ‘metode khusus’ Sang Sheriff yang super sadis dan tak berperikemanusiaan. Sedangkan Leo dan Emily m
Leo yang sedang mengobati luka lecet Emily di sudut ruang persembunyian mereka tanpa sengaja mencuri dengar pembicaraan penuh haru sang nona muda dengan kepala pelayan setianya William. Raut wajah kusut sang majikan tampak sendu sekaligus penasaran ketika membuka topik masa lalu si kepala pelayan yang cukup tersembunyi itu.‘Ah... mimpi buruk masa silam ya... Kurasa saatnya aku berterus terang soal kisah kelam itu Nona...’ desah William pasrah.Emily mengernyit penasaran mendengar kesedihan yang menyelip dari nada suara renta seniornya itu. Seumur hidup dia memang belum pernah melihat atau mendengar William menyinggung sedikit pun perihal kehidupan pribadi apalagi silsilah keluarganya. Yang dia tahu William adalah pegawai paling setia dan andal dari zaman kakek buyutnya dulu. Reputasinya juga sangat bagus dimata keluarga Pemilik tanah dan seluruh staff rumah tangga lain.Namun justru kemisteriusan dan kerahasiaan tinggi yang selalu dipertahankan lelaki paruh baya ini sukses membuat no
Leo meringis kesakitan luar biasa saat si pria bertindik itu terus saja melayangkan pukulan demi pukulan keras ke sekujur tubuhnya yang sudah babak belur. Darah segar terus mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Namun Sang Letnan tetap bergeming dan tidak mengeluh sedikitpun meski disiksa fisik sedemikian rupa.Emily hanya bisa menangis tersedu menyaksikan pemandangan menyayat hati ini. Dia benar-benar merasa bersalah luar biasa karena keberadaannya telah membuat orang lain menderita, terlebih Leo sang penyelamat jiwanya yang rela berkorban demi melindungi nona muda buronan ini.Puas menyiksa, si pria bertindik itu mengisyaratkan anak buahnya yang kekar-kekar menyeret tubuh babak belur Leo ke pojok ruangan. Sang Letnan disandera dalam posisi berlutut sambil kedua tangannya diborgol di belakang punggung. Sementara mulutnya disumpal kain kotor hingga hanya erangan kesakitan tertahan yang bisa lolos. Meski babak belur, kilatan mata Leo tetap menyala-nyala penuh gairah membara. Jelas d