Di luar sana hujan turun dengan lebatnya. Hantaman angin kencang, membawa tetesan air hujan itu membentur kaca jendela ruang rawat di mana Kirana berada.Namun, berbeda dengan keadaan yang riuh di luar, di dalam sini mereka tenggelam dalam kesunyian.Kirana, yang bersandar di kepala ranjang, sedari tadi masih mencerna perkataan Mirah. Thomas pun nampak masih belum pulih dari keterkejutannya.Di sepanjang perjalanan, pikiran bahwa ternyata Kirana adalah anak angkat memenuhi benaknya.Lantas, siapa orangtua Kirana sebenarnya? Dari mana asal-usulnya?Sampai akhirnya Mirah merogoh tasnya lalu bergerak ke arah ranjang.âMaafkan BudeâĶâ suara Mirah terdengar serak. âSelama ini, Bude terpaksa menyembunyikan kebenarannya darimu.âMirah menjulurkan sebuah amplop putih ke hadapan Kirana.Kirana pun mengernyit sambil menatap sayu Mirah.âIni adalah surat terakhir Ratna untukmu. Bude enggak tahu apa isinya. Bacalah,â terang Mirah.Kirana mengambil amplop itu dan memperhatikannya dengan seksama. Mu
Dada Robert mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Napasnya menderu-deru membaca setiap baris pengakuan Ratna yang dia tuangkan di kertas itu.Satu tangan Robert mengepal erat permukaan sprei ranjang rumah sakit begitu Ratna bercerita soal keterlibatan Sandra.âTidakâĶ tidak mungkin. Wanita itu pasti sudah gilaâĶâ suara Robert terdengar parau. âAku benar-benar minta maaf, Tuan Robert. Asal Tuan tahu, rasa bersalah terus menghantuiku. Alasan kenapa aku baru memberi tahu Tuan soal ini setelah kematianku adalah karena aku takut anakkuâmaksudku anak kandung Tuanâakan membenci diriku. AkuâĶ aku tidak bisa memberinya kehidupan yang layak padanya. Semua karena keegoisanku. Sekali lagi, maafkan aku, Tuan.âSampai akhirnya kalimat terakhir itu membuat Robert sangat syok.âKiara. Aku mengganti namanya menjadi Kirana. Ya, Kirana adalah anak Tuan dan Nyonya Sophia.âNapas Robert pun menjadi begitu sesak. Seketika pintu kamar rawat inap Robert membuka dan Vivian muncul.âPa, maafkan aku. Aku bar
Prang!Piring kue yang baru saja diambil Sandra jatuh berkeping-keping membentur tanah.âAstagaâĶâ ucap Sandra sambil menghela napas pelan. Dengan sigap pelayan di rumah itu langsung membereskannya.âMau saya ambilkan piring yang baru, Nyonya?â tawar pelayan itu.âTidak usah,â tolak Sandra karena tiba-tiba saja perasaannya jadi tidak enak.Wanita itu lantas beranjak ke ruang tengah. Saat dia sedang menonton televisi, ponselnya berdering. Nama Vivian muncul di layar.âYa, Vi. Ada apa?â tanya Sandra.âMa, Papa kena serangan jantung mendadak,â balas Vivian dari seberang sana.âYa ampun! Bagaimana bisa? Hah, pantas tiba-tiba saja perasaan Mama enggak enakâĶâ âTapi dokter sudah menangani Papa. Mama tahu, semua ini gara-gara wanita sialan itu, Ma,â nada suara Vivian terdengar jengkel.Kedua alis bertautan. âMama enggak mengerti maksudmu.âVivian mengembuskan napas berat. âPapa terkena serangan jantung gara-gara Kirana.ââKirana?â Dahi Sandra mengerut semakin dalam. âApa hubungannya dengan wa
Seketika tawa Sandra pecah.âKamu lucu, Thomas. Sungguh. Sebegitu cintanya kah dirimu dengan Kirana, sehingga dengan mudah kamu mempercayai tipu muslihat wanita itu?â Sandra menggelengkan kepalanya dengan heran.Dalam sepersekian detik, raut wajah Sandra berubah tajam. Matanya menyipit bergantian, menatap Thomas serta Darma.âDan pria berjaket kulit itu,â bola mata Sandra berhenti di Darma. âDia pasti bersekongkol dengan Kirana. Semua orang bisa mengarang bebas seperti itu, Thomas. Tetapi hanya orang bodoh saja yang langsung mempercayainya.ââAda buktinya, Ma,â sergah Thomas.âBukti apa?â Tantang Sandra. Dagunya mendongak ke atas. âBukti aku berada di malam saat Sophia bunuh diri? Atau bukti bahwa Ratna mantan ART Keluarga Winarta? Apa? Alibiku jelas, Thomas. Dan bahwa Ratna memang ART-nya Robert juga fakta. Tapi apa itu bisa membenarkan semua tulisan tolol itu, hah?!âThomas menegakkan tulang punggungnya. âPertama, surat itu bukan ditulis oleh Kirana, melainkan ibunya, Ratna. Dan Rat
Mirah menatap Kirana dengan iba karena wajah perempuan itu terlihat sangat sendu.Rasa bersalah juga terus menghantui Mirah karena selama ini dia menutupi kebenarannya.âMaafkan BudeâĶâ ujar Mirah untuk yang kesekian kalinya. Kirana mengalihkan tatapannya dari luar jendela, menatap budenya. Wajah Mirah nampak begitu lesu.Kirana pun mencoba untuk tersenyum. âSemua bukan salah, Bude. AkuâĶ aku hanya butuh waktu untuk menerima semua ini.âMirah lantas beranjak ke pinggir ranjang Kirana. âBude enggak tahu kalau Ratna ternyata bersekongkol untuk menutupi kejahatan di malam itu. Bude enggak habis pikir Ratna bisa berbuat seperti itu. Mungkin dia sudah putus asa ingin punya anakâĶâKirana menghela napas pelan.âTapi, walau bagaimanapun juga, aku akan selalu menganggap ibu sebagai ibuku. Ibu yang membesarkanku dengan susah payah. Dan sepanjang hidupku, aku merasakan kasih sayang dari Ibu. Aku enggak menyalahkan Ibu, BudeâĶâMirah jadi terharu. Dia mengusap rambut Kirana. âKamu memang anak yang
Derap langkah Vivian menggema di sepanjang selasar rumah sakit.Rambut wanita itu nampak berkibar-kibar karena jalannya yang cukup tergesa. Wajahnya nampak masam dengan tatapan tajam.Sampai akhirnya langkah Vivian terhenti tepat di depan kursi roda Kirana.Kedua mata mereka pun beradu. Vivian melempar tatapan nyalang, sementara Kirana hanya menatap datar perempuan di hadapannya ini.Lalu Vivian menatap Thomas yang berdiri di belakang Kirana, juga Mirah yang ikut mendampingi Kirana. Wanita itu mengembuskan napas kasar.âKuharap kamu enggak lupa, Thomas, kalau kamu masih jadi suamiku. Tapi dirimu malah sibuk mengurusi wanita culas itu. Kamu bahkan melupakan Al, anakmu sendiri,â sindir Vivian.âDi mana Papaku? Seharusnya dia datang untuk mengambil sampel kan?â Kemudian Vivian mengedarkan pandangannya ke sekitar.âPapamu ada di dalam ruangan itu,â dagu Thomas mengarah ke ruangan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. âSampelnya sedang diambil. Kirana sudah melakukannya dan setelah i
Robert Winarta akhirnya kembali ke kediamannya.Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya turun dan masuk ke dalam rumahnya.Dadanya berdebar kencang, sedikit gelisah bercampur dengan amarah. Sebentar lagi, dia akan melihat Sandra, istrinya, yang selama ini menyimpan rahasia yang begitu kelam.Bagaimana mungkin Sandra bisa sejahat ini terhadapnya? Apa jangan-jangan Sandra yang membuatnya mabuk malam itu sehingga mereka akhirnya berhubungan di kamar hotel?Semua itu sebentar lagi akan terjawab.âAl!â Vivian melambaikan tangannya pada Al yang baru keluar dari kamarnya bersama seorang pengasuh. âKakek sudah pulang. Ayo, beri kakek pelukan.âPengasuh itu menyerahkan Al pada Vivian.Dan saat memeluk Al, Robert merasa seharusnya anaknya Kirana-lah yang berhak ada di rumah ini.Setelah itu, Al bermain di taman belakang. Sementara Robert duduk di ruang tengah bersama Thomas yang baru saja tiba.âPanggil Mamamu, Vi,â titah Robert. âAku harus bicara padanya. Dan ada hal penting juga yang i
Napas Robert tertahan, begitu pula dengan Thomas.Mereka mengira Vivian sudah terlelap. Namun siapa sangka, perempuan itu kini bergerak mendekat ke arah mereka.Wajahnya diselimuti rasa penasaran yang mendalam.âRahasia apa yang Papa dan Mama sembunyikan selama ini?â Desak Vivian lagi. âDan hal penting apa yang ingin Papa sampaikan padaku?âRobert menelan ludahnya dalam-dalam. Dia menarik napas sejenak. Sepertinya dia memang harus memberi tahu apa yang terjadi secepatnya. âDuduklah,â pinta Robert pada akhirnya. âAku akan menceritakan semuanya padamu.âJantung Vivian jadi berdetak cepat. Dia merasa apa yang akan dikatakan Robert adalah sesuatu yang buruk. Apalagi dia sempat mendengar Robert memanggil Sandra dengan sebutan wanita sialan.Seumur hidupnya, Vivian selalu menyaksikan keharmonisan kedua orangtuanya. Apa mereka selama ini hanya berpura-pura? Pikiran Vivian pun terus berkecamuk.Sadar diri, Thomas beranjak, membiarkan Vivian dan Robert berdua saja.Tetapi, secara mengejutkan
Kirana memandangi pantulan dirinya di depan cermin.Gaun putih berekor panjang itu nampak berkilau diterpa cahaya matahari yang menerobos melalui jendela.âCantik sekaliâĶâ ucap Melinda, muncul dari balik punggung Kirana.Leher jenjang Kirana terlihat jelas karena rambutnya digelung ke atas. Lantas, Melinda mengaitkan liontin emas di leher Kirana.Setelah mengetahui semuanya, Melinda dan Sutono merasa begitu malu serta bersalah.Perempuan yang dulu mereka rendahkan itu ternyata anak seorang konglomerat. Saat Thomas mengutarakan untuk menikahi Kirana setelah resmi bercerai dengan Vivian, Melinda dan Sutono akhirnya meminta maaf dengan tulus pada Kirana.Dan sekarang rasa bangga menyelimuti hati Melinda. Kirana nampak begitu anggun dan menawan. Kecantikannya terpancar walau gaunnya tidak terlalu mewah seperti pernikahan Vivian.âMa!â Seketika Al muncul dengan langkah mungilnya, bergerak ke arah Kirana.âSayang!â Senyum Kirana langsung merekah.Kedua tangan Al menggapai ke atas, pertanda
Sinar matahari pagi menyorot masuk melalui jendela kaca kafe yang besar itu.Di meja yang berada di sudut kafe, Kirana dan Vivian duduk berhadapan.Selama beberapa saat kecanggungan menguar di udara. Vivian nampak tertunduk dalam. âMaafkan akuâĶâ Akhirnya Vivian berani mengutarakan niatnya. Suaranya terdengar bergetar dan penuh penyesalan. âMaafkan aku, Kirana. Aku sudah memperlakukanmu begitu buruk.âSenyum tipis terukir di wajah Kirana. Helaian rambut wanita itu bergerak pelan. âTidak, seharusnya aku yang minta maaf padamu. Aku paham kenapa kamu membenciku. Itu karena aku telah merebut Thomas darimu. Aku tahu, kamu begitu mencintai Thomas. Jadi, maafkan aku.âVivian mendongak. Kedua bola matanya kini nampak sayu, tidak seperti dulu yang penuh ambisi dan terkadang berkilat penuh amarah juga kesombongan.âKamu enggak perlu minta maaf padaku. Kalian saling mencintai dan Thomas memang berhak mendapatkan wanita seperti dirimu, Kirana. Aku enggak layak untuk ThomasâĶâ Lantas, kedua tangan
Samar-samar Vivian menangkap suara alat detak jantung yang berirama.Kedua kelopak matanya terasa begitu berat untuk membuka. Saat akhirnya di berhasil, cahaya putih seakan menusuk pandangannya.Kepalanya lantas berdenyut nyeri.Vivian merasa tubuhnya kaku. Selang melintang di wajahnya. Dia mencoba untuk mengerang, namun suaranya seakan tertahan di tenggorokan.âErrghâĶâ erang Vivian pada akhirnya.Beribu pertanyaan menyerbu benaknya. Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa dia bisa terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit yang begitu dingin.Seketika seorang perawat datang, mengecek keadaan Vivian. Wanita itu tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan perawat itu pada rekannya.Sampai seorang dokter yang mengenakan jas putih datang mendekat.Dokter itu mencondongkan tubuhnya ke arah Vivian, membuka lebar kedua kelopak matanya sambil menyinarinya dengan senter yang terang.Lalu, dia berujar tepat di telinga Vivian. âIni keajaiban. Kamu selamat, Vivian. Kamu telah sadar dari tidurmu
Seharusnya, Kirana tidak merasa gelisah seperti ini. Namun, entah kenapa, tangannya tetap gemetar saat membuka amplop yang berisi hasil tes DNA antara dirinya dengan Robert Winarta.Robert, yang duduk di seberang Kirana, nampak tersenyum lega saat melihat hasilnya.Kirana memang benar anak kandungnya. Dia sudah yakin soal itu.Pengacara Robert lantas menyerahkan beberapa lembar dokumen di hadapan Kirana.âSekarang, kamu adalah Kirana Winarta,â tukas pengacara itu. âWalau masih butuh proses untuk mengganti namamu di setiap dokumen.âKirana menatap lembaran kertas ini. Keningnya agak mengernyit.âTanda tanganilah, Nak. Itu hakmu. Aku akan mewariskan setengah hartaku untuk dirimu,â ucap Robert.âTapiâĶââAku akan sangat marah kalau kamu menolak untuk menandatanganinya,â ancam Robert dengan nada bercanda.Dengan sedikit keraguan, Kirana akhirnya membubuhkan tanda tangannya.âKamu sah menjadi pemegang saham terbesar di Winarta Holdings. Selamat, Kirana.â Pengacara Robert menjabat tangan Kir
Sambil mendekap dokumen adopsinya, Vivian melangkah masuk ke dalam panti asuhan itu, tempat di mana ibu kandungnya yang tidak bertanggung jawab menyerahkan dirinya sewaktu bayi.Berkat donasi Robert setiap tahunnya, fasilitas di panti asuhan itu cukup mumpuni.Mata Vivian berkeliling, memandangi para penghuni panti.Sampai akhirnya, Vivian berhadapan dengan pengurus panti yang mungkin berusia lima puluh tahunan awal.Wajah wanita itu sangat ramah saat menyambut kedatangan Vivian.âAku ingin mengetahui soal ibuku,â ucap Vivian tanpa basa-basi sambil menyerahkan dokumen adopsinya.Wanita itu mengeceknya dengan seksama. âAh, kamuâĶâ Wanita itu mendongak sambil tersenyum lebar. Sorot matanya begitu bahagia. âAku ingat betul, ibu kandungmu datang berpuluh-puluh tahun lalu dan menyerahkanmu ke sini. Sekarang, kamu sudah tumbuh jadi wanita yang cantikâĶââDi mana dia?â Tanya Vivian dingin.Pengurus panti itu lalu beranjak ke sebuah lemari besar, mencari-cari sesuatu.Setelah beberapa saat, dia
Napas Robert tertahan, begitu pula dengan Thomas.Mereka mengira Vivian sudah terlelap. Namun siapa sangka, perempuan itu kini bergerak mendekat ke arah mereka.Wajahnya diselimuti rasa penasaran yang mendalam.âRahasia apa yang Papa dan Mama sembunyikan selama ini?â Desak Vivian lagi. âDan hal penting apa yang ingin Papa sampaikan padaku?âRobert menelan ludahnya dalam-dalam. Dia menarik napas sejenak. Sepertinya dia memang harus memberi tahu apa yang terjadi secepatnya. âDuduklah,â pinta Robert pada akhirnya. âAku akan menceritakan semuanya padamu.âJantung Vivian jadi berdetak cepat. Dia merasa apa yang akan dikatakan Robert adalah sesuatu yang buruk. Apalagi dia sempat mendengar Robert memanggil Sandra dengan sebutan wanita sialan.Seumur hidupnya, Vivian selalu menyaksikan keharmonisan kedua orangtuanya. Apa mereka selama ini hanya berpura-pura? Pikiran Vivian pun terus berkecamuk.Sadar diri, Thomas beranjak, membiarkan Vivian dan Robert berdua saja.Tetapi, secara mengejutkan
Robert Winarta akhirnya kembali ke kediamannya.Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya turun dan masuk ke dalam rumahnya.Dadanya berdebar kencang, sedikit gelisah bercampur dengan amarah. Sebentar lagi, dia akan melihat Sandra, istrinya, yang selama ini menyimpan rahasia yang begitu kelam.Bagaimana mungkin Sandra bisa sejahat ini terhadapnya? Apa jangan-jangan Sandra yang membuatnya mabuk malam itu sehingga mereka akhirnya berhubungan di kamar hotel?Semua itu sebentar lagi akan terjawab.âAl!â Vivian melambaikan tangannya pada Al yang baru keluar dari kamarnya bersama seorang pengasuh. âKakek sudah pulang. Ayo, beri kakek pelukan.âPengasuh itu menyerahkan Al pada Vivian.Dan saat memeluk Al, Robert merasa seharusnya anaknya Kirana-lah yang berhak ada di rumah ini.Setelah itu, Al bermain di taman belakang. Sementara Robert duduk di ruang tengah bersama Thomas yang baru saja tiba.âPanggil Mamamu, Vi,â titah Robert. âAku harus bicara padanya. Dan ada hal penting juga yang i
Derap langkah Vivian menggema di sepanjang selasar rumah sakit.Rambut wanita itu nampak berkibar-kibar karena jalannya yang cukup tergesa. Wajahnya nampak masam dengan tatapan tajam.Sampai akhirnya langkah Vivian terhenti tepat di depan kursi roda Kirana.Kedua mata mereka pun beradu. Vivian melempar tatapan nyalang, sementara Kirana hanya menatap datar perempuan di hadapannya ini.Lalu Vivian menatap Thomas yang berdiri di belakang Kirana, juga Mirah yang ikut mendampingi Kirana. Wanita itu mengembuskan napas kasar.âKuharap kamu enggak lupa, Thomas, kalau kamu masih jadi suamiku. Tapi dirimu malah sibuk mengurusi wanita culas itu. Kamu bahkan melupakan Al, anakmu sendiri,â sindir Vivian.âDi mana Papaku? Seharusnya dia datang untuk mengambil sampel kan?â Kemudian Vivian mengedarkan pandangannya ke sekitar.âPapamu ada di dalam ruangan itu,â dagu Thomas mengarah ke ruangan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. âSampelnya sedang diambil. Kirana sudah melakukannya dan setelah i
Mirah menatap Kirana dengan iba karena wajah perempuan itu terlihat sangat sendu.Rasa bersalah juga terus menghantui Mirah karena selama ini dia menutupi kebenarannya.âMaafkan BudeâĶâ ujar Mirah untuk yang kesekian kalinya. Kirana mengalihkan tatapannya dari luar jendela, menatap budenya. Wajah Mirah nampak begitu lesu.Kirana pun mencoba untuk tersenyum. âSemua bukan salah, Bude. AkuâĶ aku hanya butuh waktu untuk menerima semua ini.âMirah lantas beranjak ke pinggir ranjang Kirana. âBude enggak tahu kalau Ratna ternyata bersekongkol untuk menutupi kejahatan di malam itu. Bude enggak habis pikir Ratna bisa berbuat seperti itu. Mungkin dia sudah putus asa ingin punya anakâĶâKirana menghela napas pelan.âTapi, walau bagaimanapun juga, aku akan selalu menganggap ibu sebagai ibuku. Ibu yang membesarkanku dengan susah payah. Dan sepanjang hidupku, aku merasakan kasih sayang dari Ibu. Aku enggak menyalahkan Ibu, BudeâĶâMirah jadi terharu. Dia mengusap rambut Kirana. âKamu memang anak yang