Share

Buang Bayi itu!

Penulis: Galuh Arum
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 01:22:50

Ros tersenyum lemah, kelelahan yang luar biasa terpancar di wajahnya. Tapi ketika ia melihat bayi mungil itu, hatinya seolah diselimuti rasa hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Air matanya jatuh, bukan lagi karena sakit atau sedih, tetapi karena kebahagiaan yang luar biasa.

“Anakku… laki-laki…” bisiknya dengan suara gemetar, tangannya perlahan terulur untuk menyentuh wajah kecil itu.

Bayi itu menangis dengan keras, tubuhnya masih merah dan basah, namun terlihat sehat. Namun, perkataan asisten rumah tangga membuat Ros sedikit terkejut. “Tanda hitam?” tanyanya lemah, matanya mencari tanda yang dimaksud.

Asisten rumah tangga menunjuk sebuah tanda hitam berbentuk seperti bulan sabit kecil di pinggang bayi itu. “Iya, Non. Tapi jangan khawatir, mungkin itu cuma tanda lahir,” ujarnya mencoba menenangkan Ros, meskipun ada sedikit keraguan di matanya.

"Non, bayi non kenapa berhenti menangis?"

"Ni, ada apa?"

Ros panik, tapi dia kembali merasakan sakit luar biasa. Darah terus mengalir tak henti.

"Bi sakit bi."

Sang asisten kebingungan, dengan kepanikannya di keluar sambil membawa anak itu dan berlari ke ruang tamu.

"Tuan, Non Ros sepertinya pendarahan. Tolong Tuan bawa dia ke rumah sakit kalau tidak dia akan meninggal."

Kedua orang tua Ros hanya saling pandang lalu sang ayah pun bergerak kemarin di ikuti istrinya. Mereka melihat Ros yang sudah pingsan.

"Bi, urus bayi itu saya akan bawa Ros ke rumah sakit."

"Baik Tuan."

**

Rosalia mengalami pendarahan yang cukup hebat. Dia tidak sadarkan diri dan harus menerima transfusi darah.

"Lakukan apa yang terbaik untuk putri saya." Sang ayah pun panik, walau kalimat pedasnya yang begitu jahat terlontar untuk sang putri, kini dia pun merasa takut jika terjadi sesuatu dengan Rosalia.

"Baik, Pak."

Haniva, istri cantiknya merasa tidak suka melihat suaminya begitu peduli dengan Rosalia. Apalagi melihat jenis kelamin anak Ros adalah laki-laki. Teringat sang suami ingin sekali memiliki anak laki-laki, dia takut suaminya malah berbalik menyayangi anak itu.

"Ini tidak bisa di diamkan."

Haniva menghampirimu sang suami dengan beberapa ide jahat yang sudah dia rencanakan.

"Sayang, apa tidak kita urus anak itu dulu. Biar kan Rosalia di tangani dokter. Kita harus membuang bayi sialan itu, jangan sampai napas pertama anak itu sudah membawa kesialan. Lihat kan, ibunya saja mengalami pendarahan. Bukti anak itu pembawa sial."

"Maksud kamu, kita buang anak itu agar tidak memberikan kesialan?" tanya Bagaskara memastikan lagi.

"Betul sekali. Kamu mau kita mendapatkan kesialan lagi? Biaya rumah sakit ini, bukannya sudah mahal?" Haniva kembali membuat panas suasana.

"Benar juga. Kamu tunggu sini, aku yang akan mengurusnya."

"Tidak, aku ikut. Tadi sudah kuhubungi meriaa dan dia onnyhe way ke sini. Ayo, kita langsung pulang dan buang bayi itu."

"Tunggu, apa tidak sebaiknya kita telepon saja bibi dan minta dia membuangnya. Kalau kita yang membuang bayi itu dan ada orang yang tahu, aku enggak akan jamin hidup kita akan baik-baik saja," ucap Pak Bagaskara.

"Benar juga. Oke saya akan telepon Bibi untuk cepat membuang bayi itu." Haniva tersenyum puas karena apa yang direncanakan berjalan mulus.

***

Di rumah, sang asisten rumah tangga itu kebingungan setelah mendapat perintah untuk membuang bayi Rosalia.

"Bagaimana mungkin bayi tampan ini bisa di buang? Ah, Nona Ros pasti akan sedih," ujar Bibi.

"Jangan banyak protes Bi, lakukan saja," ujar Meriaa.

Tadinya Meriaa yang harus menemani Rosa tapi Pak Bagaskara meminta anak tirinya untuk pulang dan memberi perintah untuk membuang bayi Rosalia.

"Katakan bayi itu sudah mati karena kehabisan oksigen saat di lahir!" titah Meriaa kembali'.

"Non tapi--"

"Tidak ada tapi-tapian. Cepat buang anak itu, jangan sampai gagal!"

Asisten rumah tangga terdiam, tangannya gemetar mendengar titah Meria, adik tiri Ros. Ia memandang bayi mungil yang baru saja lahir, masih menangis keras dalam pelukannya. Hatinya berperang antara ketakutan dan rasa iba yang mendalam.

“Non Meria, ini anak Non Ros. Dia tidak bersalah,” ucapnya pelan, mencoba membujuk.

Namun, tatapan tajam Meria membuatnya ciut. “Diam! Kau hanya pelayan di sini. Tugasmu adalah mematuhi perintah, bukan mempertanyakan!” suaranya dingin, penuh kekejaman. “Bayi itu aib bagi keluarga ini. Lakukan sekarang juga!”

Asisten rumah tangga menatap bayi mungil itu, hatinya hancur melihat bayi kecil itu dalam kondisi seperti ini. Ia tahu apa yang diperintahkan kepadanya adalah salah. “Tapi Non Meria…”

“Cepat lakukan atau kau akan kehilangan pekerjaan dan aku pastikan kau tidak akan bisa bekerja di mana pun lagi!” ancam Meria.

Dengan tangan gemetar, asisten rumah tangga membawa bayi itu keluar kamar. Di luar, ia berdiri terpaku, mendengar suara tangisan bayi yang masih nyaring. Air matanya mulai mengalir.

“Maafkan Bibi, Nak,” gumamnya, memeluk bayi itu dengan erat. Ia tahu ia tidak bisa mengikuti perintah Meria. Dengan tekad yang bulat, ia memutuskan untuk mengambil risiko besar. Bukannya membuang bayi itu, ia berlari keluar rumah, membawa bayi itu menuju tempat yang lebih aman dan mengalungkan sebuah liontin yang biasa di gunakan Ros.

"Maafkan Bibi."

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Hari Yang Bahagia

    Di bawah langit malam yang tenang, angin bertiup pelan menerpa helai rambut Ros yang jatuh di bahunya. Langkahnya menyusul Nicolas, menyusuri sisi taman kecil yang diterangi cahaya kuning temaram dari lampu dinding rumah. Jantung Ros berdegup tak karuan. Tadi Nicolas memintanya bicara secara pribadi, dan itu sudah cukup untuk membuat pikirannya berputar-putar.Begitu mereka sampai di sudut taman, Nicolas berhenti. Ia membalikkan badan, menatap Ros dengan mata yang tak biasa—ada kegugupan, ada ketegasan, dan ada… cinta."Ros," katanya pelan namun mantap. “Aku sudah terlalu lama menahan semuanya.”Ros menatapnya, menanti. Namun diamnya adalah jawaban paling jujur dari ketakpastian dalam dadanya.Nicolas menarik napas panjang. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi mungkin aku harus langsung ke intinya.”Ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil. Ros terperangah, tubuhnya seperti terpaku di tempat.“Aku tahu ini mendadak. Mungkin kamu berpikir aku hanya sedang

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Makan Malam Hangat

    Rosalia sempat terdiam, bibirnya mengatup kaku karena tak menyangka akan mendengar permintaan seperti itu dari Nyonya Sandrina. Ia menatap wajah wanita paruh baya di hadapannya, yang kini tampak begitu hangat dan tulus.“Mama?” Ros mengulang pelan, seolah ingin memastikan.Nyonya Sandrina mengangguk lembut. “Iya, kamu sudah seperti anak sendiri. Kalau kamu bersedia memanggilku begitu… aku akan sangat senang.”Ros menunduk, hatinya tiba-tiba hangat. Sepanjang hidupnya, ia jarang merasa sedekat ini dengan sosok ibu. Meski pernah punya ibu tiri, kasihnya tak pernah benar-benar menyentuh.“Terima kasih… Mama,” ucap Ros dengan suara pelan namun penuh makna.Nyonya Sandrina meraih tangan Ros dan menggenggamnya dengan lembut. “Aku tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi, tapi aku tahu kamu anak baik. Dan aku tahu El sangat mencintaimu.”Ros tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca. “Aku juga sangat mencintai El.”Nyonya Sandrina tersenyum lebar. “Dan itu sudah cukup. Kamu pantas berada di sisiny

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Jati diri Ros

    Nicolas mengajak Ros makan di restoran. Kali ini Nicolas ingin menyelesaikan semuanya. Kebohongan yang selama ini dia tahan. Namun, hatinya tak biasa menampik rasa yang ada."Apa ada yang bisa kamu jelaskan?" tanya Nicolas saat Ros hendak makan siang. "Tentang identitas sebagai cucu Nyonya agata."Ros meletakkan sendoknya perlahan, menatap Nicolas tanpa buru-buru. Sorot matanya tajam, tapi tenang.“Aku tidak berniat menyembunyikan, Nic. Tapi bukan waktunya saat itu. Aku bukan seseorang yang suka ! ada luka di balik kalimatnya.Nicolas menghela napas, mencoba menurunkan egonya. “Tapi kamu tahu, aku harusnya jadi orang pertama yang tahu. Setelah semua yang kita lalui…”Ros tersenyum tipis, getir. “Setelah semua kebohonganmu juga? Tentang El, tentang pernikahan yang kamu tawarkan, tentang... rasa yang kamu bahkan baru akui kemarin?”Nicolas terdiam. Ros melanjutkan, suaranya kini lebih lembut. “Aku bukan ingin menyakiti kamu, Nic. Aku cuma ingin dikenal karena diriku sendiri, bukan seba

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Ini Nyata

    Rosalia melangkah perlahan, sorot matanya tenang, tetapi ada ketegasan di sana. "Benar, aku adalah cucu kandung Nyonya Agata. Dan sebagai pewaris sah, aku ingin melihat semua perjanjian bisnis yang telah dibuat atas nama perusahaan keluarga kami."Maya mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Tidak mungkin! Kau selama ini hanyalah—""—Seorang babysitter?" potong Rosalia dengan senyum tipis. "Ya, itu yang kalian kira. Tapi aku tidak pernah menyangkal siapa diriku. Kalian saja yang terlalu sibuk menginjakku hingga lupa mencari tahu kebenaran."Maya menelan ludah, matanya beralih ke Tian, lalu ke Nicolas. "Ini lelucon, kan? Nicolas, kau tahu soal ini?"Nicolas masih terdiam, pikirannya bercampur aduk. Ia merasa dikhianati karena Rosalia menyembunyikan identitasnya. Tapi di sisi lain, ia mulai memahami mengapa wanita itu selalu terlihat penuh pertimbangan setiap kali mengambil keputusan.Tian melipat tangan di dada, menatap Aldo dengan tatapan penuh kemenangan. "Jadi, Tuan Aldo, masih ing

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pewaris Tunggal

    Suasana tegang saat Nicolas datang bersama dengan Alex. Lalu, Aldo bersama dengan Maya, melihat hal itu Nicolas seperti bisa membaca apa yang sebenarnya terjadi."Nicolas, apa kabar? Hmm... Apa kabarmu sedang tidak baik-baik saja setelah mendengar kabar kontrak yang sedang di ambang kerugian."Maya kini merasa menang dan di atas awan. Nicolas hanya menanggapi semua dengan tenang walau hatinya ketar ketir.Nicolas menghembuskan napas perlahan, menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Maya. Ia melirik Aldo yang duduk dengan ekspresi santai, seolah menikmati situasi yang sedang berlangsung."Aku baik-baik saja, Bu Maya. Justru aku penasaran, apa Anda yang sedang dalam kondisi baik setelah bermain api dengan kontrak ini?" jawab Nicolas dengan nada datar namun penuh makna.Maya menyilangkan tangannya di depan dada, menyeringai. "Oh, Nicolas, bisnis itu tentang siapa yang lebih cerdas membaca peluang. Sayangnya, kali ini kau kalah cepat."Alex yang berdiri di samping Nicolas m

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    akhirnya memeluk anakku

    Rosalia tersenyum untuk pertama kalinya pada Nicolas. Pria itu sedang tidak baik-baik saja. Ros bangkit dan hendak masuk.."Ros, tetap di sini. Apa kamu mau pergi meninggalkan aku yang sedang tidak baik-baik saja?" tanya Nicolas."Tuan, aku mau kedalam. Sudah malam, lebih baik Anda juga tidur. Besok bukannya mau bertemu dengan Tuan Tian?"Nicolas menghela napas panjang, menatap Ros dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku hanya ingin berbicara sebentar, Ros. Aku lelah dengan semua ini, dengan pekerjaan, dengan perasaan yang terus-menerus tak bisa aku kendalikan."Ros menggigit bibirnya, ragu untuk tetap tinggal atau pergi. Tapi melihat ekspresi Nicolas, sesuatu dalam hatinya melunak. "Baiklah, sebentar saja," ujarnya pelan.Nicolas tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. "Aku tidak pernah menyangka, hidupku akan serumit ini. Semua berjalan begitu cepat, dan sekarang… aku takut kehilangan sesuatu yang belum sepenuhnya aku genggam."Rosalia menunduk, merasakan geta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status