Share

Melahirkan

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2025-01-01 01:22:16

"Ros! Kau gila! Kesialan apa lagi yang akan kita terima jika kau melahirkan anak sialan itu, hah?" tanya sang ayah.

"Ayah cukup, anak ini bukan anak pembawa sial," ucap Ros dengan tangis.

"Kamu bilang bukan pembawa sial? Lalu apa namanya kalau kehadirannya membuat semua berantakan. Pernikahan kamu dan Naren batal juga investasi yang keluarga Narendra janjikan di batalkan dan kamu tahu semua itu berdampak besar dalam bisnis ayah!" Pak Bagaskara meradang dengan apa yang di lontarkan sang anak.

Ros memejamkan matanya erat, berusaha menahan tangis yang tak terbendung. Kata-kata ayahnya bagai belati yang menoreh luka baru di hatinya. Ia mengusap perutnya perlahan, mencoba menemukan ketenangan dari kehadiran kecil yang kini menjadi satu-satunya alasan ia terus bertahan.

“Aku memang salah, Ayah, aku manusia yang penuh dosa. Tapi aku tidak akan membuang anak ini hanya karena kalian malu,” suara Ros bergetar, namun ada ketegasan yang baru tumbuh di dalam dirinya. “Aku akan melindungi dia, apa pun yang terjadi.”

Ayahnya mendengus, matanya menyala dengan kemarahan.

Ibunya hanya memalingkan wajah, seolah keberadaan Ros tidak ada artinya lagi. Tidak ada satu pun yang membelanya, tidak ada tangan yang merangkulnya.

Ros merasa tubuhnya lemah, namun ia tahu tidak ada gunanya memohon pada mereka. Perlahan, ia berdiri tegak, meskipun hatinya hampir runtuh. Dia melangkah kamarnya dan tak ada yang mencoba untuk menghiburnya.

***

Hari berganti hari, bulan pun begitu cepat berganti. Kehamilan Ros sudah membesar, tapi selama itu tidak pernah ada yang peduli. Ros seakan tidak di anggap ada, tidak ada perawatan khusus untuk ibu hamil yang butuh asupan makanan bergizi, juga vitamin yang menunjang. Ros hanya mengkonsumsi vitamin yang dia beli karena melihat beberapa info di sosial media.

Vitamin murah dan makanan terbatas yang dia konsumsi. Tubuhnya pun lemah dan tak bertenaga. Dengan perut sudah membesar, Ros kini terkurung di kamar dan memang sang ayah melarangnya untuk berkeliaran di ruang tamu.

Sungguh miris anak kandung yang terbuang.

"Ah, kenapa perut aku? Rasanya sakit, apa aku akan melahirkan?"

Rosalia merasa ada yang aneh, usia kandungannya teras masih kurang untuk melahirkan, tapi perutnya mulai terasa sakit dan mengeluarkan flek darah.

"Bi, bantu aku ke rumah sakit. Aku akan melahirkan," pinta Ros pada asisten rumah tangga.

"Tapi, Non. Tuan dan Nyonya melarang Non keluar."

"Tapi aku akan melahirkan, argh sakit!"

Ros meringis memegangi perutnya. Saat itu kedua orang tuanya bersama sang adik tirinya datang.

"Ada apa?" tanya sang ayah.

Rosalia menahan sakit yang semakin kuat sambil memegangi perutnya. Napasnya tersengal-sengal, dan keringat dingin membasahi wajahnya. Asisten rumah tangga berdiri kebingungan, terjebak antara rasa kasihan dan ketakutannya pada majikan.

“Non Ros mau melahirkan, Tuan. Dia butuh dibawa ke rumah sakit,” ujar asisten rumah tangga dengan nada cemas.

Ayah Rosalia mendengus, wajahnya penuh kekesalan. “Melahirkan? Apa-apaan ini? Usia kandungannya bahkan belum cukup bulan!” serunya dengan nada tidak percaya.

Rosalia memandang ayahnya dengan mata berkaca-kaca, menahan sakit yang semakin menjadi-jadi. “Ayah, tolong… aku mohon… setidaknya bantu anak ini. Dia tidak bersalah…” suaranya hampir tak terdengar, tenggelam dalam rasa sakit.

Ibunya hanya melipat tangan, ekspresinya dingin. “Jadi ini akhirnya, ya? Anak ini bahkan tidak bisa menunggu cukup lama untuk menambah masalah. Kau memang tidak membawa apa-apa selain kesialan, Ros.”

Ros merintih, menahan rasa sakit yang hampir membuatnya pingsan. “Ibu… Ayah… aku mohon…”

Darah sudah terlihat di kaki Rosalia. Tubuhnya mulai lemas. "Bi bantu aku," pintanya.

"Bawa saja ke kamarnya. Bantu dia di kamar untuk melahirkan. Tidak usah ke rumah sakit!" titah sang ayah.

Ros menahan sakit luar biasa, wajahnya pucat juga dingin. Asisten rumah tangga membantunya untuk melahirkan. Napas Ros naik turun, dia harus kuat untuk anak itu. Sakit luar biasa begitu terasa.

"Argh! Sakit!"

"Non, terus, sebentar lagi. Bibi pernah ada pengalaman membantu melahirkan. Ayo, Non. Tarik napas.".

"Argh!"

Suara tangis bayi membuat Ros lega, asisten rumah tangga mengangkat bayinya dan memperlihatkan pada Ros.

"Anakku, laki-laki."

"Iya, ya ampun ada tanda hitam di pinggangnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Hari Yang Bahagia

    Di bawah langit malam yang tenang, angin bertiup pelan menerpa helai rambut Ros yang jatuh di bahunya. Langkahnya menyusul Nicolas, menyusuri sisi taman kecil yang diterangi cahaya kuning temaram dari lampu dinding rumah. Jantung Ros berdegup tak karuan. Tadi Nicolas memintanya bicara secara pribadi, dan itu sudah cukup untuk membuat pikirannya berputar-putar.Begitu mereka sampai di sudut taman, Nicolas berhenti. Ia membalikkan badan, menatap Ros dengan mata yang tak biasa—ada kegugupan, ada ketegasan, dan ada… cinta."Ros," katanya pelan namun mantap. “Aku sudah terlalu lama menahan semuanya.”Ros menatapnya, menanti. Namun diamnya adalah jawaban paling jujur dari ketakpastian dalam dadanya.Nicolas menarik napas panjang. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi mungkin aku harus langsung ke intinya.”Ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil. Ros terperangah, tubuhnya seperti terpaku di tempat.“Aku tahu ini mendadak. Mungkin kamu berpikir aku hanya sedang

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Makan Malam Hangat

    Rosalia sempat terdiam, bibirnya mengatup kaku karena tak menyangka akan mendengar permintaan seperti itu dari Nyonya Sandrina. Ia menatap wajah wanita paruh baya di hadapannya, yang kini tampak begitu hangat dan tulus.“Mama?” Ros mengulang pelan, seolah ingin memastikan.Nyonya Sandrina mengangguk lembut. “Iya, kamu sudah seperti anak sendiri. Kalau kamu bersedia memanggilku begitu… aku akan sangat senang.”Ros menunduk, hatinya tiba-tiba hangat. Sepanjang hidupnya, ia jarang merasa sedekat ini dengan sosok ibu. Meski pernah punya ibu tiri, kasihnya tak pernah benar-benar menyentuh.“Terima kasih… Mama,” ucap Ros dengan suara pelan namun penuh makna.Nyonya Sandrina meraih tangan Ros dan menggenggamnya dengan lembut. “Aku tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi, tapi aku tahu kamu anak baik. Dan aku tahu El sangat mencintaimu.”Ros tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca. “Aku juga sangat mencintai El.”Nyonya Sandrina tersenyum lebar. “Dan itu sudah cukup. Kamu pantas berada di sisiny

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Jati diri Ros

    Nicolas mengajak Ros makan di restoran. Kali ini Nicolas ingin menyelesaikan semuanya. Kebohongan yang selama ini dia tahan. Namun, hatinya tak biasa menampik rasa yang ada."Apa ada yang bisa kamu jelaskan?" tanya Nicolas saat Ros hendak makan siang. "Tentang identitas sebagai cucu Nyonya agata."Ros meletakkan sendoknya perlahan, menatap Nicolas tanpa buru-buru. Sorot matanya tajam, tapi tenang.“Aku tidak berniat menyembunyikan, Nic. Tapi bukan waktunya saat itu. Aku bukan seseorang yang suka ! ada luka di balik kalimatnya.Nicolas menghela napas, mencoba menurunkan egonya. “Tapi kamu tahu, aku harusnya jadi orang pertama yang tahu. Setelah semua yang kita lalui…”Ros tersenyum tipis, getir. “Setelah semua kebohonganmu juga? Tentang El, tentang pernikahan yang kamu tawarkan, tentang... rasa yang kamu bahkan baru akui kemarin?”Nicolas terdiam. Ros melanjutkan, suaranya kini lebih lembut. “Aku bukan ingin menyakiti kamu, Nic. Aku cuma ingin dikenal karena diriku sendiri, bukan seba

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Ini Nyata

    Rosalia melangkah perlahan, sorot matanya tenang, tetapi ada ketegasan di sana. "Benar, aku adalah cucu kandung Nyonya Agata. Dan sebagai pewaris sah, aku ingin melihat semua perjanjian bisnis yang telah dibuat atas nama perusahaan keluarga kami."Maya mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Tidak mungkin! Kau selama ini hanyalah—""—Seorang babysitter?" potong Rosalia dengan senyum tipis. "Ya, itu yang kalian kira. Tapi aku tidak pernah menyangkal siapa diriku. Kalian saja yang terlalu sibuk menginjakku hingga lupa mencari tahu kebenaran."Maya menelan ludah, matanya beralih ke Tian, lalu ke Nicolas. "Ini lelucon, kan? Nicolas, kau tahu soal ini?"Nicolas masih terdiam, pikirannya bercampur aduk. Ia merasa dikhianati karena Rosalia menyembunyikan identitasnya. Tapi di sisi lain, ia mulai memahami mengapa wanita itu selalu terlihat penuh pertimbangan setiap kali mengambil keputusan.Tian melipat tangan di dada, menatap Aldo dengan tatapan penuh kemenangan. "Jadi, Tuan Aldo, masih ing

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    Pewaris Tunggal

    Suasana tegang saat Nicolas datang bersama dengan Alex. Lalu, Aldo bersama dengan Maya, melihat hal itu Nicolas seperti bisa membaca apa yang sebenarnya terjadi."Nicolas, apa kabar? Hmm... Apa kabarmu sedang tidak baik-baik saja setelah mendengar kabar kontrak yang sedang di ambang kerugian."Maya kini merasa menang dan di atas awan. Nicolas hanya menanggapi semua dengan tenang walau hatinya ketar ketir.Nicolas menghembuskan napas perlahan, menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Maya. Ia melirik Aldo yang duduk dengan ekspresi santai, seolah menikmati situasi yang sedang berlangsung."Aku baik-baik saja, Bu Maya. Justru aku penasaran, apa Anda yang sedang dalam kondisi baik setelah bermain api dengan kontrak ini?" jawab Nicolas dengan nada datar namun penuh makna.Maya menyilangkan tangannya di depan dada, menyeringai. "Oh, Nicolas, bisnis itu tentang siapa yang lebih cerdas membaca peluang. Sayangnya, kali ini kau kalah cepat."Alex yang berdiri di samping Nicolas m

  • Bayi Presdir: Tante, Jadi Mamaku Ya!    akhirnya memeluk anakku

    Rosalia tersenyum untuk pertama kalinya pada Nicolas. Pria itu sedang tidak baik-baik saja. Ros bangkit dan hendak masuk.."Ros, tetap di sini. Apa kamu mau pergi meninggalkan aku yang sedang tidak baik-baik saja?" tanya Nicolas."Tuan, aku mau kedalam. Sudah malam, lebih baik Anda juga tidur. Besok bukannya mau bertemu dengan Tuan Tian?"Nicolas menghela napas panjang, menatap Ros dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku hanya ingin berbicara sebentar, Ros. Aku lelah dengan semua ini, dengan pekerjaan, dengan perasaan yang terus-menerus tak bisa aku kendalikan."Ros menggigit bibirnya, ragu untuk tetap tinggal atau pergi. Tapi melihat ekspresi Nicolas, sesuatu dalam hatinya melunak. "Baiklah, sebentar saja," ujarnya pelan.Nicolas tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. "Aku tidak pernah menyangka, hidupku akan serumit ini. Semua berjalan begitu cepat, dan sekarang… aku takut kehilangan sesuatu yang belum sepenuhnya aku genggam."Rosalia menunduk, merasakan geta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status