Share

Bab 4

Penulis: Puput Gunawan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 09:51:02

Kutarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Menghampiri Ami yang masih menangis. Kupeluk erat gadis manis itu. Gadis yang kuanggap sebagai anakku sendiri.

 

"Bu, maaf," ucapnya.

 

Aku bingung harus berbicara apa. Di otakku ingin bertanya banyak hal kepada Ami. Namun, aku takut malah membuatnya tertekan. Karena bisa saja dia korban dari laki-laki tidak bertanggung jawab.

 

Air mata menetes dari kedua mataku. Ada rasa kecewa dalam diri ini. Aku merasa gagal melindungi Ami hingga dia menjadi seperti ini.

 

"Bu, Ami mohon maaf," ucapnya.

 

"Semua bukan salahmu, ini salahku karena tidak bisa menjagamu dengan baik."

 

"Bu, tolong rahasiakan ini dari ambu. Ami tidak ingin beliau sedih," pinta Ami.

 

Satu botol cairan infus sudah habis, Ami di izinkan pulang. Kami tengah menunggu obat. Angga terlihat asyik dengan ponselnya. Anak itu bermain game online untuk mengatasi rasa bosan. Sementara Ami masih menundukan wajahnya. Dia tidak berani menatapku.

 

Aku sangat ingin tahu yang sebenarnya terjadi. Siapa yang tega merayu Ami hingga membuatnya hamil dan mengugurkan kandungannya. Aku tahu betul Ami jarang keluar rumah.

 

Ami anak rumahan yang jarang keluar rumah. Hanya sekolah dan sesekali pergi bersama teman-temannya itu pun Angga pasti ikut karena mereka sekelas. Biasanya izin untuk mengerjakan tugas sekolah.

 

Masalah Aqila belum selesai, ada masalah baru lagi. Haruskah masalah Ami kuceritakan pada suamiku? Jujur saja aku mencurigainya juga.

 

****

 

Wajah mbok Iin sangat cemas dan langsung memapah putrinya begitu kami tiba di rumah. Aku tahu perasaan khawatir Mbok Iin sekarang. Anak satu-satunya sedang tidak sehat.

 

"Mbok, Aqila mana?" tanyaku.

 

"Sama Amran, Bu," jawab mbok Iin.

 

"Lho, Amran sudah pulang?" tanyaku lagi.

 

"Sudah, Bu dia langsung pulang saat menelpon rumah dan saya bilang ibu ke rumah sakit."

 

"Ya sudah, suruh Ami istirahat dan minum obatnya secara teratur," ucapku menyerahkan kantung plastik berisi obat yang harus diminum oleh Ami.

 

"Ami kenapa, Bun?" tanya Amran dari dalam rumah.

 

"Dia hanya kurang darah. Maklum perempuan," ucapku berbohong.

 

"Iya, tadi di sekolah aja sampai ganti rok gara-gara tembus," ucap Angga.

 

"Kamu itu kalau gak sehat libur dulu kenapa sih," ucap Amran memarahi Ami.

 

Amran terlihat begitu khawatir hingga memarahi Ami. Sulungku itu memang sangat pengertian dan penyayang. Buktinya Aqila yang baru sehari ada di sini saja Amran sangat menyayanginya.

 

"Amran, biarkan Ami istirahat, dia butuh itu," ucapku.

 

"Iya, Bu." jawab Amran.

 

Kepalaku terasa sakit memikirkan ini semua. Aku bingung masalah mana yang harus aku pecahkan, siapa yang menghamili Ami atau orang tua Aqila. Jujur aku sangat pusing sekarang.

 

Berjalan perlahan menuju ke dalam kamarku. Melihat Aqila yang tertawa dalam tidurnya membuatku ikut tersenyum. Bayi mungil yang tidak tahu apa-apa itu jelas korban sebenarnya di sini. Akibat keegoisan orangtuanya hingga membuang bayi tidak berdosa itu. Namun aku bersyukur karena menemukan Aqila. Serta berterima kasih kepada orangtuanya yang tidak membunuhnya.

 

Membaringkan tubuhku di samping Aqila. Menatap wajah bayi berusia sehari itu membuatku sedikit lebih tenang. Sesekali dia menggeliat. Lucu sekali anak perempuanku ini.

 

Perlahan mataku terpejam. Semalam memang kurang tidur. Akhirnya aku benar-benar terlelap.

 

*****

 

Suara tangisan Aqila membangunkan tidurku. Segera aku memeriksa bayi mungilku yang sepertinya pipis. Aku mengganti popok Aqila, setelah selesai aku menggendongnya untuk keluar dari kamar.

 

Berjalan perlahan menuju kamar Angga. Langsung masuk ke dalam dan terlihat putra keduaku itu tengah berbincang dengan seseorang lewat telepon. Melihat kedatanganku dia menyudahi panggilannya.

 

"Udah dulu ya."

 

"Nelpon siapa, nak?" tanyaku.

 

"Temen, Bun."

 

Angga melirik ke arah Aqila. Namun, menyadari aku memperhatikannya, dia langsung memalingkan wajahnya. Aku tahu karakter anak keduaku ini. Dia tidak mudah akrab dengan orang baru meski bayi sekalipun.

 

"Abang, aku Aqila. Kamu mau gendong gak?" ucapku menirukan suara anak kecil.

 

"Bunda apaan sih."

 

"Liat nih, Aqila itu bayi yang manis, Abang Amran saja suka sama dia," ucapku menyodorkan.

 

Angga hanya melihat sesaat dan kembali fokus dengan ponselnya.

 

"Bunda emang gak cape ngurusin bayi?" tanyanya tiba-tiba.

 

"Bunda malah senang karena ada kesibukan, kamu kan tiap hari sekolah dan kalau di rumah sibuk sama hp. Jadi gak bisa Bunda ajak main. Sekarang ada Aqila yang nemenin bunda."

 

"Ya sudah rawat saja, gak usah di kasih ke panti asuhan," ucap Angga.

 

Mudah sekali anak itu berubah pikiran. Padahal dari tadi malam dia yang tidak ingin aku merawat Aqila. Aku meninggalkan kamar Angga dan pergi ke kamar Ami. Aku ingin tahu kondisinya.

 

Kamar Ami terletak tidak jauh dari kamar Angga. Dia tidur sendiri tidak bersama dengan mbok Iin. Aku pikir kasihan jika seorang gadis masih tidur bersama ibunya. Aku pun pernah menjadi gadis yang butuh privasi.

 

Pintu kamar Ami tidak dikunci. Setelah mengucapkan salam aku langsung masuk ke dalam. Ami terbaring di ranjangnya. Wajahnya sudah tidak terlalu pucat.

 

"Sudah merasa lebih baik?" tanyaku.

 

Dia mengganguk tanpa mengeluarkan suara. Ami terus memandangi Aqila yang berada dalam gendonganku. Entah apa yang dipikirkan gadis itu. Apakah dia menyesal telah mengugurkan kandungannya? Aku duduk di tepi ranjangnya.

 

"Kamu sudah makan?"

 

"Sudah, Bu."

 

"Istirahatlah, kamu butuh itu untuk memulihkan diri."

 

Aku segera bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan Ami yang masih butuh banyak istirahat. Saat aku ingin keluar dari kamar. Terkejut karena Amran berdiri di depan pintu.

 

"Amran? Ngapain?"

 

"Eh, itu, Bun. Aku beli buah naga dan jeruk untuk Ami katanya bagus untuk menambah darah."

 

Amran tersenyum sambil menatap Ami. Sementara Ami menundukkan kepalanya. Aku hanya bisa melihat mereka secara bergantian. Ada apa ini? Kenapa mereka mencurigakan.

 

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Semua orang tertegun dengan penuturan Mia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kebenarannya adalah Mita anak Lita, bukan aku? Lantas siapa aku? Kenapa ada kertas hasil DNA aku dan Lita? Lagi-lagi kepalaku di penuhi oleh banyak pertanyaan. Namun, enggan untuk aku tanyakan terlebih melihat Mita yang sedari tadi diam saja."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku.Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mita. Dia benar-benar terpukul. Bunda menghampiri gadis itu dan beliau memeluknya. Aku tahu kenyataan ini begitu pahit."Sebaiknya kita masuk, bicarakan ini di dalam rumah, tidak baik membicarakan sesuatu yang serius di depan rumah seperti ini," ucap Ayah.Sesuai dengan keinginan Ayah, kami masuk ke rumah. Lita juga diajak masuk oleh Mia meskipun dia lebih banyak diam.Kami berada di ruang tamu sekarang. Membicarakan masalah besar ini dengan kepala dingin. Aku ingin semuanya terungkapkan. Aku tolong ingin ada kebohongan lagi."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku yang duduk di sampingnya."Ke

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Pelukan Lita terasa sangat hangat, jauh berbeda dengan pelukan Bunda. Aku merasa nyaman dalam dekapan wanita ini. Rasanya benar-benar tidak bisa aku jelaskan."La, lu bilang apa?" tanya Mita yang sepertinya bingung."Gue beneran anaknya, Ta.""Jangan aneh-aneh deh, lu punya bukti?"Aku mengambil kertas yang sedari tadi ada di saku celanaku. Aku langsung menunjukkannya kepada Mita tentang apa yang tertera di sana."Ini apa?""Hasil tes DNA gue dan Ibu Lita, hasilnya gue anak kandung wanita-wanita ini," ucapku sambil mencium lembut pipi Ibu Lita."La?""Gue seneng banget karena tahu kebenaran ini.""Tapi, La. Lu dapet dari mana kertas ini?"Aku menceritakan bagaimana aku dapat kertas hasil DNA itu. Awalnya Mita masih berusaha meyakinkan aku jika kertas ini bisa saja dibuat, tetapi aku menyangkal karena ada tanda tangan dokter dan tanda sebuah rumah sakit."La, lu gak apa-apa?""Gak, sekarang gue tau siapa gue sebenarnya."Aku, Mita, dan Ibu Lita saling berpelukan sambil menangis. Sampai

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku membaca ulang hasil tes DNA yang ada di tanganku. Aku harap aku salah liat. Namun, berapa kali pun aku membacanya, di sana tertera namaku dan nama Lita.Air mata tidak bisa aku bendung lagi. Dadaku sesak mengingat pelukan Lita yang terasa sangat hangat. Pelukan itu adalah pelukan seorang ibu.Aku menutup mulut agar tangisku tidak terdengar oleh orang rumah. Aku duduk sambil memeluk lutut. Sesegukan sendirian karena tahu sebuah kebenaran yang disembunyikan oleh Bang Angga dan pastinya keluarga ini.Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. Kenyataan ini begitu membuatku merasa sedih. Meskipun sudah menduganya, rasa sesak semakin berkecamuk dalam dada.Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Menangis dan menangis hanya itu saja sambil mengingat senyuman tulus Lita ketika melihatku. Tak sepantasnya aku memanggilnya Lita, harusnya aku memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebab dia adalah wanita yang melahirkanku.Sampai pagi menjelang aku tidak tidur. Aku juga sudah berhenti menan

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Bab 42 : Rahasia Angga (POV Aqila)Aku dan Mita terkejut melihat Bang Angga yang tiba-tiba saja memeluk Mia. Apa-apaan ini? Kenapa bisa seperti ini? Apa mereka saling kenal dan memiliki hubungan? Banyak pertanyaan yang ada dalam benakku. Inginku mengutarakannya, tetapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat. Lebih baik aku menunggu Bang Angga menjelaskan ini semua.Aku dan Mita memilih menjauh dari pasangan yang entah aku harus menyebutnya apa. Mia terlihat mengusap matanya begitu Bang Angga melepaskan pelukkannya. Aku seperti tengah berada dalam sebuah drama.Aku dan Mita saling pandang dan memilih mengalihkan pandangan dari dua orang yang entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya."La.""Hmm.""Sejak kapan Bang Angga kenal dengan Kak Mia?" tanya Mita."Itu pertanyaan yang sama seperti yang ada dalam otak gue.""Owh, okeh."Hening, Mita tidak bertanya lagi. Mungkin dia juga tengah memikirkan apa yang aku pikir. Masalah dalam hidupku semakin rumit sekarang, tetapi aku yakin semuanya ak

  • Bayi Siapa?   POV Aqila (kehadiran Mia)

    "Sekarang bagaimana, La?" tanya Mita yang tengah berbaring di ranjangku."Apa? Soal lu sama Bang Angga? Ngebet banget lu!" ucapku mencubit perutnya."Bukan itu, soal Lita."Aku buru-buru menutup mulut Mita sambil celingukan. Menyebut nama itu adalah hal yang tabu di rumah ini. Aku harap Bunda tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mita tadi."Jangan bahas itu di sini.""Oke," jawab Mita dengan wajah bingung.Aku mengajak Mita keluar rumah untuk membicarakan Lita."Aqila, mau ke mana?" tanya Bunda."Nganterin Mita pulang, Bun," jawabku asal."Lho, Mita sudah mau pulang?""Eh, iya, Bun. Sudah siang.""Biar Angga yang antar!" perintah Bunda."Bang Angga sepertinya masih marah, Bun. Lebih baik sama pak sopir aja," ucapku."Baiklah."Dengan diantar pak sopir aku mengantarkan Mita pulang. Sebenarnya ini lucu, harusnya Mita pulang sendiri dengan sopir tanpa aku ikut, tetapi penyelidikan kami belum selesai, kami harus memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Tiba di rumah Mita, aku l

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status