Semua telah berkumpul di rumah Adibal untuk melihat keadaan Aristela, ketiga orang yang membuat gadis tersebut benar-benar tertekan sangat merasakan prihatin dan miris melihat Aristela yang terbaring pucat, terutama sang papah sendiri yang mulai mengelus wajah anaknya.
"Papah enggak mencari tau apa alasan kamu tertekan seperti ini, maaf ... Papah terlalu emosi waktu tadi, seharusnya Papah menjadi teman dukamu di saat kamu membutuh seseorang," gumam Adibal, tetapi dia rasa semuanya percuma karena sang anak sudah pasti tak mendengarnya.
Cahyani dan Abraham terus memandang Aristela, mereka melihat jika Aristela benar-benar nyaman jika sedang tidak sadarkan diri seperti itu.
Aku terlalu keras padanya. Batin Abraham.
Hanya itu yang dikatakan oleh Abraham, tidak ada respon lain, karena dia tidak tahu ingin mengatakan apa, meminta maaf? Sepertinya Aristela takkan mau memaafkannya lagi.
Abraham pun merasa jika dia terlalu kukuh dalam egonya untuk membenci Arist
Ke esokan hari, Aristela telah sadar dari pingsannya, itu pun di jam 9 pagi dan saat terbangun dia merasa lapar. Aristela bergerak dan berusaha bangkit dari ranjang, seketika ia merasa sentuhan di lengannya dan orang yang membantunya adalah sang papah, juga sang mamah."Pah, Mah, kenapa kalian bisa di sini?" tanya Aristela kebingungan, padahal dia mengira bahwa dirinya akan sendiri akibat menjalani hukuman."Kamu jangan banyak bergerak dulu karena kamu baru saja bangun, ada yang ingin kamu butuhkan, Nak? Atau kamu sedang lapar?" tahan Adibal dan bertanya pada Aristela. Aristela mengangguk karena perutnya sedang keroncongan pagi ini, Cahyani segera bergerak dan mengambil makanan di dapur karena dia sudah memasak tadi pagi.Ketika keluar, Cahyani segera memberitahu para putranya jika si Aristela sudah sadar. August, Aderald, dan Agam langsung menuju kamar, sementara Adnan sedang bersekolah dan Abraham sedang mengajar di kampusnya, lal
Beberapa bulan kemudian, semuanya telah berbeda pada dalam diri Aristela, dia sudah cuek dengan yang namanya Abraham dan Syahrul, bahkan Syahrul pernah meneleponnya untuk bertemu, tetapi Aristela mengingatkan pria itu akan janjinya bahwa tidak akan pernah mengganggunya lagi serta Aristela menekankan jika mereka tidak ada yang perlu dibahas untuk hubungan yang tidak akan pernah jelas itu.Lalu bagaimana dengan Abraham? Aristela hanya bicara jika seperlunya, begitupun Abraham kepada Aristela, mereka sama-sama cuek tetapi Aristela lebih lagi karena sudah menganggap pria itu biasa saja dan tidak ingin terlalu bercengkerama, takut jika pria itu alergi berada di dekat wanita murahan.Hari-hari Aristela kembali pada aktifitas sebelumnya, di mana gadis tersebut bekerja di toko bunga dengan senang karena para karyawan yang ramah dan tidak memandangnya sebagai anak pemilik toko, semuanya profesional.Jam istirahat mulai tiba dan Aristela memutuskan untuk memakan makanan pesa
Sebelum Zahair benar-benar pulang, pria itu langsung teringat jika putrinya memakan es krim Aristela, dia pun kembali dan memberikan es krim yang telah ia beli."Tadi anak saya makan es krim kamu bukan? Nah ini sebagai penggantinya," ucap Zahair tapi ditolak halus oleh Aristela."Untuk Zeline saja, Om. Lagipula saya mau pulang kerja lagi ini, sudah mau habis waktu istirahat saya, kalau begitu saya duluan juga yah, salam," balas Aristela kemudian meninggalkan kedua orang yang terus memandangi punggungnya sampai menghilang."Kakak itu cantik banget yah, Pah? Zeline mau punya mamah seperti Kakak itu," ucap Zeline tiba-tiba tetapi Zahair menggeleng pelan kemudian menoel hidung anaknya dengan gemas."Kan ada Papah, enggak perlu ada mamah baru lagi karena Papah bisa ngasih apa saja yang Zeline mau, coba minta, nanti Papah turutin," balas Zahair dan mata Zeline berbinar."Beneran?"Zah
Zahair merupakan duda beranak satu, the sugar daddy adalah panggilannya jika gadis-gadis maupun para janda melihatnya. Zahair merupakan CEO dari perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan serta kosmetik yang merupakan turunan dari sang ayah yang sudah menikmati masa pensiunnya.Sebelum sang istri meninggal, Zahair benar-benar fokus pada pekerjaannya, tetapi ketika Indira diambil oleh Tuhan, Zahair membagi waktunya untuk sang putri, walau sebelumnya juga ada, tetapi tidak sebegitu banyaknya waktu yang ia habiskan bersama Zeline, karena ia tidak mau membuat anaknya kesepian.Di malam hari, Zeline terus membicarakan Aristela dan ingin bertemu dengan gadis tersebut, Zahair berulangkali mengatakan bisa besok hari, tetapi Zeline malah menunjukkan kecemberutannya."Katanya Papah mau ngasih apa pun kalau Zeline enggak nakal," tutur Zeline."Kak Aristelanya mungkin enggak mau diganggu, Nak.""Kan kit
Hari yang dinantikan oleh Aristela telah tiba, di mana dirinya memberi info kepada Zahair bahwa dia harus meminta izin terlebih dahulu kepada papahnya dan Zahair membalas bahwa dia akan menunggu kepastian dari gadis tersebut.Pada sore hari, mumpung semuanya telah berkumpul dan Aristela sedikit gugup untuk memberitahu papahnya mengenai dia yang ingin ke rumah duda keren itu, tapi ... Aristela lebih ingin ke rumah Zeline untuk bercerita pula dengan anak imut itu."Baiklah, ayo lakukan Aristela, semuanya demi Zeline," batin Aristela.Aristela berjalan pelan menuju sang papah yang sedang berbicara bersama mamahnya, saat Aristela sampai di sana, Adibal melihat putrinya dengan sebelah alisnya yang naik."Kenapa, Nak?""Pah, Aristela mau izin ke rumah temen boleh?" pintanya."Temenmu siapa namanya? Terus tujuanmu ke sana dan di mana rumahnya?" tanya sang papah dengan berbagai pertanya
Happy ReadingsSetelah Aristela pergi, para saudara Abraham menatap sang kakak dengan serius karena telah mendengar ancamannya kepada Zahair."Tumben Bang Abraham perhatian gitu," ucap Adnan penuh makna."Bukan berarti gue harus lepas tanggung jawab, karena Aristela juga adik gue, paham?!" Setelah mengucapkan ketegasannya, Abraham pun meninggalkan mereka semua yang terus menatap punggung pria itu hingga menghilang."Hm, keknya Abraham lagi enggak bagus mood-nya," kira Adnan yang hanya menebak dengan asal.Di tempat lain, akhirnya Aristela berada di rumah Zahair dan disambut begitu girang oleh Zeline. Anak kecil tersebut berlari memeluk Aristela dan mengatakan, "Yeay, akhirnya Mamah datang juga, malam ini Mamah mau bermalam kan? Terus bobo di samping Zeline sama papah?" tanyanya dan membuat Aristela langsung tergelak, Aristela pun menunduk dan menyajarkan tingginy
Jantung Aristela berdegup kencang, akan tetapi ... Aristela tak ingin melayang begitu saja, mengingat pertemuan mereka begitu singkat juga memori kelam terhadap satu pria yang membuatnya trauma dan sama-sama bertemu dalam waktu yang tidak lama."Jadi mamah bohongannya Zeline yah, Om?" tanya Aristela tersenyum kecil.Dalam lubuk hati Zahair, bukan mamah bohongan, melainkan mamah sesungguhnya. Akan tetapi, tentu Zahair tidak segegabah itu karena dia hanya ingin memberikan tes pertama untuk seorang Aristela secara tersirat."Tidak, mamah sungguhannya, apakah kamu mau?" tanya Zahair to the point.Aristela lagi-lagi tersenyum. "Maaf, Om. Aristela enggak bisa dalam waktu sesingkat ini apalagi dalam sehari, tentu dari kita masing-masing membutuhkan waktu yang lama untuk saling mengenal dari segi sifat, karakter, kekurangan, keinginan, kelebihan, dan masih banyak lagi, memang Om banyak pengalaman karena sudah menikah sebelumnya. Namun, itu bukanlah jaminan untukku ya
"Adnan, semongko ulangannya, yah!" teriak Aristela sebelum Adnan berangkat ke sekolah."Siap, Kak!" balas Adnan yang berada di mobil sembari melambaikan tangan seiring mobil mulai berjalan.Aristela pun siap ke bagasi untuk mengeluarkan motornya, dibantu oleh Agam yang juga ingin mengeluarkan kendaraan yang sama karena hari ini dia malas bermobil untuk berangkat kerja."Makasih Kak Agam gantengku.""Helleh, baru ngakuin kalau Abang memang ganteng, padahal dari dulu udah maksimal ganteng gue," balas Agam dan Aristela mengembuskan napasnya dan membalas pula perkataan kakaknya yang mulai narsis, "Mulai lagi, pasti tertular Adnan, bener, kan?""Enak aja, malah Adnan yang ngikutin gue, cuman gue enggak seaktif dia kalau ngomong, seperlunya aja mah, tapi enggak dingin kek Bang Abraham," jawab Agam dan nama yang disebut pun berbalik menatap mereka, Aristela tersenyum ketika tatapan mereka bertemu.