Part 3 Money
Louisa membawa tas berukuran besar berisi uang itu. Ia sendiri tidak tahu berapa banyak uang yang ada di dalam tas itu. Tepat pukul tiga pagi ia kembali ke apartemennya.wanita itu mengetuk pintu kamar pemilik apartemennya. Ia mau membayar sewa agar bisa tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan.
Tanpa peduli ini masih terlalu pagi untuk bangun. Louisa tetap mengetuk pintu semakin kencang. Sampai akhirnya, Louisa melihat knop pintu berputar dan menampilkannya seorang wanita dengan wajah khas orang mengantuk.
"Mau apa jam segini?" tanya wanita itu.
"Madam, aku hanya ingin membayar sewa, ini aku bayar sewa kamarku untuk enam bulan ke depan." Louisa mengambil uang dengan serakah dan ia berikan pada Madam. Mata wanita itu langsung berbinar melihat uang yang diberikan Louisa.
"Dapat darimana kau uang sebanyak ini?" Wanita yang kerap Louisa panggil dengan sebutan madam itu langsung tidak mengantuk lagi ketika Louisa memberikan banyak uang padanya.
"Merampok," jawab Louisa singkat lalu ia tersenyum miring.
Louisa berjalan mendekati lift. Ia keberatan membawa tas berisi uang itu. Louisa tidak pernah sabar untuk menunggu pintu lift terbuka. Wanita itu menekan tombol lift berkali-kali.
"Sepertinya, kau pelakunya," ucap Dominic. Pria itu baru selesai berurusan dengan Zac. Louisa yang terkejut dengan suara pria langsung menoleh dan menatap wajah Dominic.
"Pelaku? Pelaku, apa maksudmu?" Louisa melebarkan matanya.
"Tombol lift ini rusak, itu pasti karena kau terlalu kasar." Louisa menaikkan satu alisnya, kemudian ia ingat uang yang diberikan Dominic. Louisa merogoh saku celananya.
"Ini uangmu aku kembalikan, terima kasih sebelumnya." Louisa memberikan uangnya pada Dominic.
"Dominic Theodoretti," ucap Dominic. Ia mengulurkan tangannya pada Louisa. Seketika itu kaki Louisa lemas. Benar-benar lemas. Ia menatap nahas Dominic. Wanita itu menjatuhkan tas berisi uang yang dia pegang.
"Apa?!" pekik Louisa.
"Kenapa?" Dominic menaikkan satu alisnya. Louisa menelan ludahnya. Louisa benar-benar terkejut. Apa ini yang dimaksud mencurangi orang lain? Dominic memberikan Louisa harapan dengan uangnya, tetapi Louisa malah merampok uang milik Dominic.
"Tidak apa-apa, maafkan aku," ujar Louisa. Ia menahan napasnya. Louisa mengambil tas berisi uang itu lalu segara masuk ke dalam lift. Louisa bisa melihat tatapan Dominic padanya yang bingung dengan sikapnya. Hati Louisa benar-benar kecewa mendapatkan kenyataan kalau dirinya sudah jahat terhadap orang lain.
"Louisa Gonzales," ucap Louisa dari dalam lift. Setelah itu lift tertutup. Louisa terduduk di dalam lift. Ia bingung akan melakukan apa. Dominic pasti akan membunuhnya kalau dia tahu Louisa sudah meretas keamanan uangnya.
Louisa kecewa pada dirinya sendiri. Sekarang ia bingung harus apa. Ia tidak mungkin mengatakan pada Dominic yang sebenarnya. Pria itu pasti akan membunuhnya saat itu juga. Louisa memukuli kepalanya sendiri. Kenapa dia sebodoh ini. Kenapa dia tidak bertanya dulu pada Jason siapa Dominic Theodoretti dan Marcus Theodoretti itu?
Louisa menggigit bibir bawahnya. Ia merogoh sakunya. Wanita berambut hitam itu mengambil gawainya. Gawai Louisa mati. Baterainya sudah habis. Saat pintu lift terbuka. Louisa langsung berlari ke dalam kamarnya. Ia melempar tas berisi uang itu. Louisa langsung naik ke ranjang dan menutup wajahnya dengan bantal.
***
Casablanca Sayulita hotel
Sayulita, Mexico
Dominic dan Franco duduk berhadapan. Dua orang pria itu tengah menunggu kepastian dari Zac. Dominic meminta Zac untuk menyelidiki kasus penjualan anak-anak yang terjadi di Italia. Tentu saja pelakunya adalah Marcus. Dominic memanfaatkan Zac untuk mengurus Marcus.
Marcus adalah paman dari Dominic. Ia adalah kakak ayahnya. Segalanya berubah saat Marcus berniat menguasai kekuasaan ayah Dominic. Ia menjadi orang yang tidak mengenal saudara.
Dominic menyipitkan matanya. Ia melihat Franco yang melotot menatap layar gawainya. Wajah Franco pucat pasi membuat Dominic geram. Dominic menuangkan alkohol untuk Franco.
"Ada apa Franco?" tanya Dominic. Hanya diam saja. Dominic merampas gawai Franco. Ia membaca pesan dari salah satu anak buahnya.
"Uangku hilang satu miliar peso?" Dominic menatap tajam Franco.
"Aku tidak tahu Dominic." Franco ketakutan sekarang. Dominic menggebrak meja. Dua gelas dan satu botol alkohol jatuh dan pecah. Franco hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Franco! Aku bersusah payah menghindar dari Marcus dan bersembunyi di sini!" teriak Dominic.
"Aku akan cari tahu pelakunya." Franco mencoba menenangkan Dominic.
"Aku sudah menurutimu hingga aku harus tinggal di sini! Seperti pengecut dan terus lari dari Marcus!" sentak Dominic. Pria bertubuh kekar itu meninggalkan Franco dan masuk ke kamar hotelnya.
Dominic benar-benar geram. Ia sudah tahu ini adalah ulah Marcus. Semalam Zac sudah mengatakan pada Dominic kalau Marcus mengincar uangnya. Marcus ingin memiliki semua kekayaan Dominic.
Gawai Dominic berdering. Mata hitam gelap pria itu membulat sempurna. Pria itu mengusap layar gawainya dan menempelkan benda itu di telinganya. Ia bisa mendengar suara Zac.
"Aku tahu siapa pelakunya." Zac angkat bicara.
"Bagus, ambil kembali uangku Zac," pinta Dominic.
"Aku punya cara yang lebih seru Dominic." Seringai licik Zac muncul di wajah kejamnya.
"Apa itu?" tanya Dominic.
"Kau tunggu saja nanti malam, aku akan membawa pencuri uangmu ke hotelmu," jelas Zac.
"Aku sudah tidak tahan untuk menghabisinya." Dominic mengepalkan tangannya.
"Buah kesabaran itu indah Dominic, jadi bersabarlah." Dominic langsung mematikan panggilan dari Zac.
Dominic menunggu sampai malam hari. Ia sudah geram. Sangat geram dengan Marcus dan anak buahnya. Dominic ingin sekali berlari ke Sisilia dan menghabisi Marcus. Rencananya selalu digagalkan oleh Franco. Pria tua itu selalu menghalangi Dominic untuk menyerang Franco lebih dulu.
Tepat pukul sepuluh malam. Dominic menerima pesan dari Zac. Pria itu menyuruh Dominic untuk menuju kamar nomor 69. Dengan cepat ia segera menemui Zac. Bagaikan malaikat pencabut nyawa. Dominic melebarkan langkahnya agar ia cepat sampai.
Dominic membuka pintu kamar yang di maksud Zac. Pria itu bisa melihat Zac sedang memukul habis-habisan pria yang tergeletak di lantai. Zac mengatur napasnya dan menatap Dominic.
"Siapa bedebah ini?" tanya Dominic.
"Jason, dia yang meretas keamanan bank," jawab Zac.
"Apa kau yakin?" Dominic menaikkan satu alisnya.
"Iya, sebenarnya dia tidak sendirian, dia bersama seorang wanita, aku melihat wanita itu saat bedebah ini memberikan informasi tentang keamanan bank milikmu, tapi sayangnya wanita itu tidak turun dari mobilnya, jadi aku tidak bisa mengetahui wajahnya," terang Zac.
Dominic meraih kerah baju Jason yang sudah babak belur akibat pukulan yang dilayangkan Zac padannya. Dominic mendudukan Jason. Ia menatap mata Jason yang masih bisa berkilat sombong.
"Kau akan segera ke neraka," bisik Dominic.
"Aku tidak takut!" Jason mengumpulkan darah yang keluar dari gigi-giginya kemudian ia meludahkan darah itu pada Dominic. Tindakan bodoh Jason memancing amarah Dominic. Pria itu menonjok rahang Jason dengan kuat.
"Katakan padaku, siapa wanita yang bersamamu?" tanya Dominic. Jason tetap diam. Ia menatap malas pada Dominic. Pria kekar itu semakin menonjok wajah Jason.
"Katakan padaku! Siapa wanita yang bersamamu!" Wajah Jason benar-benar sudah keunguan dan Dominic semakin senang menyiksanya. Pria itu tidak peduli meskipun Jason kesakitan.
"Sampai aku mati, aku tidak akan mengatakannya." Dominic menduduki dada Jason dan mencekik lehernya.
"Kalau kau tidak mau mengatakan padaku siapa wanita itu, saat kau mati, maka keluargamu akan aku bunuh juga," ancam Dominic. Ia semakin mencekik leher Jason.
Louisa mengembuskan napasnya tidak tenang. Wanita itu memasukkan kartu ATM dan menekan nomor PIN. Ia mentransfer uang yang ia dapatkan semalam bersama Jason pada ibunya. Louisa tidak tenang kalau tas besar berisi uang itu terus ada padanya, wanita itu menyetor tunai uang itu dan mengirimkan uangnya pada ibunya.Semalam Louisa tidak bisa tidur dengan tenang. Fuck you Jason! Ia terus mengumpat dalam hatinya dan pikirannya tertuju pada Dominic Theodoretti dan Marcus Theodoretti. Louisa terus berpikir kenapa Marcus mencuri uang Dominic. Louisa yakin kalau dua pria itu ada hubungan darah karena memiliki nama marga yang sama."Oh, God!" lirih Louisa. Ia membenturkan kepalanya
Napas Louisa semakin tersengal. Wanita itu berjuang untuk bernapas sementara itu Zac berusaha untuk menenggelamkan wajah wanita itu di bathtub. Louisa mencoba melawan. Tapi lama kelamaan wanita itu menjadi lemas. Wajahnya pucat karena tidak mendapatkan cukup oksigen."Zac, cukup," ucap Dominic. Pria itu bisa melihat wajah sakaratul maut Louisa."Kenapa harus berhenti, wanita ini belum mati." Zac mengangkat leher Louisa. Wanita itu langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya sakit."Kalau dia mati, itu semakin menyulitkan kita, Jason sudah mati, kalau wanita ini mati juga maka pihak hotel bisa curiga padamu lalu aku." Dominic menatap bodoh Zac."Tenang saja, aku akan mengurus mayat Jason dengan benar," tutur Zac.
Louisa duduk di dalam mobil Dominic tidak tenang. Ia menundukkan kepalanya dan menarik kuat-kuat rambutnya. Dia frustrasi. Kenapa keadaan semakin memburuk. Netra Louisa melirik Dominic yang duduk tenang seakan tidak terjadi apapun sedangkan bagi Louisa bernapas saja sulit."Kita akan ke mana?" tanya Louisa. Wanita malang itu menatap Dominic."Yunani." Louisa melebarkan matanya."Kau gila! Mau apa ke sana!" Kepanikan yang dirasakan Louisa bukalah hal yang penting bagi Dominic."Kenapa kau sangat banyak bicara." Tatapan menusuk dari Dominic membuat Louisa semakin takut. Wanita malang itu hanya bisa menghela napasnya."Kenapa hidupku semakin rumit di saat aku ingin hidup tenang!" gerutu Louisa. Wanita itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya."Itu karena kesalahanmu sendiri. Kau sendiri yang membuka pintu kamar hotelku. Matamu sendiri yang melihat kematian Jason. Aku tidak bisa
Louisa menelan ludahnya. Dia berjalan bersama Raulo yang sudah tua dengan sangat pelan. Pria paruh baya itu mengantar Louisa ke ruangan khusus. Sepanjang perjalanan mata wanita itu melirik ke sana dan kemari. Dia benar-benar masuk ke dalam kastil kuno yang menyeramkan. Tidak ada penerangan selain dari obor yang dibawa Raulo."Wah! Kenapa di sini sangat seram." Louisa menyentuh lehernya yang kaku."Kalau sudah terbiasa kau pasti berani." Raulo tersenyum pada Louisa."Aku heran kenapa kau tidak menangis dan berteriak seperti gadis-gadis yang sebelumnya." Kaki Louisa terpaku. Dia menatap Raulo serius."Apa maksudmu gadis-gadis sebelumnya?" Louisa melotot pada Raulo."Ada seratus orang wanita di kastil ini. Mereka dikurung di ruangan bawah tanah," terang Raulo."Apa sekarang kau juga ikut-ikutan menakuti aku?" Raulo menggelengkan kepalanya."Jadi ada seratus wanita di kastil ini? Lalu aku yang ke berapa
Louisa membuka matanya. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak di sofa. Wanita itu melirik sekitarnya banyak wanita yang sudah bangun. Louisa tidak tahu apa yang harus dia lakukan setelah ini."Sampai kapan kau mau tidur?" tanya seorang wanita berambut pirang. Mata wanita itu menatap Louisa tidak suka."Cepat ganti bajumu." Tatapan sinis wanita itu membuat Louisa mual."Hei anak baru, siapa namamu?" tanya seorang wanita yang duduk tidak jauh dari Louisa."Aku Louisa, kamu?" Louisa mengulurkan tangannya."Katherine," ucap wanita itu."Si pirang itu memang sangat cerewet." Katherine menunjuk pada wanita pirang yang tadi mengoceh pada Louisa."Iya, dia menyebalkan dan kuno kurasa," bisik Louisa."Iya, Daphne yang malang. Dia berasal dari Keluarga yang sama dengan Raulo, tapi dia berkhianat pada Dominic. Dia hampir dibunuh tapi Raulo menyelamatkannya," terang Katherine."Wah, kau
Daphne berjalan sambil menundukkan kepalanya. Louisa tersenyum miring melihat wanita itu tertunduk malu. Daphne berlindung di belakang Raulo. Dia ketakutan. "Maafkan Daphne, aku berjanji, dia tidak akan membuat keributan lagi." Raulo membungkuk pada Dominic. "Raulo, aku juga bisa menggantungmu kalau kau terus melindunginya. Aku tidak percaya lagi dengan wanita dibelakangmu itu lagi. Bahkan setelah dia melakukan seribu kebaikan untukku, aku tidak akan percaya dia!" Louisa menelan ludahnya. Ia ingat bagaimana dia merampok uang Dominic waktu itu bersama dengan Jason. Seketika itu Louisa berharap Dominic lupa akan hal itu. "Dia hanya mengatakan kalau kau ada di Meksiko pada Marcus. Daphne tidak tahu kalau kau bermusiknya denganya." Raulo berusaha untuk meredam kemarahan Dominic. "Urus para wanita ini Raulo, aku tidak mau ada keributan, kurang saja mereka, aku muak!" Dominic pergi begitu saja. Pria itu tidak peduli lagi. Louisa hany
Louisa mendekap laptopnya. Tidak peduli dengan tubuhnya yang masih licin karena sabun. Dominic tidak boleh tahu kalau dirinya adalah peretas. Louisa tidak mau mati secepat ini. Apalagi mati di dalam kastil ini. Arwahnya bisa tidak tenang."Jangan sentuh barang-barangku." Louisa mencoba memperingati Dominic. Pria itu langsung mundur."Apa yang kau sembunyikan dariku?" tanya Dominic."Tidak ada!" jawab Louisa langsung. Dia tidak ingin pria itu mencurigainya."Tidak ada wanita yang diizinkan memakai laptop atau ponsel di sini." Louisa menelan ludahnya."Aku merindukan ibuku, aku hanya ingin meneleponnya. Aku hanya ingin tahu dia baik-baik saja atau tidak. Aku juga ingin tahu keadaan adik-adikku. Kenapa ka
Louisa tidak tahu lagi harus berbuat apa. Wanita itu menyandarkan punggungnya di tembok. Ia menunggu kopi panasnya yang sedang dibuatkan Maria—istri Raulo. Louisa menggigit ibu jarinya. Ia berpikir dirinya harus bagaimana. Dia ingin mengaku pada Dominic kalau dirinya juga terlibat dalam proses membantu Marcus. Tapi wanita itu tidak sanggup mengatakannya. Louisa belum siap dengan reaksi Dominic."Louisa, ini kopimu." Maria memberikan wanita itu kopi tetapi Louisa yang sibuk berpikir sampai tidak dengar apa yang dikatakan Maria."Lou?" Kali ini Maria menyenggol lengan Louisa. Wanita itu langsung menoleh pada Maria dengan wajah bingungnya."Apa kau baik-baik saja?" tanya Maria."Ah, iya. Aku baik-baik saja. Aku hanya mengantuk." Louisa berpura-