Share

9. De javu

Pagi itu. 

Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah.

“Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh.

.. 

“Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan.

 Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. 

Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-raba isi tasku, rasanya ada yang hilang. Dan benar saja materi yang sudah ku rangkum untuk di ketik tidak ada di tasku. Sepertinya ketinggalan di rumah. Mau tidak mau aku pun harus mencari materi lagi.

Aku pun bangkit dan mulai menyusuri beberapa rak buku. Aku berhenti di sebuah rak, aku ingat seharusnya buku yang ku butuhkan ada di sekitar sini. Dan benar saja buku itu ada tapi berada di rak paling atas. 

Aku mendengus kesal. Apakah ini ujian untuk orang kurang kalsium sepertiku. Tapi sebenerarnya bukan salahku juga ini memang ukuran raknya saja yang terlalu tinggi. Aku pun coba mencari sesuatu dan menemukan bangku kecil. Aku mengambil dan membawanya. 

Aku meletakan bangku tersebut di depan rak dan mulai menaikinya. Aku kira aku bisa meraihnya, ternyata masih kurang tinggi. Aku pun coba berjinjit untuk meraihnya dan saat hampir mendapatkan buku tersebut bangku yang kunaiki terasa bergoyang membuatku terpeleset ke belakang. 

Aku kira akan terjatuh namun aku merasakan punggungku menghantam benda datar. Aku menoleh dan mendapati seseorang berada tepat di belakangku dan menahanku. 

“Rey.” panggilku pelan. 

Reynand menatap datar lalu menurunkan tubuhku dengan entengnya, seperti tengah mengangkat anak kecil. Ia kemudian mengambil buku tersebut dengan mudahnya lalu memberikannya padaku. Aku menerimanya dan terdiam menatapnya. 

Ini seperti dejavu. Dulu aku sengaja mengabaikannya dan memilih arnand untuk mengambilkannya. Namun sekarang situasinya sedikit berbeda.

“Terima kasih rey.” Ucapku sambil tertunduk, jujur aku belum berani membuat kontak mata dengannya.

“Kau sedang mengerjakan tugas?”

“Ya.” Jawabku cepat dan masih menunduk.

“Apa lantai itu lebih menarik di banding wajahku?” 

“Hah.. tidak?” Aku langsung menatapnya karena terkejut mendengar pertanyaannya. 

Beberapa detik kita masih saling menatap. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Hingga tiba-tiba reynand mendekat dan mengikis jarak di antara kita. Melihat itu tubuhku pun mundur perlahan.

Aku sedikit terkejut saat merasakan tubuhku menabrak rak di belakang. Aku menatap bingung pada reynand dan dia hanya tersenyum singkat. Lalu kembali mendekat. 

Kini wajahnya tepat di depan mataku. Ia menatapku sesaat. Membuat jantungku berdegup tak karuan. Ia semakin mendekat dan aku pun menutup mata sambil mencengkram bukuku.

Aku hanya menebak-nebak saja. Apa mungkin reynand akan menciumku? Seperti adegan romantis di film-film. Namun untuk beberapa saat tidak ada yang terjadi hingga akhirnya aku mendengar reynand berbisik tepat di telingaku. 

“Bagaimana kalau kita belajar bersama?”

 Aku segera membuka mataku setelah mendengarnya dan ia sudah menghilang dari hadapanku. Aku sedikit bingung dan menatapnya yang tengah berjalan menjauh.

Ternyata aku saja yang berlebihan. Aku pun berjalan mengikutinya kembali ke mejaku.

.. 

Aku mencoba untuk fokus dan mengerjakan tugasku. Namun kehadiran reynand di sana membuyarkan semuanya. Terlebih saat reynand yang terang-terangan menatap dan memperhatikan gerak-gerikku.

“Apa ada yang aneh di wajahku rey?” Tanyaku ragu. Reynand menggeleng dan masih menatapku.

“Lalu kenapa kau terus menatapku.”

“Sepertinya.. aku mulai menyukaimu.” Ucapnya pelan dengan nada datar.

Aku hanya bisa terdiam, sesaat hatiku menghangat. Walaupun terdengar seperti bukan pernyataan cinta. Namun tetap saja wajahku bersemu mendengar ucapannya. 

Aku sedikit heran dengan caranya mengungkapkan perasaan. Nadanya begitu datar, singkat jauh dari kata romantis. Dan entah mengapa aku malah menyukainya.

 

“Aku ada kelas, kita ketemu nanti sore.” Ucapnya lalu bangkit.

“Oh ya.” Jawabku sambil tersenyum.

“Dah.” Pamit reynand mengelus singkat rambutku. Itu membuatku sedikit terkejut, aku tidak menyangka reynand bisa bersikap semanis ini. 

Aku tersenyum dan memperhatikan punggung reynand yang menjauh dan menghilang di balik pintu. 

..

Sepulang kuliah reynand pun hendak mengantarkan renata ke tempat kerjanya. 

"Sejak kapan kau bekerja di sana?“ tanya Reynand sambil menatap jalan di depannya. 

"3 tahun lalu. Tapi aku sudah bekerja sejak umur 17 tahun." jelas renata. 

"Kenapa, apa ayahmu masih bekerja?“ 

" Ayahku.." Reynand menoleh ke arahnya saat mendengar renata menahan ucapannya.

"Hanya ada aku di keluargaku." sambung renata tersenyum lembut. 

"A.. Maafkan aku." 

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." 

Reynand menghentikan mobilnya karena lampu merah. Ia mrmperhatikan renata yabg tengah menatap ke luar kaca mobil. 

"Renata.." panggil reynand dan renata pun menoleh. 

"Sekarang ada aku, kau tidak sendirian." ucapnya tulus sambil meraih tangan renata dan mengelusnya lembut. 

Renata terdiam sejenak ia merasa terharu mendengar ucapan reynand hingga matanya pun berkaca-kaca. 

"Aku ingin memelukmu." ucap Renata dan reynand pun tersenyum lalu mendekat hendak memeluknya. 

Namun.. 

Tid. Did. 

Ternyata lampu sudah kembali hijau. Keduanya terlihat terkejut karena mendapat klakson dari beberapa mobil di belakang. 

"Kenapa orang-orang tidak pernah sabar, mereka kira saat lampu hijau kita bisa terbang. Dan melaju cepat.." gerutu Reynand kesal sambil menjalankan mobilnya. 

Renata sedikit heran karena baru kali ini melihat reynand berbicara sebanyak itu. Dan tanpa sadar ia pun tertawa kecil. 

"Kenapa kau tertawa?"

“Tidak apa-apa." jawab Renata cepat. 

Sesaat kemudian mobil pun sampai di depan tempat kerja renata. Renata pun melepaskan selt beatnya. Reynand melihat dan memperhatikannya. 

"Kau tidak ingin melanjukan acara pelukan kita?" 

"Reynand." panggil renata terkejut mendengar ucapan reynand. 

"Kenapa, aku hanya bertanya?" 

"Ya tapi.." 

Tok. Tok. Tok. 

Ucapan renata terputus saat seseorang mengetuk kaca di sampingnya. Renata melihat Gio yang tengah tersenyum dan melambai ke padanya. 

Renata kembali melihat reynand yang kini menatap sinis ke arah gio.

"Kalau begitu, aku bekerja dulu yah." ucap Renata sambil meraih tasnya dan hendak turun. Namun tiba-tiba reynand menarik tangannya membuatnya berhadapan langsung menatap wajah reynand. Reynand mendekat dan renata terdiam saja. 

"nanti aku akan menjemputmu." ucap Reynand lembut mengelus singkat kepala renata dan menjauh. 

Gio terlihat kesal ia mengira mereka sedang berciuman di dalam mobil. Dan itu yang sengaja ingin reynand tunjukan padanya. Renata pun turun dan tak berapa lama mobil reynand pun pergi. 

"Gio, kenapa kau di sini?" tanya Renata. 

"Aku menunggumu.." Jawabnya sambil tersenyum. 

"Jangan membuat orang lain salah paham gio." ucap Renata sambil berjalan masuk menuju cafe. Gio terlihat tertawa kecil sambil mengikuti langkahnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status