“Xander, aku berangkat sekarang.” Audrey melangkahkan kakinya mendekat pada Xander yang masih duduk di sofa. Refleks, Xander yang tengah membaca pesan—langsung mengalihkan pandangannya—menatap Audrey.Xander terdiam sejenak melihat dress berwarna kuning terang dengan model tube top yang Audrey kenakan. Dress itu sangat seksi di tubuh Audrey. Xander segera bangkit berdiri—mengambil jaket kulit berwarna hitam milik Audrey yang ada di sofa, lalu memakaikan pada tubuh Audrey sambil berkata, “Di luar dingin, jangan lupa pakai jaketmu.”Audrey tersenyum dan memberikan kecupan di rahang Xander. “Iya, Sayang. Kalau begitu aku berangkat sekarang. Aku janji tidak akan pulang terlambat.”Xander mengangguk singkat merespon ucapan Audrey. Lantas, Audrey mengambil kunci mobilnya yang ada di atas meja dan melangkah meninggalkan Xander yang masih bergeming di tempatnya.Hingga ketika Audrey sudah pergi, Xander pun melangkahkan kaki keluar dari apartemennya. Ya, pesan masuk dari Serry tak mungkin Xand
Matahari menyinari kota Roma begitu cerah. Musim semi sedikit lagi akan berganti dengan musim gugur. Terlihat wajah Audrey sumiringah akan bertemu dengan Dakota. Sudah lama Audrey tak bertemu dengan sepupunya itu.Suara dering ponsel terdengar, Audrey langsung mengambil ponselnya dan melihat ke layar terpampang nomor Dakota di sana. Audrey mendecakan lidahnya kesal. Audrey yakin pasti Dakota sudah lebih dulu tiba. Itu kenapa sepupunya menghubunginya karena sudah tak sabar menunggu. Audrey sangat hafal sifat sepupunya itu. Audrey mendengkus pelan. Lantas, dengan raut wajah kesal Audrey menjawab panggilan itu.“Iya, Dakota. Aku masih di jalan. Aku baru keluar apartemen. Kau ini bagaimana! Kenapa tidak sabar sekali,” gerutu Audrey kala panggilan terhubung.“Audrey, maafkan aku. Hari ini kita terpaksa batal bertemu. Temanku kecelakaan Audrey. Aku harus menjenguknya. Maafkan aku, Audrey. Aku akan segera mengatur pertemuan kita lagi. Kau tidak marah kan?” ujar Dakota panik dari seberang s
Tangis Audrey pecah masuk ke dalam kamar. Tangis yang tak mampu lagi tertahan. hati Audrey sekaan tertusuk oleh pisau tajam yang nyaris membunuhnya. Audrey langsung menggeret koper, dan mengemasi barang-barangnya.“Audrey, dengarkan aku!” Xander yang sudah tiba di kamar langsung menarik tangan Audrey. Namun dengan cepat, Audrey menyingkirkan tangan Xander. Audrey terisak menangis begitu kencang dan pilu.“Jadi ini alasan kenapa sejak dulu kau menolaku, Xander?” Audrey melangkah mundur, menatap Xander dengan tatapan nanar. Derai air mata Audrey tak kunjung berhenti.“Audrey, aku bisa jelaskan.” Xander berusaha mendekat, tapi Audrey kembali mundur, tak ingin berada di dekat Xander.Jika dulu, Audrey selalu bahagia melihat Xander, kali ini semua rasa itu telah tertelan bumi. Yang Audrey inginkan hanyalah pergi sejauh mungkin dari Xander. Apa yang dia lihat membuat batu karang di hati Audrey pecah.Bertahun-tahun Audrey mencintai Xander sekalipun pria itu bersikap dingin padanya, namun ha
Audrey memeluk lututnya dengan air mata yang tak henti-hentinya bercucuran. Hati Audrey sesak dan sakit luar biasa membayangkan apa yang dia lihat. Jika boleh memilih maka Audrey lebih memilih untuk tidak lagi melanjutkan hidupnya.Melihat Xander bercumbu dengan Serry membuat Audrey seperti merasakan pisau menancap ke hatinya, menusuk hingga nyaris membuatnya tak lagi bernafas. Luka ini begitu meyakitkan. Audrey tidak menyangka merasakan luka sesakit ini dalam hidupnya.Audrey terisak seraya membenamkan wajahnya di kedua lututnya. Sejak dulu yang menginginkan pernikahannya dengan Xander adalah dirinya. Jutaan kali Xander menolak tapi Audrey selalu memaksa.Sekarang Audrey menyadari akar permasalahan ini bukanlah Xander melainkan dirinya yang selalu memaksakan kehendak. Andai waktu bisa diputar, maka Audrey tidak akan pernah memaksakan kehendaknya.“Ini semua salahku. Maafkan aku, Xander. Maaf selalu memaksamu,” isak Audrey dengan tangis yang mulai mereda. Perlahan, Audrey membaringkan
Audrey melangkah mendekat pada Xander, wanita itu duduk sedikit berjauhan dengan Xander. Untuk pertama kalinya, Audrey merasa sangat asing berada di dekat Xander. “Audrey, aku—”“Biar aku dulu yang bicara, Xander,” potong Audrey pelan.Xander mengembuskan napas berat. Tatapan Xander sejak tadi tak lepas menatap Audrey. “Bicaralah. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu, Audrey.”Audrey terdiam sejenak. Raut wajahnya menunjukan jelas betapa rapuh wanita itu. “Apa kau dan Serry sudah lama menjalin hubungan, Xander?” tanyanya pelan dan hati-hati.Xander tak langsung menjawab pertanyaan Audrey. Lidahnya terasa berat untuk berucap. Bahkan, hati Xander seakan tak mampu untuk menyakiti hati Audrey. Namun, Xander tahu Audrey berhak mengetahui semuanya. Sudah cukup selama ini dirinya menyembunyikan banyak hal pada Audrey.“Serry adalah teman kuliahku di Oxford. Aku dan Serry saling menyukai sudah sejak lama. Tapi Serry memutuskan pergi saat tahu kita dijodohkan,” jawab Xander jujur.Audrey men
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian di mana Audrey telah mengetahui hubungan Xander dan Serry. Selama tiga hari ini, Audrey sama sekali tidak keluar dari kamar. Setiap kali Audrey ingin makan maka pelayan yang akan mengantarkan makanan ke kamarnya.Tiga hari ini pun, Audrey nyaris tak pernah lagi bertemu dengan Xander. Pasalnya memang Audrey membutuhkan ruang untuk sendiri. Kalau pun, Audrey bertemu dengan Xander ketika dirinya keluar kamar; maka Audrey hanya memberikan senyum dan langsung pergi menghindar dari Xander.Hati Audrey belum siap berlama-lama berada di dekat Xander. Setiap kali Audrey melihat Xander—yang ada dalam pikiran Audrey adalah bayanagan kala Xander bercumbu dengan Serry. Itu yang selalu membuat hati Audrey sangat tersiksa.“Nyonya Audrey,” sapa sang pelayan yang sontak membuat Audrey membuyarkan lamunannya. Seperti biasa, Audrey duduk di sofa melamun melihat ke luar jendela. Inilah yang Audrey lakukan selama tiga hari ini. Audrey membutuhkan ruang sendiri. Tak
Jarum jam dinding menunjukan pukul dua siang. Audrey yang menghabiskan waktu membaca buku di ruang tengah, akhirnya memutuskan kembali masuk ke dalam kamar. Namun, dikala Audrey hendak masuk ke dalam kamar, Audrey kembali berpapasan dengan Xander.“Audrey.” Xander memanggil Audrey dengan tatapan dalam dan tersirat penuh kerinduan.“Xander, maaf Aku belum bicara dengan pengacaraku tentang perceraian kita. Aku ingin lebih dulu bicara dengan keluarga kita. Nanti aku akan segera—”“Tuan Xander, Nyonya Audrey.” Seorang pelayan menginterupsi percakapan Xander dan Audrey. Refleks, Xander dan Audrey mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.“Ada apa?” tanya Audrey lebih dulu seraya menatap sang pelayan.“Nyonya, di depan ada Tuan Athes, Nyonya Miranda, Tuan Marco, Nyonya Angela serta adik-adik Anda dan adik Tuan Xander, Nyonya,” jawab sang pelayan yang sontak membuat Xander dan Audrey sama-sama terdiam.“Mereka datang?” Kali ini Xander bertanya pada sang pelayan memastikan.“Benar,
“Audrey, apa yang ingin kau katakan?” tanya Miranda dan Angela yang tak sabar. Ya, mereka semua sekarang duduk di ruang tengah termasuk Xander juga ada di sana. Tatapan semua orang tertuju pada Audrey menunggu Audrey selesai bicara.“Kak Audrey, apa kau ingin bilang kalau kau hamil?” pekik Xena bersemangat—dan sontak membuat raut wajah semua orang di sana terkejut. Gadis itu nampak sangat girang kala menebak itu.“Audrey, kau hamil?” tanya Angela dan Miranda begitu bersemangat.“T-tidak. Aku tidak hamil.” Buru-buru Audrey menjawab agar semua orang tidak salah paham padanya. Audrey juga tak mau sampai ada yang menaruh harapan dirinya tengah hamil.Raut wajah Angela dan Miranda kompak menujukan kekecewaan mendengar jawaban Audrey. Padahal mereka sangat berharap Audrey segera mengandung. Namun, tentu Angela dan Miranda tidak mau terlalu menunjukan kekecewaaan. Mereka tidak ingin membuat Audrey bersedih.“Lalu apa yang ingin kau katakan Audrey? Apa kau dan Xander ingin berbulan madu?” tan