Sebuh pesta ulang tahun meriah dihadiri ribuan tamu undangan tampak begitu memukau. Dekorasi indah pesta ulang tahun itu sangat indah. Lampu kristal dan taburan bunga lily layaknya seperti berada di pesta ulang tahun putri raja. Skyla Audrey Russel—putri sang billionaire asal Italia itu terkenal selalu hidup dalam kemewahan. Tak tanggung-tanggung hanya demi pesta ulang tahun yang ke 23, Audrey mengeluarkan uang jutaan dollar. Tapi apa pedulinya bagi Audrey? Uang bukanlah masalah. Bahkan hotel di mana Audrey berulang tahun saja adalah hotel mewah milik keluarga sang ibu. Ya, Audrey memang kerap dijuluki wanita yang sempurna. Tidak ada satu pun hal kekurangan yang dimiliki Audrey. Dan tak sedikit banyak yang iri pada kehidupan Audrey. “Ma, Xander ada di mana? Kenapa sampai sekarang Xander belum juga datang? Dia ingat ulang tahunku atau tidak?” Audrey menjauh dari kerumunan para tamu undangan. Wanita itu menghampiri kedua orang tuanya yang tengah mengobrol dengan kedua orang tua Xander—
Audrey tersenyum menatap Xander begitu lembut dan hangat. Sejak tadi wanita itu terus memeluk lengan Xander, seolah tak ingin Xander berjauhan darinya. “Athes, lebih baik kita umumkan sekarang saja. Xander sudah ada di sini,” sambung Angela tak sabar. Mata Angela memancarkan kebahagiaan yang mendalam. Athes menganggukan kepalanya menyetujui ucapan Angela. Lantas Athes menatap para tamu undangan sekaligus para wartawan yang sejak tadi tidak henti menyorotkan kamera ke arahnya. "Umumkan apa?" Xandeer menatap Athes dan Angela serius. Wajah ibunya serta ayah Audrey nampak begitu mencurigakan di mata Xander. Seolah ada yang ditutupi. Entah, hal apa yang ditutupi. Yang pasti Xander sama sekali tak tahu apa pun. "Nanti kau akan tahu." Athes tersenyum penuh arti. Lantas, menatap para tamu undangan dengan aura wajah tegas dan penuh wibawa yang terpancar. “Para tamu undangan, terima kasih sudah hadir dalam pesta ulang tahun putriku. Aku ingin memberikan kabar bahagia pada kalian. Tepatnya
Suara detuman musik memekak telinga. Sebuah klub malam terkenal di Roma itu menjadi tempat di mana para pengusaha, model, dan artis berkumpul menikmati indahnya hiburan dunia malam. Klub malam yang sering dijumpai banyak orang dari kalangan atas itu kerap menjadi tempat one night stand bagi para pria dan wanita yang bosan dengan pasangan mereka. Aroma tembakau bercampur dengan anggur mahal serta suara dentingan gelas sloki memenuhi klub malam ini. Terlihat seorang wanita cantik duduk dengan anggun menikmati minumannya di salah satu tempat khusus tamu VIP. Tamu yang siap merogoh kocek tidak sedikit hanya untuk membuka table di tempat khusus para tamu VIP. “Xander kau menyebalkan!” Audrey menegak vodka di tangannya hingga tandas. Entah sudah berapa kali dia minum vodka itu. Benak Audrey begitu kacau. Xander—sang tunangan terus ingin menunda pernikahan mereka. Terlebih perkataan Xander kemarin sangat menusuk hati Audrey. Kata-kata yang sering sekali Xander ucapkan tapi selalu diabaikan
Malam semakin larut. Susana di klub malam itu semakin meriah. Jika semua orang berpasangan lain halnya dengan Audrey yang duduk di kursi seorang diri tanpa ada siapa pun yang menemaninya. Kosong. Audrey merasakan kekosongan hatinya. Sejak kejadian di pesta ulang tahunnya, Audrey merasa sangat terluka tapi sayangnya Audrey tak bisa mundur. Rasa cintanya begitu kuat pada Xander. Saat Audrey tengah menikmati minumannya, tiba-tiba tangan Audrey digeret paksa oleh tangan kokoh. Refleks, Audrey mendongakan kepalanya, menatap sang pemilik tangan kokoh itu. “Xander? It’s that you?” Audrey tersenyum dengan mata sayu menatap Xander lekat. Xander tak mengindahkan ucapan Audrey. Pria itu langsung menggendong tubuh Audrey layaknya karung beras—dan langsung membawa Audrey meninggalkan klub malam itu. “Xander! Turunkan aku! Kenapa kau menggendongku seperti ini? Kau membuat kepalaku pusing!” seru Audrey seraya memukul-mukul punggung Xander. Lagi. Xander tak mengindahkan ucapan Audrey. Pria itu te
Mata Audrey mengerjap beberapa kali ketika merasakan silau matahari menyentuh wajahnya. Audrey memijat pelan pelipisnya saat rasa sakit di kepalanya menyerang. Hingga ketika sakit di kepala Audrey mulai membaik, wanita itu membuka kedua matanya seraya mengendarkan pandangan ke sekitarnya—namun seketika raut wajah Audrey berubah kala melihat dirinya berada di sebuah kamar nuansa abu-abu kombinasi hitam. Kamar yang tak asing. Ditambah aroma parfume yang dia hafal menyeruak ke indra penciumannya. “Kenapa aku ada di apartemen Xander?” Audrey langsung menyadari bahwaa dirinya berada di apartemen pribadi Xander. Tentu Audrey tak akan mungkin lupa kamar di apartemen pribadi Xander. Tatanan kamar maskulin. Ranjang. Aroma parfume. Semua sangat Audrey hafal. Sesaat, Audrey terdiam berusaha mengingat kenapa dirinya bisa ada di apartemen Xander. Seingatnya tadi malam dirinya mendatangi klub malam akibat begitu frustrasi dengan sikap Xander yang selalu mengabaikannya. Pun Audrey mengingat diri
Xander mengembuskan napas kasar. Berusaha mengendalikan diri. Setiap kali bertemu dengan ayahnya tidak akan mungkin jika tidak berdebat. Ingin sekali Xander menghindar tapi Xander tahu dirinya tak mungkin bisa menghindar sekarang. Terlebih Audrey pun berada di sini. “Minta ayahku untuk tunggu. Aku akan segera menemuinya,” ucap Xander dingin dan raut wajah begitu terpaksa. “Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Xander dan Audrey. Xander mengalihkan pandangannya, menatap Audrey yang sejak tadi hanya diam namun menunjukan kemuraman di wajahnya. “Mandilah. Aku akan menemui ayahku.” Audrey mengangguk mematuhi ucapan Xander. Pun Audrey lelah berdebat dengan Xander. Karena perdebatannya akan selalu sama yaitu tentang sifat Xander yang begitu acuh padanya. *** Xander melangkahkan kakinya menuju ruangan di mana ayahnya berada. Tampak aura wajah Xander begitu dingin dan tegas serta tersirat menahan rasa kesalnya. Hingga
“Xander, apa Paman Marco sudah pulang?” Audrey melangkahkan kakinya keluar dari walk-in closet. Menatap Xander yang baru saja masuk ke dalam kamar. Terlihat tubuh Audrey sudah terbalut dress berwarna merah muda motif daun kecil yang membuat Audrey tampil begitu cantik. Rambut pirang Audrey terjuntai memukau.Mata abu-abunya cerah dan memesona. Bibir mewah mudanya telah dipoles oleh lip gloss. Meski tak memakai riasan tebal tapi Audrey tetaplah sangat cantik. Sekitar beberapa jam sebelum Audrey bangun tidur, Xander sudah meminta orangnya untuk membelikan pakaian untuk Audrey. Tak mungkin Audrey memakai gaun yang sama seperti yang dipakai di klub malam. “Sudah,” jawab Xander singkat dan raut wajah yang dingin. Audrey mendesah pelan. Raut wajahnya menunjukan kekecewannya mendengar Marco sudah pulang. “Padahal tadi aku ingin sekali menemui Paman Marco, Xander. Harusnya kau tadi bilang pada Paman Marco untuk menungguku sebentar. Aku ingin menyapa Paman Marco.” “Kau bisa menghubunginya
Sebuah restoran Perancis ternama di Roma menjadi tempat di mana Xander membawa Audrey untuk makan siang bersama. Kedua insan itu duduk di kursi meja makan di dekat jendela sesuai keinginan Audrey yang ingin melihat pemandangan indah di kota Roma. Pelayan mulai menghidangkan beberapa makanan khas Perancis dan minuman beralkohol. Tepat makanan sudah terhidang, Audrey lebih dulu menikmati makanan. Sedangkan Xander lebih memilih meminum whisky yang sudah pria itu pesan. “Xander, nanti aku ingin konsep pernikahan kita mewah seperti pernikahan putri raja. Ah, iya. Aku juga ingin gaun pengantinku nanti aku akan memesan di designer terbaik. Aku ingin pernikahan kita benar-benar sempurna, Xander,” seru Audrey dengan senyuman di wajahnya.Benak Audrey sudah membayangkan pernikahan seperti putri raja. Dekorasi yang indah dan mewah terngiang dalam benak Audrey. Amarah dan sakit hatinya akan perkataan Xander seolah lenyap kala mengingat dirinya dan Xander akan segera menikah. “Terserah kau atur