Home / Romansa / Beautiful Pain / Bab 9. Worried

Share

Bab 9. Worried

last update Last Updated: 2022-09-14 13:43:58

Langit begitu mendung. Sinar matahari telah tertutup oleh awan gelap. Meski hujan sebentar lagi turun, tapi tak menghentikan Audrey berdiri di depan restoran. Ya, Audrey menunggu Xander yang tadi berlari pergi meninggalkannya begitu saja.

Sudah lebih dari dua jam Audrey menunggu sampai Xander kembali tapi nyatanya Xander tak kunjung kembali. Ribuan pesan dan telepon tak juga direspon oleh pria itu. Sungguh, Audrey mencemaskan Xander. Audrey takut terjadi sesuatu pada Xander.

“Xander di mana? Kenapa dia tidak kembali juga?” gumam Audrey pelan dan resah. Tadi Xander begitu terburu-buru seperti ingin menemui seseorang. Tapi menemui siapa? Sejak tadi Xander bersama dirinya. Bahkan Xander pun sedang tidak menjawab panggilan telepon.

Saat Audrey masih menunggu di depan restoran tiba-tiba suara gelegar petir terdengar. Refleks, Audrey terkejut. Audrey hendak masuk ke dalam restoran tapi semua terlambat karena hujan turun begitu deras membuat tubuh Audrey basah kuyub.

Audrey sedikit panik karena tubuhnya basah kuyub. Ditambah dia pun tak membawa mobil. Audrey ke sini bersama dengan Xander. Tubuh Audrey sudah menggigil kedinginan. Bibirnya bergetar menahan dingin akibat terkena guyuran hujan.

Hatchiiii 

Audrey bersin-bersin. Dinginnya air hujan telah menelusup ke dalam tubuhnya. Audrey ingin pergi meninggalkan tempat itu tapi Audrey takut kalau Xander mencarinya. Akan tetapi Audrey menyadari tak mungkin dia terus berada di sini terlebih tubuhnya sudah dalam keadaan basah kuyub.

“Lebih baik aku pulang saja,” ucap Audrey menahan rasa kesalnya. Detik selanjutnya, Audrey menuju ke halte, dan terpaksa Audrey menghentikan taksi. Audrey tak memiliki pilihan lain. Audrey terpaksa pulang menggunakan taksi. Bisa saja Audrey menelepon sopir untuk menjemputnya namun itu pasti akan memakan waktu untuk menunggu.

***

“Berengsek!” Xander mengumpat kasar seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa apartemennya. Tampak raut wajah Xander begitu kacau. Pria itu mengusap wajahnya kasar. Emosi terkumpul dalam dirinya seakan ingin meledak.

Sejenak, Xander berusaha untuk mengendalikan emosi. Xander memejamkan mata singkat. Wajahnya menunjukan raut wajah yang begitu frustrasi. Tadi siang Xander berusaha mengejar sosok wanita yang sangat mirip dengan sosok wanita yang Xander cari-cari selama ini. Akan tetapi sayangnya Xander tadi kehilangan jejak dan tak bisa menemukannya.

Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Xander mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan segera menginterupsi orang yang mengetuk pintu untuk segera masuk. Sebelum kembali ke apartemen, Xander meminta Chad—asistennya untuk datang.

“Tuan Xander,” sapa Chad sopan.

Xander membuka matanya, menatap dingin asistennya yang ada di hadapannya. “Kau sudah mencari tahu di mana Serry berada?” tanyanya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Xander meminta Chad untuk mencari keberadaan Serry—wanita yang sejak dulu ada di hati Xander. Namun, wanita itu juga yang menghilang dan menghindar darinya. Sejak dulu Xander sudah mencari keberadaan Serry. Namun kenyataannya Xander tak bisa menemukan Serry.

“Maaf, Tuan Xander. Saya sudah melihat list data pendatang di Roma tidak ada yang bernama Serry Ace. Saya yakin tadi pasti Anda salah melihat,” jawab Chad memberitahu Xander.

Xander mengembuskan napas kasar. Tujuh tahun sudah Xander mencari-cari keberadaan Serry. Namun tak ada satu pun petunjuk yang menunjukan keberadaan Serry.

Setiap kali mengingat moment di mana dirinya berpisah dengan Serry selalu membuat hati Xander sesak. Perpisahannya dengan Serry dikarenakan dirinya yang begitu pengecut terlalu lama bertindak dalam memperjuangkan hubungan mereka.

“Kau boleh pergi, Chad. Selesaikan pekerjaanmu yang lain,” ucap Xander dingin dan tegas.

“Maaf, Tuan Xander. Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda,” ujar Chad dengan serius.

“Ada apa?” Xander menatap lekat Chad. 

“Tadi di jalan saya tidak sengaja bertemu dengan Tina, asisten Nona Audrey. Tina sedang menuju apotek membeli obat. Tina mengatakan Nona Audrey sakit karena kehujanan,” jawab Chad yang langsung membuat Xander mengerutkan keningnya.

“Audrey sakit?” Xander terdiam beberapa saat. Ingatan Xander langsung mengingat tadi siang dirinya meninggalkan Audrey di restoran. Pun tadi sempat turun hujan. Apa Audrey menunggunya di luar sampai kehujanan? Shit! Bodoh! Xander mengumpati kebodohan Audrey kalau benar wanita itu rela menunggunya sampai kehujanan.

“Benar, Tuan. Nona Audrey sakit. Tapi beliau tidak mau diperiksa dokter. Itu kenapa Tina pergi ke apotek mencari obat untuk Nona Audrey,” jawab Chad melaporkan.

“Di mana Audrey sekarang?” tanya Xander dingin namun tersirat nada yang sedikit khawatir.

“Nona Audrey sekarang ada di apartemen pribadinya, Tuan,” jawab Chad lagi.

Tanpa banyak bicara, Xander menyambar jaket kulit dan kunci mobilnya—lalu pria itu berlari meninggalkan apartemennya, menuju parkiran mobil. Tak ada pilihan lain, Xander harus menemui Audrey. Xander tak mau disalahkan jika sampai terjadi sesuatu pada wanita bodoh itu. Jika saja Audrey tak menunggunya; maka Audrey tak akan sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Beautiful Pain    Bab 129. Ending Scene (TAMAT)

    Beberapa bulan kemudian … Tokyo, Japan. “Rikkard … Rachel … jangan bermain di air mancur. Nanti kalian terjatuh.” Audrey hendak menghampiri kedua anaknya yang tengah asik bermain di air mancur. Akan tetapi gerak Audrey terhenti kala Xander menahan lengannya.“Sayang, ada pengawal yang menjaga anak-anak kita. Tidak usah mencemaskan mereka.” Xander menarik tangan Audrey, masuk ke dalam pelukannya, dan mengecupi puncak kepala sang istri. Musim semi di Tokyo sangatlah indah. Bunga-bunga sakura bermekaran tumbuh dengan sangat sempurna.Audrey tersenyum samar. Rikkard dan Rachel memang anak yang sangat aktif. Dua kakak beradik itu kerap membuat Audrey sedikit pusing akibat dua anaknya terlalu aktif. Well, meski demikian tentu hidup Audrey penuh warna. Kehadiran Rikkard dan Rachel melengkapi kebahagiaannya dengan Xander. “Xander, aku senang sekali Serry dan Frank sudah menikah. Aku berharap mereka bisa segera mendapatkan anak dan hidup bahagia seperti kita,” ujar Audrey hangat mengingat

  • Beautiful Pain    Bab 128. Extra Part VIII

    Pagi yang cerah membaur dengan suara kicauan burung. Sinar matahari menyinari bumi begitu indah. Tampak Audrey sibuk di ruang makan membuat pudding cokelat dan strawberry kesukaan anak-anaknya. Hari ini kedua anaknya akan pulang dari rumah orang tuanya. Itu kenapa Audrey khusus membuatkan pudding. Satu hari tak bertemu kedua anaknya itu membuat Audrey benar-benar merindukan kedua anaknya. Walau sebenarnya memang kedua anaknya kerap menjadi rebutan kedua orang tuanya dan kedua orang tua Xander.“Nyonya, apa Anda membutuhkan bantuan?” tanya seorang pelayan pada Audrey.“Tidak usah. Ini sudah selesai.” Audrey menyimpan pudding buah ke kulkas “Kau kerjakan pekerjaanmu yang lain saja.”“Baik, Nyonya. Saya permisi.” Pelayan itu menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Audrey.Saat Audrey sudah memasukan pudding buah ke dalam kulkas, Audrey berbalik, dan hendak melangkah keluar meninggalkan dapur, menghampiri Xander yang berada di ruang kerjanya. Namun tiba-tiba tanpa sengaja

  • Beautiful Pain    Bab 127. Extra Part VII

    Pelupuk mata Audrey bergerak-gerak, menandakan wanita itu akan segera membuka matanya. Malam yang sunyi dan gelap, membuat Audrey tertidur sangat nyaman. Akan tetapi, suara ketukan pintu yang berasal dari luar menjadi pemicu Audrey yang terlelap itu langsung terbangun dari tidur lelapnya.Audrey membuka mata, menyeka sedikit kedua matanya, lalu melihat ke samping—Xander sudah tidak ada di sana. Tampak Audrey mengembuskan napas panjang. Tatapan Audrey melihat ke tubuhnya sendiri—yang sudah memakai gaun tidur. Audrey ingat setelah pergulatan panasnya dengan sang suami, Audrey langsung tertidur pulas. Kalau sekarang dirinya sudah memakai gaun tidur, pasti suaminya itu yamg memakaikannya.“Xander pasti ada di ruang kerjanya.” Audrey menghela napas dalam. Audrey yakin kalau tadi ketika dirinya tidur, suaminya pergi ke ruang kerja. Padahal Audrey sudah dibuat lemas oleh sang suami. Tapi malah suaminya masih saja memiliki energy untuk memeriksa pekerjaan.Suara ketukan pintu masih terdengar.

  • Beautiful Pain    Bab 126. Extra Part VI

    Menjadi ibu rumah tangga sekaligus memimpin perusahaan membuat Audrey sempat kesulitan. Ditambah perusahaannya yang ada di Jepang benar-benar berkembang pesat. Membuat Audrey harus mengawasi dengan teliti.Dulu, Audrey memang fokus membesarkan perusahaannya di Jepang karena Audrey pikir dirinya akan menetap selamanya di Jepang, tapi siapa sangka kalau apa yang Audrey pikirkan salah. Takdir tetap membawanya kembali pada Xander. Menikah lagi dengan pria yang sejak dulu dia cintai.Beberapa tahun terakhir ini, sejak Rachel lahir, Audrey memang sangat fokus pada membesarkan kedua anaknya. Tentu, Audrey tidak melepas tanggung jawabnya akan perusahaannya. Selama ini, Audrey dibantu oleh Tina—asistennya—dalam mengurus perusahaan yang ada di dalam atau luar negeri.Tak hanya Tina saja, Xander pun kerap membantunya. Sedangkan Zack dan Rainer, dua adik Audrey itu memang fokus pada pendidikan di Boston. Adapun cabang perusahan yang Zack dan Rainer urus adalah cabang perusahaan di Amerika.“Sayan

  • Beautiful Pain    Bab 125. Extra Part V

    “Rikkard, Rachel, ayo ini sudah waktunya kalian berangkat sekolah. Hari ini Mommy dan Daddy akan mengantar kalian ke sekolah.” Audrey berseru meminta Rikkard dan Rachel untuk cepat menghampirinya.Khusus hari ini, Audrey dan Xander memang akan mengantar Rikkard dan Rachel sekolah. Audrey dan Xander sengaja menyekolahkan Rikkard di satu sekolah dengan Rachel. Tujuan utama tentu agar Rikkard bisa selalu menjaga Rachel.“Ya, Momny. Aku dan Kak Rikkard sudah siap.” Rachel menghampiri Audrey bersama dengan Rikkard. Gadis kecil itu sudah rapi dan cantik dengan seragamnya. Rambut pirang Rachel diikat ke atas, membuat gadis itu seperti boneka hidup. Pun di samping Rachel ada Rikkard yang sangat tampan memakai seragam sekolahnya. Diusia yang masih 6 tahun, Rikkard memiliki tubuh yang tinggi menurun dari Xander.“Anak Mommy sangat tampan dan cantik.” Audrey mencium pipi Rachel dan Rikkard bergantian. Memeluk dengan erat kedua anaknya itu.“Aku cantik seperti Mommy. Kak Rikkard tampan seperti Da

  • Beautiful Pain    Bab 124. Extra Part IV

    Piazza Navona, Roma, Italia. “Rikkard, jaga adikmu. Jangan jauh-jauh dari adikmu.” Audrey berseru melihat Rikkard yang tengah berlari-lari bermain dengan Rachel. Meski ada empat pengawal yang menjaga Rikkard dan Rachel tetap saja Audrey mencemaskan kedua anaknya itu.“Sayang, mereka aman. Kau tenang saja.” Xander membelai pipi Audrey dan memberikan kecupan di sana.“Audrey, biarkan Rikkard dan Rachel bermain. Rikkard pasti menjaga adiknya dengan sangat baik. Lagi pula mereka tidak pergi jauh dari kita,” sambung Angela hangat.“Benar, Sayang. Kau tidak usah khawatir,” ucap Miranda lembut mengingatkan putrinya.Audrey tersenyum dan menganggukan kepalanya. Kini Audrey bersama dengan suami, anak, serta orang tua dan mertuanya berada di Piazza Navona. Mereka tengah duduk bersantai menikmati cuaca pagi yang cerah. Berada di tempat ini adalah permintaan Audrey.Audrey merasa jenuh selalu duduk di restoran mahal. Kali ini Audrey ingin lebih menikmati hidup dalam kesederhanaan. Piazza Navona

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status