BANG!!!
Sebuah tendangan benda keras mengejutkan Tania dan Maria. Para bodyguard Maria pun segera pergi melihat dan menyelidiki dari mana suara hentakan keras tersebut berasal. Usut punya usut, hentakan keras tersebut berasal dari atas, yaitu rumah utama keluarga Hendrikova.
"Cepat, cari Nona Tania sampai dapat! Cari di seluruh penjuru rumah ini!" perintah Yuri pada para anak buahnya.
Segera, tak lama setelah perintah dari mulut Yuri meluncur, para anak buah pilihannya segera bergegas menyusur tiap sudut kamar dan ruang yang ada di mansion megah dan mewah itu.
Lexi tak lama kemudian masuk ke dalam ruangan utama Hendrikova. Netra hijau Altai Lexi mulai menyeloroh seluruh ruangan yang ada di keluarga bangsawan itu. Sepi dan sunyi. Itulah gambaran kondisi kediaman Hendrikova sekarang ini. Tak ada asisten rumah tangga satu pun yang tampak terlihat oleh netranya. Kecurigaan Lexi semakin bertambah ketika dia tak melihat keberadaan sang mama dan berusaha meneleponnya. Tiba-tiba deringan ponsel dengan nada dering yang sudah sangat dikenal Levi terdengar dengan jelas dari balik ruangan yang tersembunyi di kediaman keluarga Hendrikova. Lexi memberikan isyarat pada Yuri agar mengikutinya dan tiba-tiba ...
BANG!!!
lagi-lagi Lexi menedang sebuah pintu kayu yang letaknya tak jauh dari ruang tamu. Pintu yang disamarkan dengan lukisan pemandangan Rusia tempo dulu itu ternyata adalah sebuah dungeon yang tersembunyi.
"Tuan, i--ini ..." ucap Yuri terperangah.
"Yup! Hendrikova's secret chamber." Lexi kemudian masuk ke dalam ruang yang gelap itu dan menyalakan flashlight di ponselnya. Bau menyengat khas ruang bawah tanah yang tak terpakai pun segera menyeruak di hidung Yuri dan para pengawal pilihannya. Sementara Lexi, tampaknya telah terbiasa dengan bau seperti itu.
"Tuan, tempat apa ini sebenarnya?" tanya Yuri sambil menutup hidungnya.
"Ruang di mana kau tak 'kan lagi dapat melihat matahari menerpa kulitmu." Jelas Lexi terus menyusuri ruang bawah tanah yang lembab dan berair itu.
DOR!! DOR!! DOR!!!
Serangan tembakan bertubi-tubi memberondong Lexi dan anak buahnya. Tak pelak lagi, mereka langsung membalas serangan tembakan itu dengan tembakan bertubi-tubi. Suara desingan peluru pun terdengar hingga ke ruangan di mana Tania dan Maria berada. Tania yang baru pertama kali mendengar suara tembakan langsung terkejut dan membelalakkan matanya, berdiri dan keluar ruangan. Netra coklat itu tak henti-hentinya terbelalak ketika melihat dan mendengar desingan peluru seakan beterbangan di depannya bagai kapas yang ringan. Salah satu di antara pengawal Maria sempat menabrak Tania hingga ia terjatuh, namun begitu tak satu pun kata yang keluar dari mulut Tania.
Tak lama, Maria keluar dari ruangan di mana mereka berada. Pandangannya tajam menatap Tania yang tersungkur jatuh dan terluka di bagian siku dan lututnya. Dengan gaya bak seorang algojo yang siap memenggal kepala penjahat, Maria menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya sambil berkata, "Ini hanya baru permulaan, Nona Tania! Semakin kau mendekati Lexi, akan semakin banyak darah dan desingan peluru yang bisa kau dengar!"
PROK ... PROK ... PROK !!!
Sebuah tepuk tangan kencang terdengar dari sisi berlawanan Maria. Netra Maria terus menatap tempat yang gelap tersebut dan sosok pria berjas hitam panjang dan membawa Desert Eagle di tangan kanannya menghampiri Maria dan Tania.
"Kau sudah datang, Sayang?" tanya Maria tersenyum.
"Apa mau Mama sebenarnya? Haruskah bertindak hingga sejauh ini?" tanya Lexi seraya melihat keadaan Tania yang memprihatinkan.
"Hahahhaha, Lexi. Apa kau lupa apa yang telah Mama ajarkan padamu? Dunia itu kejam! Hanya dengan kekuasaan dan kekuatan kita bisa menaklukkan dunia. Vini, Vidi, Vici!! Apa kau lupa, Lexi?"
"Ma, aku telah mengikuti semua yang Mama inginkan! Tapi untuk kali ini ... meskipun aku harus menjadi anak durhaka, aku akan tetap pada pendirianku!" tegas Lexi terlihat gemetar memegang Desert Eagle-nya dan Maria menyadari hal itu.
"Sayang, kau harapan Mama. Kau satu-satunnya pewaris di keluarga Hendrikova. Siapa lagi jika bukan kau ..."
"Katrina!"
"Apa?"
"Bagaimana dengan Katrina? Bukankah dia juga termasuk dalam keluarga Hendrikova?"
"Tidak setelah ibunya menikah dengan orang miskin biasa!" tegas Maria.
Tania yang masih dalam keadaan tersungkur tak dapat berbuat banyak pun tak ada yang membantunya. Lexi berusaha mengulur waktu agar Yuri bisa secepatnya datang dan membantu Tania. Tak lama berselang, Yuri pun segera datang dan tiba di tempat Lexi berada.
"Tuan, maaf saya terlambat," sahutnya.
"Bagaimana?" bisik Lexi.
"Semua aman, Tuan. Saya sudah menyiapkan mobil untuk membawa Nona Tania keluar dari sini."
"Hnn, bagus! Kau bantu Tania, bawa dia keluar dari sini, sementara aku membereskan sesuatu dulu!" perintah Lexi kemudian Yuri membantu membangunkan Tania yang terluka.
"Apa aku memberikan izin untuk membawa Nona ini keluar?" ucap Maria menatap tajam Yuri.
Yuri bergeming, tak berani bicara ataupun membantah.
"Jika Mama inginkan sandera, biar aku yang menggantikan posisi Tania!" tegas Lexi membuang Desert Eagle-nya dan maju menghampiri sang mama.
"Lexi!"
"Tuan!"
Sahut Tania dan Yuri bersamaan.
"Kenapa? Kenapa kau mau menggantikan Nona ini, Lexi?" tanya Maria menyipitkan tajam netranya.
"Tania tak mengenal dirimu. Dia hanya orang baru dan tamuku. Sudah sewajarnyalah jika aku, sang tuan rumah memperlakukan tamuku dengan baik. Bukankah begitu, Mah?" seringai Lexi.
"Hahhaha, kau semakin pintar membalikkan kata-kata, Sayang. Kau tetap menyerahkan dirimu pada Mama sementara wanita ini akan kembali ke Indonesia, kembali ke negaranya, tidur dengan suami aslinya, memiliki anak dan keluarga kecil yang bahagia. Dan kau! Apa yang akan kau dapatkan?"
Lexi bergeming! Dia hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kencang dan menahan amarah yang tampak jelas terlihat dari urat-urat biru di lehernya yang menonjol.
"Kenapa diam? Apa ucapan Mama benar adanya?" sindir Maria diselingi senyum seringai.
"Yuri, bawa Tania pergi dari sini!" perintah Lexi.
"Baik, Tuan." Yuri kemudian memapah Tania keluar dari dungeon tersebut dan segera menuju ke kendaraan yang telah disiapkan.
"Ada apa sebenarnya? Aku tak pernah melihat Mama seperti ini sebelumnya. Apakah ini ada hubungannya dengan ..." Lexi menatap netra biru sang mama tajam.
"Bagus jika kau tahu! Sudah berapa kali Mama katakan, tolong jangan buat Mama melakukan tindakan ekstrim yang Mama sendiri tak akan bisa mengontrolnya! Tapi kau mendesak Mama berbuat sejauh ini," Maria mulai menurunkan volume suaranya.
"Joni Pedrosa Medyedev, apa dugaanku benar? Dia mengancam Mama dengan menggunakan surat perjanjian bodoh itu?" desak Lexi.
Maria terdiam. Netra birunya tak berani melihat netra hijau sang putra.
"Jawab saja, Mah! Iya atau tidak?" desak Lexi lagi.
"Iya atau tidak, apa jawaban Mama akan kau dengarkan, Lexi? Lagipula Tania telah menikah. Apa yang kau haraoakan darinya?" tanya Maria memandang lirih sang anak.
"Rahimnya!" sahut Lexi.
---Bersambung---
Tania yang tak tahan lagi menunggu Lexi terlalu lama di kamar yang sunyi memutuskan untuk segera mencari laki-laki itu. Derap langkah yang dibuat sepelan mungkin dan netra yang was-was membuat detak jantung Tania memompa adrenalin yang kuat dan kencang, bak olahraga ekstrem. Tak lama tepat di depan netranya, siluet seorang wanita bergaun pengantin dan pria berjas abu-abu serta pria yang sedang duduk membelakanginya tampak di depannya. Sambil berdetak dan berdegup kencang, Tania memberanikan diri mendekati ketiga siluet itu dan ternyata ...."Lexi!!" serunya bersuara sedikit kencang.Tak pelak, Eva yang sedang bicara dengan Lexi dalam keadaan emosi mengalihkan netranya pada Tania yang berdiri tak jauh di belakang Lexi, dan ....DORRRRR!!DORRRRR!!DORRRRR!!"Ahhhh!!" Tania teriak kencang karena tembakan proyektil yang dilepaskan Eva tepat mengenai lukisan yang ada di sebelah Tania! Membuat Tania membelalakkan netranya bulat dan lebar!"TANIA!
Villa Keluarga HendrikovaDi sudut salah satu ruangan yang remang hampir gelap, Tania dan Lexi tengah bersembunyi dari kejaran Eva dan ayahnya, Joni Pedrova Medyedev. Emosi yang tengah di puncak, membuat Eva dan sang ayah kalap dan membabi buta menghancurkan isi dari villa milik keturunan Dinasti Romanov tersebut."Aku takut, Lexi!" Tania sembunyi di dada bidang milik Lexi yang lebar."Jangan takut, aku di sini. Aku akan selalu melindungimu." Ucap Lexi mengecup kening Tania mesra."Tapi, kau dan Eva dulu ..." Tania ragu dengan ucapannya."Dulu ya dulu! Sekarang ya sekarang! Aku bukan orang yang memandang ke belakang, apa yang ada di hadapanku sekarang, itulah yang akan kupikirkan!" tegas pemilik netra hijau Altai itu menatap Tania."Aku hanya ..." Tania membenamkan kepalanya dalam pelukan dekapan hangat sang serigala."Ssssttt, jangan berisik! Kau tetaplah di sini, aku akan pergi menemui mereka." Ucap Lexi mendorong lembut tubuh kelinci yang
"Kau tak punya hak untuk bicara seperti itu, Lexi!"Seorang wanita turun dari jeep hitam tak jauh dari mereka. "A--Anda," Tania terkejut karena Maria, sang ibunda Lexi ada di sana. "Bantu Nona Eva!" perintah Maria pada pengawalnya."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" tanya Lexi yang tampaknya tak terkejut."Tak usah basa basi Lexi!" Maria menyipitkan tajam matanya ke arah Tania yang masih berada di dekapan Lexi dan seorang pria yang tersungkur di tanah"Siapa kau?" tanya Maria pada Andre."Saya suami sah dari wanita yang sedang berada di pelukan anak Anda. Namaku Andre." Jelasnya sambil membersihkan noda darah di mulutnya."Jadi kau suami Nona Tania? Bawa dia pergi dari sini! Putraku akan menikah dengan wanita ini!" Maria menunjuk Eva."Memang itulah yang akan saya lakukan, Nyonya. Tapi putra Anda ..." Andre kemudian berdiri dan menatap netra Lexi tajam. "Putra Anda telah menjadi parasit dalam pernikahan kami!""Tutup mulutmu! Kau t
"Hentikan!" suara lantang seorang wanita terdengar dari dalam kediaman Medyedev.Netra Andre membelalak ketika mengetahui siapa wanita yang baru saja mengeluarkan suara lantang itu. "Kau, E-Eva?""Hahahaha, akhirnya kau datang juga Andre. Bagaimana kabarmu? Apa kau sudah menerima paket cantik yang kukirim untukmu?" seringai Eva dengan cibiran."Wanita brengsek! Apa yang kau inginkan? Bukankah sudah cukup kau dengan menghancurkan Lexi, kenapa kau seret Tania ke dalam masalah pribadimu?" Andre tak dapat melihat Eva dengan tatapan datar. Netra laki-laki itu terus saja menyipitkan mata tajamnya ke arah wanita bergaun pengantin di depannya."Kau salah! Justru karena istri bodohmu itu yang berani-beraninya menggoda dan mengambil Lexi dariku! Harusnya aku yang bersama dengan Lexi dan bukan dia! Aku yang seharusnya menyandang kekasihnya dan bukan istrimu!" teriak Eva."A--apa? Kekasih?" Andre terperangah."Hahahah, suami macam apa yang tak mengetahu
Kedatangan Andre ke kantor Lexi membuatnya terkejut sekaligus kesal. Dengan memasang senyum penuh kepalsuan, Lexi tersenyum selayaknya tuan rumah yang menyambut kedatangan tamu."Silakan duduk, Tuan Andre." Lexi membuka tangannya dan mempersilakan Andre duduk di kursi yang ada di depannya."Cukup basa basimu, Tuann Richard Lexi! Di mana Tania?" Andre mulai tersulut emosi."Apa? Tania? Apa maksud Anda, Tuan Andre?"Andre yang sedang panas langsung memberikan pukulan keras di wajah Lexi hingga ia tersungkur jatuh di karpet ruangannya."Kutanya sekali lagi, di mana kau sembunyikan Tania!? Apa kau masih mengelak juga, hah! Laki-laki keparat! Berapa banyak hal lagi yang akan kau bohongi soal identitasmu pada Tania, hah!" Andre menarik kerah Lexi yang tersungkur dan berteriak padanya."Get off your dirty hands of me! Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, Tuan Andre! Dan Tania, kenapa Anda masih peduli padanya? Bukankah kalian akan bercerai?"
Sheremetyevo Int. AirportAndre langsung terbang ke negeri Beruang Merah saat dirinya dikirimi foto-foto mesra Tania dan Lexi. Tanpa membuang waktu, dia segera menaiki taksi bandara dan pergi ke Museum Hermitage, tempat Lexi bekerja. Rasa cemas, khawatir dan takut menyelimuti relung hati pria bermata seksi itu. Sesekali dia melihat ponselnya dan ingin mencoba menghubungi Tania namun berkali-kali pula ia urung melakukannya."Thank you, Sir." Ucap Andre turun dari taksi yang membawanya.Matanya menyeloroh melihat bangunan indah itu masih sama dengan yang ia lihat ketika beberapa bulan yang lalu Andre datang pertama kali ke tempat itu. Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam museum itu dan memutar balik netra dan retinanya, menyeloroh, meringsek ke semua sudut ruangan Museum Hermitage, namun tak jua membuahkan hasil. Putus asa, Andre menanyakan keberadaan Lexi dengan salah satu petugas keamana tempat itu dan begitu terkejutnya Andre ketika ia mengetahui bahwa Lexi seb