Malam ini bulan menyala dengan begitu terang, Rae berdiri di balkon kamarnya menikmati keindahan tersebut. Rae merasa bosan, seharian ia berusaha untuk menyusun rencana, tapi semuanya berujung dan bertumpu pada satu titik yang sama—yaitu Gerardo.
Itulah sebabnya Rae ingin membersihkan isi kepalanya dengan melihat cahaya bulan. Semakin lama, semakin terang.
Sampai tiba-tiba deru mesin mobil membuat fokus Rae terpecah. Ia melihat pada gerbang di bawah sana. Dua orang penjaga membuka gerbang dan masuklah mobil mewah tersebut, Rae bisa melihat dengan jelas siapa pengemudinya.
Ia tersenyum, Rae lantas bergegas menuju bawah, ia setengah berlari untuk menyambut kedatangan Gerardo.
Sungguh manis, tapi itu bukan gaya dari seorang Rae Catalina.
“Tunggu!!” Rae berteriak dari atas anak tangga pada pelayan yang berniat membuka pintu. Rae setengah berlari menuruni tangga, “Pergi!! Biar aku yang membuka pintu untuknya.”
&ldquo
Rae saat ini sedang diam di dalam kamarnya, ia kembali membuat sebuah rencana. Meskipun kepalanya sangat sulit untuk berpikir, tapi ia berusaha mengingat Claretta dan membangkitkan amarahnya.Karena tanpa Rae sadari, Ia sudah bermain hati dan ini tidak baik untuknya. Ia selalu saja menggunakan hati dalam setiap tindakkan yang akan dilakukannya, dan itu sangat bersebrangan dengan jiwa Rae.“Apa yang sedang kau lakukan?” suara Gerardo terdengar jelas di ambang pintu.“Apa kau tidak bisa mengetuk pintu sebelum masuk? Jangan lupa, jika ini kamar milikku, Tuan Gerardo.”“Baiklah, apa aku harus mengulang? Keluar, mengetuk pintu dan menunggu jawaban dari istriku?” katanya sambil melangkah masuk.Rae hanya mendelik sebal, rasanya selalu sulit untuk bisa kembali menjadi dirinya. Terlalu banyak berpura-pura dihadapan Gerardo membuat ia semakin nyaman dengan sikapnya sendiri, yang terkesan benci dan jaul mahal.Tidak
Rae berniat untuk pergi, tapi sayangnya yang terjadi adalah Rae jsutru di bawa menuju ruangan gelap yang sama dengan cara yang begitu romantis. Gerardo menggendong Rae dengan gaya bridal style, membuat beberapa orang terkejut, sedangkan Dante, dia hanya tersenyum.“Turunkan aku!!” bisik Rae dengan penuh penekanan.“Ini adalah pelajaran pertama untukmu! Jadi ingat, jangan pernah lagi membantah atau pergi sebelum aku selesao bicara.”Rae terpaksa mengangguk, ia tidak ingin terus ada dalam pelukan Gerardo dan menjadi bahas tertawaan. Meskipun sebenarnya tidak ada yang berani menertawakannya.Setelah berhasil menginjak lantai, Rae dengan cepat menjaga jarak dengan Gerardo. Tapi sosok dengan kepala terbungkus kain hitam itu membuat jantung Rae berdegup begitu kencang.‘Teo?’ batin Rae.Tanpa sadar, ia terus melangkah dan mendekati kursi dimana pria itu berada. Dengan gerakan cepat, Rae menarik penutup kepalanya
Rae memperhatikan reaksi semua orang dengan seksama. Dua pria yang ada di antara mereka bersikap santai, tapi Star sebaliknya. Tangan gadis itu gemetar ketakutan saat melihat Rey tidak sadarkan diri dan Ia mulai mendekatinya perlahan.“Lemah!” cibir Rae dengan suara keras.Tapi sayang tidak ada yang peduli akan hal itu.“Apa menurutmu ini sudah cukup?” Gerardo tiba-tiba saja mendekati Rae dan memeluk pinggangnya dengan begitu posesif, seakan ia sedang mempropokasi Rae untuk berbuat lebih jauh.“Jangan mencuri kesempatan dalam kesempitan, Tuan Gerardo!” ujarnya dengan tegas.Gerado lantas mengangkat tangannya dan tersenyum nakal pada Dante yang setia memperhatikan interaksinya dengan Rae.“Habisi dia!” pinta Rae.“Biar Star yang melakukan itu, dia yang ingin melakukannya!” timpal Gerardo cepat.Rae memalingkan wajahnya, melirik Gerardo dan menatapnya dengan lekat. Rae t
“Selamat pagi, tuan.” “Ya! Dimana Dante? Katakan padanya aku ingin bicara, aku tunggu dia sekarang juga!” “Maaf tuan, tapi Dante kemarin pergi dan ia meminta izin untuk kembali besok.” Gerardo hanya diam tak berkata apa-apa. Ia ingat, mungkin Dante tidak meminta izinnya karena memang dia masih tidak sadarkan diri karena mabuk kemarin malam. “Baiklah, siapkan sarapannya!” “Apa saya harus memanggil nyonya sekarang?” Gerakan tubuh Gerardo terhenti saat ia mendengar pelayan itu menyebut ‘nyonya’ dan Gerardo tahu siapa nyonya yang mereka maksudkan. “Cepat, siapkan sarapan untukku!!” serunya. Pelayan itu melayani Gerardo dengan hati-hati. Ia bisa melihat jika pagi ini sang tuan seperti tidak bersahabat. Roti panggang dengan selai kacang menjadi sarapannya pagi ini. “Silahkan tuan.” Dengan begitu malas, Gerardo memotong rotinya. Bahkan terlihat sangat sulit, seperti ia sedang memotong daging alot di atas piring
Seorang pria dengan pakaian perlente saat ini sedang berdiri bersama para jajaran pria-pria kaya yang sama sekali tidak pernah kekurangan uang dalam hidup mereka. Tapi sayangnya kehadiran pria itu tidak lain hanya menjadi sebuah parasit, yang tidak pernah diinginkan.Alex—pria itu bernama Alex. Dia adalah pria kelas bawah yang berada diantara mereka, manusia yang bergelimang harta.Dengan begitu pintar Alex bergaul, menunjukkan sebuah kualitas kelas atas untuk menutupi dari mana ia berasal. Sampai akhirnya, saat mereka sadar jika Alex hanya sebuah parasit, maka semua sudah terlambat.“Aku sudah menjarah semua isi dompet dan tas milik pria kaya itu, hahah...” ia tertawa karena malam ini begitu beruntung, uang yang ia dapatkan alangkah begitu banyak. Lantas Alex melempar tas dan dompet itu kesembarang arah.Katakan saja jika saat ini Alex selalu beruntung. Dari mereka yang sudah ia ambil harta bendanya, sama sekali tidak pernah mengusut sa
“Hallo?”“Dimana kau?”“Aku sudah mengatakan jika aku akan pulang pada pelayan setiamu. Aku kira dia akan menyampaikannya padamu,” suara Dante begitu santai, seakan ia sedang berada dalam hati yang gembira, berbanding terbalik dengan Gerardo yang saat ini seperti benang kusut dan belum menemukan titik untuk bisa kembali sesuai dengan keinginannya.“Jam dua siang aku tunggu di Mansion!”“Tapi Ger...”Tuttt....Panggilan itu diputus secara sepihak, tentu saja Gerardo yang melakukan hal itu. Jika dulu ada dua orang yang bisa Ia andalkan—Teo dan Dante, sekarang ia hanya memiliki Dante.Banyak anak buah yang bisa Ia jadikan orang kepercayaannya, tapi sangat sulit untuk bisa percaya pada mereka. Bahkan Teo, yang sudah jelas lama bersamanya ternyata adalah mata-mata dan bodohnya Gerardo tidak pernah tahu hal itu.“Tuan, kita akan kemana?”“Kemba
Gerardo terus saja menghentak inti tubuhnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan Rae yang saat ini sama sekali tidak merespon dan terus berusaha untuk menunjukkan jika ia kuat, bagaimanapun Gerardo memperlakukannya.“Aku akan membuatmu mengerti! Aku sudah memberi sebuah kesempatan untuk bisa bebas dari tempat ini,” katanya dengan tersengal.“Tapi kau memilih untuk tetap di sini bersama ku!”“A-aku tidak akan menyerah!” balasnya dengan berani, Rae sudah tidak bisa merasakan lagi menahan dirinya, sebaik apa pun ia bertahan lelah dan perih pada bagian inti tubuhnya mulai terasa.“Tidak ada kesempatan kedua! Mulai detik ini kau sudah kehilangan hak atas hidupmu sendiri. Kau adalah budak ku!!” tegasnya dengan mendorong tubuhnya untuk semakin menyatu dengan Rae.Rae mencengkram kain di bawahnya dengan kuat saat Gerardo mendesaknya semakin dalam dan menumpahkan semua benih-benihnya.Selesai menuntaskan
Dante mulai mengeluarkan stetoskop dan pengukur tekanan darah. Ia memeriksa semuanya dengan begitu lembut dan terliti. Keningnya sedikit berkerut saat ia melihat tanda kepemilikan di leher Rae. Bukan hanya satu atau dua, tapi cukup banyak. Itu artinya beberapa saat lalu mereka baru saja selesai bercinta. Ia mulai memeriksa semua secara keseluruhan, dan yang terakhir adalah pada bagian perut. Dante tersenyum miris, karena sepertinya Rae tidak bisa menjaga dirinya dan makan dengan baik selama ada ditempat ini. Dante mulai menyapkan perlatan infus dan menyiapkan beberapa obat, kemudian memasang infus itu dengan lincah hanya dengan satu kali percobaan. “Apa yang terjadi padanya?” tanya Gerardo, sesaat setelah Dante selesai memasangkan infus ditangan kiri Rae. “Boleh aku bertanya?” “Ck! Jangan bersikap seperti kau seorang dokter yang ada di rumah sakit,” cibir Gerard. “Jangan lupa dimana kau berada saat ini.” Dante hanya terkekeh mendengar itu. Mem