Pagi ini Galen terbangun dari mimpi buruknya, lelaki itu mengusap wajahnya gusar dan mencoba mengatur napasnya agar normal kembali. Matanya menelisik ke balik gorden yang telah menampakkan sosok matahari, dia harus pergi kuliah sekarang. Kalau tidak mungkin Stelle akan marah dan tidak mengampuninya.
"Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata Nasya? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau dan anak kita baik-baik saja?" tanya Galen bertubi-tubi, dia berdiri dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar menyegarkan tubuh dan pikirannya.
Hawa dingin yang menusuk tak ia pedulikan, lelaki itu malah mengguyur kepalanya menggunakan air dingin mengabaikan rasa dingin yang membuat ia menggigil.
Selesai dengan kegiatan mandinya, Galen langsung saja turun dari lantai atas dan bergegas menuju kampus. Akan tetapi jalannya terhenti ketika melihat sosok Reyhan yang berdiri di depan pagar rumah, pemuda itu berjalan mendekat dan membuat mood Ga
Nasya menatap gemas pada putranya yang meminta bubur, tangan mungilnya mencoba menarik celemek yang wanita itu pakai. Namun, dengan berpura-pura tak tahu Nasya mencoba menguji kesabaran anaknya tersebut."Ibu ... Ayolah, aku sangat lapar sekarang," pintanya dengan raut wajah yang tampak begitu sedih dan menggemaskan secara bersamaan.Nasya terkekeh geli melihat tingkah manja anaknya itu, "Apa Gavin lapar? Kenapa tidak bilang dari tadi.""Ibu ... Gavin sudah mengatakan itu sejak tadi, tapi Ibu hanya diam dan mengabaikannya Gavin," ucapnya sambil melipat tangan di depan dada, pipinya menggembung dan jangan lupakan bibir yang menggerucut itu.Tangan Nasya menoel pipi putranya gemas, "Ibu mendengarnya kok. Hanya saja melihat Gavin yang kesal membuat Ibu terhibur, buburmu sudah siap. Ayo makan!"Gavin berlari kecil menuju meja makan minimalis yang berada di tengah ruangan, bocah lelaki tersebut menatap b
Hari ini Nasya dan Gavin berencana akan menghabiskan akhir pekan bersama di apartemen mereka, wanita berambut hitam itu mencuci peralatan makan yang di pakai tadi. Sedangkan Gavin sibuk bermain mobil-mobilan di ruang tengah.Setelah selesai dengan pekerjaannya, Nasya segera menghampiri Gavin dan melihat bagaimana bocah lelaki itu tertawa senang ketika kedua mobil mainan nya saling bertabrakan menghancurkan gedung yang ia buat."Apa aku harus mengatakan hal ini pada Gavin sekarang?" tanya Nasya mengingat-ingat semalam ia menyetujui ucapan Ratu untuk menghadiri acara wisuda nya.Gavin menatap bingung sang Ibu yang tampak berpikir keras, "Ada apa dengan Ibu? Kenapa wajahmu terlihat begitu tertekan?""A-ah! Kau melihat Ibu ternyata. Tidak ada apa-apa kok," jawab Nasya gugup seraya melambaikan tangan di depan wajah Gavin. Namun, hal itu justru membuat bocah lelaki tersebut penasaran.Dia meletakkan mobil
Ratu berulang kali melihat jam yang melingkar indah di pergelangan tangan, tadi Nasya menelpon bahwa dia sudah berada di Indonesia. Dengan semangat yang menggebu gadis itu langsung menuju bandara menjemput kepulangan sahabat yang ia cintai."Kemana Ibu muda itu? Dia bilang akan keluar dalam lima belas menit tapi sekarang sudah setengah jam lebih," gerutu Ratu sambil celingak-celinguk mencari sosok Nasya bocah kecil yang ia sebut keponakan."Kau menunggu lama Ratu?" Suara itu berasal dari arah belakang tubuh Ratu, dengan cepat ia membalikkan badan dan melihat sosok Nasya berdiri dengan Gavin di gendongan.Gadis itu berlari memeluk tubuh Nasya, mengabaikan sosok Gavin yang akan terjepit di antara keduanya nanti. Tapi, untung saja Ibu muda itu memundurkan langkah, "Jangan sekarang. Kamu tak lihat ada Gavin digendongangku, ayo bantu aku bawa koper ini ke dalam mobilmu.""Hei! Kau tidak meminta maaf dulu padaku?" tanya R
Matahari bersinar indah, terlihat seorang wanita sedang asik bersenandung sambil memasak sarapan untuk keluarganya. Dia memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam teflon kemudian menyiapkan satu mangkuk untuk masakan yang sudah matang."Ibu? Aku lapar ...." Gavin berjalan pelan menuju meja makan. Ia menatap sang Ibu yang masih berkutat dengan alat masak sesekali melempar senyum ke arahnya, "Apa masih lama?""Cuci wajah dan gosok gigi dulu Gavin. Apa kau lupa lagi?" tanya Nasya melihat ke arah Gavin sambil berkacak pinggang, putranya itu selalu lupa akan hal itu.Bergegas saja Gavin pergi menuju kamar mandi, melaksanakan perintah sang Ibu yang tiada hentinya jika dia tidak langsung beranjak. Semua orang sudah berkumpul di meja makan ketika Gavin keluar dari kamar mandi, Keina menarik kursi dan membiarkan cucunya itu duduk di sampingnya."Tante Ratu masih di sini?" tanya Gavin heran melihat sosok sahabat Ibunya
Nasya menoleh ke belakang ketika merasakan mobil hitam mengikuti gerakan taksi menuju rumahnya. Wanita itu begitu khawatir pikirannya langsung tertuju pada sosok yang ditemui di toilet tadi, pasti dia sudah memberitahu Galen. Taksi berhenti di depan pagar rumah, secepat mungkin Nasya membayar dan menggendong Gavin kembali, keduanya keluar dari taksi dan berlari cepat menuju pintu masuk.Namun, ketika Nasya akan menarik handle pintu tubuhnya tersentak merasakan tangan seseorang memegang bahunya. Sontak saja wanita tersebut membalikan badan dan tak sengaja kepala Gavin terbentur dengan pintu, tangisan bocah itu langsung terdengar.Nasya gelagapan, "Maafkan Ibu Gavin. Jangan menangis lagi." Tangannya mengusap kepala Gavin lembut, bahkan meniupnya berkali-kali agar rasa sakit itu hilang. Namun entah kenapa tangisan bocah lelaki itu tak jua kunjung berhenti."Dia anakku bukan?" lirih Galen menatap anak lelaki yang berada di dalam gendong
Suasana kamar Nasya menjadi hening seketika, Keina melepas pelukannya dan menatap sang putri dengan senyuman lembut. Tangan itu terulur untuk sekedar mengusap air mata yang masih menempel di pipi Nasya, "Kau tahu? Galen tidak akan mengambil Gavin dari kita.""Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan Ibu," jawab Ibu muda itu menggelengkan kepala. Menolak semua kemungkinan yang akan terjadi, dirinya tak siap dengan semuanya.Keina memindahkan tangannya pada puncuk kepala Nasya, "Gavin pasti sedang bertanya-tanya sekarang. Apa hubunganmu dengan Galen, Ibu sangat yakin dengan itu.""Lalu apa yang harus aku lakukan Ibu?" tanya Nasya."Katakan pada Gavin bahwa Galen adalah ayahnya, dan satu lagi ... Jangan berpikir buruk tentang Galen lagi, dia juga pasti merindukan darah dagingnya sendiri Nasya, biarkan saja dia menemui Gavin, kau harus ingat bahwa dia adalah salah satu alasan kenapa Gavin hadir di dunia ini." Wanita par
Sudah seminggu sejak Galen datang berkunjung bersama Ibunya, kadang ia hanya menitipkan bunga ataupun makanan manis untuk Gavin. Kalau soal bunga sudah pasti itu untuk Nasya, walaupun sudah ditolak oleh Nasya pria tersebut tetap mengirim bunga dihari berikutnya.Seperti saat ini Nasya memandang bunga mawar didepannya bosan, berkali-kali ia menghela napas kasar membuat Ratu yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya memandang heran. Gadis itu menyilangkan kaki dan menyandarkan tubuh pada sofa."Mau sampai kapan kau menatap bunga itu? Apa kau merindukan Galen?" tanya Ratu, matanya melirik Nasya sebentar kemudian fokus kembali pada layar ponsel.Tak ada jawaban apapun dari Nasya, Ibu muda itu mengulurkan tangan untuk memegang bunga mawar, dengan kepala yang ditumpukan di atas meja."Yasudah terserah, aku akan pergi keluar bersama pacarku. Sampai nanti," pamit Ratu mengambil tas dan mengumpulkan beberapa barang yang sempat
Gavin menarik tangan kedua orangtuanya tak sabaran. Mereka berjalan menuju gerbang masuk sebuah taman bermain, bocah lelaki itu bahkan mengabaikan dirinya yang limbung kehilangan keseimbangan ketika tak sengaja menabrak batu kerikil.Dengan sigap Galen langsung menangkap putranya, pria itu terkekeh pelan kemudian menyuruh Gavin untuk menunggu bersama Nasya selagi dirinya mengantri membeli tiket masuk."Ibu aku ingin makan permen kapas, apa di sini ada orang yang menjualnya?" tanya bocah itu sambil celingak-celinguk menatap sekeliling."Jangan banyak memakan permen kapas, apa kamu ingin tubuhmu dipenuhi semut?" goda Nasya menggelitik perut putranya, kedua manusia itu tertawa.Gavin berjalan mundur untuk menghindari serangan sang Ibu, "Aku tidak takut. Jika permen kapas membuatku bahagia, Ibu bisa apa?""Kamu menantang Ibu?" tanya Nasya kesal.Galen berjalan mendekati keduanya,