Share

4

Semakin aku berusaha untuk menjadi yang terbaik, semakin aku tertinggal jauh. Seperti kawanan burung-burung yang kehilangan jejak temannya. Menyebalkan, pasti. Tapi aku bisa apa ? selain merutuki diri sendiri. Kehidupan, kekejaman, hingga berujung pada kekecewaan.

Saat tiba di dalam kelas, mata pelajaran tidak langsung di mulai. Harus butuh beberapa menit hingga guru bidang studi datang ke ruangan. Nampak Pak Edo dengan membawa penggaris kayunya serta satu buku pelajaran matematika.

“Selamat pagi semuanya !” sapa pak Edo saat tiba di kursi guru.

“Pagi pak,” jawab siswa yang ada di ruangan itu secara serentak.

“Silahkan buka halaman 53 di buku masing-masing. Hari ini kita akan belajar mengenai sudut dan macam-macamnya.”

Siswa yang ada di ruangan itu serentak membuka buku mata pelajarannya dan mulai memperhatikan penjelasan pak Edo di depan kelas.

“Sudut khusus (sering pula disebut dengan sebagai sudut istimewa) adalah suatu sudut dimana nilai perbandingan trigonometrinya dapat ditentukan secara langsung tanpa menggunakan daftar sudut-sudut yang besarnya...,” jelas pak Edo yang sedang membawakan materi pelajaran matematika. Namun dari arah kursi paling belakang tampak Jenni yang sedang menguap dan mencoba menahan kantuknya.

Sambil mecoret-coret bukunya akhirnya Jenni pun kepikiran untuk main surat-suratan dengan Lisa yang duduk tepat di sampingnya. “Lis, lo bertanya deh!” tulis Jenni di bagian belakang buku catatannya.

“Tanya apaan?” jawab Lisa saat melihat pesan yang di tulis Jenni untuknya.

“Menurut lo mereka pacaran atau tidak?”

“Aduh Jen, kita tuh lagi belajar.”

“Ahhh alasan aja lo Lis, biasanya juga lo nggak merhatiin kok.”

“Tapi kali ini gue merhatiin Jen. Udahlah, lo belajar aja deh.”

“Ayolah Lis, cepetan. Lo buruan tanya Rose, kan lo sebelahan duduk dengan dia, kalau gue kan jauh. Masih ada lo yang menghalangi.”

“Tanyakan sendiri pada Rose.”

“Ya elah, lo kan yang sebelahan Lis. Ayolah !”

“Enyahlah Jenn. Sumpah nyebelin banget sih nih bocah satu. Bikin darah tinggi gue kumat aja,” batin Lisa.

Lisa mencoba mengacuhkan permintaan Jenni, tapi ternyata Jenni tidak hanya tinggal diam. Ia masih memiliki seribu satu cara agar apa yang diinginkannya segera terwujud. Tak puas diabaikan Lisa, jenni pun menyikut tangan Lisa hingga membuat Lisa tak nyaman dan merasa terganggu. Dengan sangat terpaksa, Lisa pun memberanikan diri untuk menanyakan pertanyaan yang di maksud oleh Jenni tadi kepada Rose yang duduk di samping kanan kursinya.

“Rose,” panggil Lisa setengah berbisik.

“Hemm.” Rose tidak menoleh. Ia masih saja fokus ke depan papan tulis untuk memperhatikan mata pelajaran yang sedang dibawakan oleh Pak Edo.

“Lo pacaran yah sama Jim Jim.”

“Kan udah gue bilang tadi kalau gue nggak ada hubungan apa-apa dengan Jimmy. Eh tunggu, kenapa lo panggil Jimmy dengan sebutan nama Jim Jim ?”

“Em, nggak ada alasan sih. Biar singkat aja,” jawab Lisa dengan sedikit gugup. “Oh iya gimana perasaan lo soal penyebar hoax tentang hubungan lo dengan Vie?” lanjutnya lagi untuk mengalihkan perhatian Rose terkait pertanyaannya tadi.

“Gue juga nggak tahu, dan nggak mau ngurusin juga sih. Enggak penting juga kan Lis.”

“Hei kalian berdua! Lisa, Rose. Jangan ngobrol kalau sementara ada mata pelajaran kayak gini.” Gertak pak Edo yang sedari tadi memperhatikan keduanya yang sedang asyik mengobrol.

“Iya Pak, maaf.” Timpal Rose dengan sangat cepat. Ia sungguh tidak ingin jika pak Edo semakin marah padanya.

“Bagaimana dengan kamu Lisa ?” tanya Pak Edo sambil tersenyum kecut ke arah Lisa. “Kalian berdua memang berteman dan bersebelahan duduk tapi belum tentu nilai ujian kalian nanti bisa sama-sama bagus. Astaga! Ada-ada saja yah kamu Lisa. Bapak minta untuk berhenti mengobrol saat mata pelajaran saya sedang berlangsung, meskipun kalian adalah teman dekat sekalipun,” lanjut pak Edo sambil memandang sinis Lisa.

“Iya pak,” Jawab Lisa dengan penuh semangat.

“Itu memang hanya sekedar umpatan-umpatan biasa tapi terdengar begitu sangat kasar, hemmmm. Seperti sebelumnya, aku selalu berada jauh di belakang Rose. Sangat jauh dan tidak mungkin dapat ku jangkau,” batin Lisa dengan segala kekecewaannya.

Sementara di kelas XI IPS-1, Jimmy, Vie dan Rey baru saja selesai belajar mata pelajaran Sejarah. Tepat di kursi bagian belakang terdapat Vie dan Rey yang kebetulan duduk bersebelahan, sedangkan Jimmy duduk tepat di depan Vie. Mereka bertiga sedang asyik dengan kegiatan masing-masing. Jimmy sedang asyik mengerjakan PR sejarah yang baru saja diberikan oleh Bu Yeni. Vie yang sibuk dengan musik MP3 nya sedangkan Rey sibuk mengotak-atik handphonenya.

“Vie liat deh yang ini, gimana ?” seru Rey sambil menyodorkan handphonenya. Sayangnya Vie malah tidak melirik sama sekali.

“Eh Jim, kapan lo akan mulai pacaran terus kencan gitu?” tanya Rey sambil menoleh ke arah Jimmy yang berada tepat di depan kursi V.

“Gue ? Pacaran ? sama siapa ?”

“Ya sama Rose lah.”

“Gue atau Vie?” Jimmy mengangkat kedua alisnya, sambil menunjuk kepada Vie.

“Kok malah ke gue ?” spontan Vie menjawab karena mendengar namanya disebut-sebut.

“Abisnya yang digosipin jadian sama Rose kan lo, kok gue yang malah ditanyain kapan bakal mulai pacaran dengan Rose. Kan aneh bro.”

“Kan itu gosip doang. Paling juga hoax, gimana sih lo Jim. Itu tuh cuma akal-akalannya anak-anak yang kepengen cari cerita baru aja. Lagian kan sebelum belajar tadi Vie udah jelasin kok. Ah udahlah nggak usah cari-cari alasan lo Jim. Jangan main-main loh.”

“Gue sukanya sama orang lain Rey, bukan sama Rose.”

“Udahlah Jimmy, gue dan semua orang juga tahu kalau lo tuh sukanya sama Rose,” jawab Rey ngegas.

Jim tertawa mendengar Rey yang masih saja kukuh dengan pendapatnya yang absurd. “Nggak, bukan Rose yang gue suka kok,” jawab Jimmy berusaha untuk meyakinkan temannya.

Belum sempat Rey menjawab perkataan Jimmy tiba-tiba handphonenya berbunyi, tanda ada pesan w******p masuk.

“ Hei, panjang umur nih anak. Padahal baru aja diomongin udah muncul aja di handphone gue. Katanya Rose sama Lisa baru saja dimarahi habis-habisan pas mata pelajaran matematika barusan,” ucap Rey sambil membaca pesan yang dikirim Jenni padanya.

“Seriusan lo?” tanya Jimmy.

“Nih,” sambil memperlihatkan isi pesan yang dikirim Jenni kepada Rey.

“Gue mau ke kantin nih, yuk! Sekalian gue mau nyamperin Rose, Lisa sama Jenni,” ucap Jimmy sehabis membaca pesan dari Jenni di ponsel Rey.

“Ya udah berangkat om,” jawab Rey dan Vie bersamaan.

“Menurut lo Jim, apa penyebab mereka di marahi habis-habisan ? bukannya Rose anak baik dan pintar yah ?” tanya Rey saat perjalanan menuju kelas temannya itu.

“Maybe.”

keduanya saling berpandangan penuh tanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status