Share

3

Rasa cemas hadir dan berulang kali diagung-agungkan oleh siapapun itu, seakan memberi bentang tanya yang amat sulit untuk dipecahkan. Berangkat dari perilaku tidak biasa yang sebenarnya memiliki arti bahwa tidak ingin menjadi biasa saja. Terlalu banyak pengharapan untuk menjadi luar biasa, menjadi sempurna dan tak terkalahkan namun justru makin banyak pula kekalahan-kekalahan yang menghampiri. Menjadikannya tak berdaya hingga berujung pada keputusasaan yang tak berujung. Tapi itulah kehidupan, hadir dalam kecemasan hingga berakhir dengan segenap cemas yang bertumpuk pula. Selayaknya timbunan sampah yang membusuk. Benar-benar busuk. Dan rasa cemas adalah kawanan sampah yang harus di buang jauh-jauh.

“Lisaaa, Lisa lisa...!”. teriak Jenni dari arah parkiran sekolah. Sontak membuat Lisa berbalik arah dan tersenyum lebar ke arah Jenni. Dengan cekatan Jenni berlari dan menghampiri Lisa.

“Lihai ! artinya Lisa hai!” ucap Jenni dengan wajah sok imutnya. Ia sengaja meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua sisi pipinya. Tidak lain untuk membuat Lisa tertawa melihat tingkah lucunya.

Lisa hanya tersenyum melihat tingkah konyol Jenni. “Oh iya, Rose dimana ?” ucapnya.

“Rose?”

“Hemm.”

“Oh itu dia Rose dan Jimmy,” sambil menunjuk ke arah depan perpustakaan.

“Rose!” teriak Jenni di kejauhan.

Sementara Lisa hanya memandang jauh ke arah Jimmy dan juga Rose yang terlihat sedang asyik berbincang satu sama lain.

Jenni menghampiri Rose sambil menyodorkan handphonenya, seolah menunjukkan sesuatu. “Rose, lo udah lihat ?”

Sambil melihat ke arah handphone Jenni, Rose nampak penasaran. Ia kembali melihat wajah Jenni sebelum sempat memperhatikan dengan jelas apa yang sedang Jenni tunjukkan tadi. “Ha ? kemarin dataku kebetulan habis. Jadi belum sempat lihat-lihat, kenapa memangnya ?”

“Ini loh Rose, ada gosip yag sedang beredar kemarin katanya lo pacaran yah dengan Vie?”

“Hahahaha, kata siapa ?” ucap Rose dengan tertawaannya. “Ada-ada aja. Orang kurang kerjaan kali yang nyebarin berita hoax kayak gitu. Masa iya gue sama Vie sih,” lanjutnya lagi.

“Nggak tahu tuh, soalnya kemarin sore rame banget di grup kelas gitu, jadikan gue penasaran pas gue buka eh malah ngeliat berita itu. Nggak tahu juga siapa yang nyebar di forum sekolah, soalnya namanya hanya anonim gitulah.”

“Nggak lah gue nggak pacaran. Hoax itu.”

“Makanya gue tuh langsung kaget Rose, kan kalau beritanya lo sama Jimmy gue pasti percaya-percaya aja. Tanpa digosipin juga kalian kan emang udah kayak pacaran beneran.” Ceplos Jenni sambil melirik Jimmy yang berdiri di samping Rose.

Sementara Lisa, ia hanya terdiam menyaksikan perbincangan teman-temannya. Ia benar-benar tidak tahu harus melontarkan apa. Ia bingung dengan apa yang sedang teman-temannya bicarakan. “Usiaku 18 tahun, masa tanpa rasa khawatir. Begitulah kata mereka. Iya, kata mereka,” batin Lisa.

“Gue dengar lo lagi nggak sibuk yah ? mau kencan dengan gue nggak?” tanya Jimmy ke Lisa dengan begitu spontan.

“Ha ? apa ?” mendadak Lisa tercengang dengan pertanyaan yang dilontarkan Jimmy kepadanya. Benar-benar tiba-tiba dan membuat Lisa kaget.

Mendengar ucapan Jimmy barusan, spontan Jenni menoleh dan memukul kepala Jim dengan buku yang sedang dipegangnya. “Hei, lo tuh ya, masa semua cewe yang lo temuin dimana aja dan kapan aja, lo langsung ajak kencan sih. Orang kayak Lisa juga mau lo sikat. Sakit ya lo. Uhh bakal gue cuci otak lo suatu saat nanti, biar kebiasaan buruk lo itu hilang. Kalau bisa dengan orangnya sekalian. Ngilang aja, nggak rugi juga kok di gue. Husss husss husss sana deh,” omel Jenni sembari menirukan gaya syahrini.

Melihat tingkah konyol Jenni yang memarahi Jim sontak membuat Rose dan Lisa serta Jimmy tersenyum puas berusaha untuk menahan tawa mereka. “Udah biarin aja, dia kan emang selalu gitu orangnya,” jawab Lisa dengan pelan.

“Lo nggak boleh membiasakan dia seperti itu Lis,” lanjut Jenni. “Oh iya Rose, kata-kata gue yang tadi nggak jadi yah gue tarik balik. Gue nggak setuju lo sama Jimmy. Lo akan menderita saat pacaran bareng dia. Pokoknya nggak ada pacaran, kencan atau apapun itu jika berhubungan dengan si Jimmy Jimmy yang satu ini.” Jenni menunjuk Jimmy dengan telunjuknya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ya elah Jen, emang ngapain gue harus kencan dengan Jimmy sih.”

“Yoi, gue juga nggak ada agenda tuh buat kencan dengan Rose. Kita tuh temanan doang, seorang kenalan perempuan titikkk,” timpal Jimmy melanjutkan jawaban dari Rose.

“Maksud lo apaan Jimmy. Emm lo pernah nonton drama nggaak sih ? atau gini nih analoginya, contoh kecilnya deh. Gue juga cuman teman dengan pacar gue pada awalnya tapi ujung-ujungnya cinta-cintaan juga kok! Hubungan dekat laki-laki dan perempuan tidak ada yang namanya cuman teman begitu saja. Apalagi hubungan sekelas kalian berdua ini. Lo masih yakin dengan yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan? Gue sih nggak yakin !”

“Apaan sih Jen, Jimmy itu menyukai seseorang dan itu bukan gue,” jawab Rose memperbaiki suasana.

“Ha ? Dia menyukai seseorang ?” jawab Jenni seolah terkejut dengan jawaban Rose.

Jimmy pun membenarkan ucapan Rose dengan menganggukkan kepala pertanda iya.

Lagi-lagi Lisa hanya bisa memandang satu demi satu temannya yang sedang sibuk memperbincangkan sesuatu yang tidak mampu ia pahami satu demi satu.“Percakapan biasa yang kayak gini yang tidak biasa sama sekali buat gue,” batin Lisa sambil melirik Jimmy.

Diantara perdebatan dan kericuhan teman-temannya, Lisa hanya mampu berdebat dengan dirinya sendiri. Dengan segala pikirannya, benaknya dan kericuhan lainnya yang bersumber pada dirinya sendiri.

“Lo yah orangnya Rose,” jawab Jenni lagi.

“Ih bukan Jen, kan udah gue bilang tadi bukan gue orangnya.”

“Terus orangnya siapa ?” tanya Jenni sambil menatap Jim dengan penuh rasa penasaran.

“Masalahnya, emmm gue akan kembali setelah jeda iklan yang satu ini. Soalnya bel masuk udah bunyi tuh. Hahahaha byebye Jenn.”

“Aishh sial. Kurang asem ya loh. Pokoknya gue bakal gangguin lo terus sampai lo ngaku sama gue,” ucap Jenni sambil berjalan karena lengannya di tarik oleh Rose agar segera meninggalkan Jimmy dengan berjuta pertanyaan keponya itu. Jimmy dan Lisa mengikut dari belakang mereka berdua.

“Jangan tidur di kelas kalau lagi belajar yah Lis,” ucap Jimmy seolah memperhatikan Lisa. Belum sempat Lisa menjawab, Jenni sudah berteriak memanggilnya.

Lisa terpaksa harus segera menyusul teman-temannya yang sudah berjalan lebih dulu itu. Diantara gelak tawa kedua temannya, Lisa mencoba untuk ikut serta. Meskipun jauh di dalam benaknya ia tidak betul-betul tertawa. Ada begitu banyak tanya yang bergulir di benaknya. Dan di tambah lagi perhatian-perhatian kecil yang sering kali Jimmy lakukan untuknya di saat keduanya sedang bersama-sama.

“Meskipun Jimmy tidak benar-benar tahu tentang perasaanku, namun aku cukup senang mengetahui dia memperhatikanku,” batin Lisa yang diiringi dengan senyuman tipisnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status