Setelah semalaman tidak tidur untuk menjaga Raga, pagi ini akhirnya Hanna merasa hampir tumbang juga. Sekuat yang ia bisa, Hanna memilih untuk menyembunyikannya dari Adit. Jika Adit tahu kondisinya saat ini, besar kemungkinan dirinya akan dipaksa untuk pulang dan beristirahat. Tentu saja Hanna tidak mau melakukan semua itu. Kini ia memilih untuk segera berdiri yang membuat Adit bertanya kepadanya.
"Aku mau cari kopi dulu di bawah," kata Hanna yang mencoba berkelit."Sarapan dulu baru kamu ngopi, Han. Kasian lambung kamu kalo langsung dikasih asupan kopi pagi-pagi begini."Tidak mau berdebat dengan Adit, Hanna menganggukkan kepalanya. Tanpa menawari Adit, ia memilih berjalan menuju ke arah lift. Badannya semakin terasa lemah, ia bahkan harus menyandarkan kepalanya di dinding lift. Saat sudah berada di lantai dasar, Hanna segera mencari minima
Adit menghela napas panjang kala ia harus menahan dirinya yang sudah tidak nyaman duduk di kursi penumpang bus saat ini. Apalagi mereka masih terjebak macet di jalan yang membuat perjalanan jauh lebih lama daripada waktu yang seharusnya. Saat merasakan ada yang menimpa lengannya, Adit menoleh dan ia bisa melihat Hanna yang tertidur di sampingnya. Memperhatikan Hanna dan Raga yang sedang tidur seperti ini membuat Adit merasa bahagia namun sulit ia gambarkan dengan kata-kata. Secepat inikah waktu berlalu? Terkadang ia masih tidak percaya jika Tuhan telah memberinya seorang anak laki-laki yang tahun depan sudah memasuki bangku SMA.Merasa momen seperti ini tergolong jarang sekali ia dapatkan, Adit segera mengeluarkan handphonenya dan memfotonya. Ia tidak peduli akan image-nya di depan keluarga Burhan yang mungkin terlihat norak karena selfie bersama di saat orang yang ia aja
Group Lapak DosaWilson : Si Adit kira-kira sudah berangkat belum, ya?Gavriel : Memangnya kenapa?Elang : Jangan bilang lo pingin ikutan, Son.Wilson : Kagak... gue enggak mau ikutan. Cuma penasaran, semua baju yang dibeli kemarin sama gue dibawa semua atau enggak? Soalnya Adit belanja udah kaya orang mau minggat sebulan.Gavriel : Gue yakin kagak dibawa. Soalnya dia tipikal kalo enggak dicuci dulu mana mau pakai sih.Elang : Daripada soal baju, otak gue traveling mikirin hal lai
Siang hari ini Wilson harus merelakan waktunya untuk menemani Adit berbelanja di salah satu mall. Padahal ini adalah waktu yang seharusnya ia gunakan untuk tidur karena malam hari harus bekerja. Rasa-rasanya ia ingin menggeret sosok Elang untuk menemani waktunya siang ini namun temannya itu tidak bisa melakukannya karena ia harus bersiap-siap menjemput Leander ke sekolah. Tidak mungkin juga ia meminta Gavriel menemaninya saat ini karena temannya itu masih berada di jam kerja yang tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Apalagi jabatan Gavriel sekarang yang seorang kepala cabang. Ini cukup membuat Gavriel tidak sebebas dulu saat ia hanyalah seorang staff biasa.Melihat Adit yang sudah membeli beberapa baju serta celana secara membabi buta tanpa melihat harganya membuat Wilson menghela napas panjang. Wilson yakin jika hanya tiga hari dua malam, Adit tidak membutuhk
Setelah memanggilkan Raga untuk menemui Adit di halaman belakang rumah, Hanna kira dirinya bisa pergi ke kamarnya untuk beristirahat, namun nyatanya semua itu tidak sesuai harapannya. Kedua orangtua Adit memintanya untuk menemaninya duduk. Hanna yakin tidak mungkin hanya sekedar duduk saja, pasti orangtua Adit akan mengajaknya untuk berbicara dan semua itu terbukti kala Hanna sudah duduk di hadapan Yudhis serta Lisa. "Han, bisa kita ngobrol-ngobrol sebentar?" tanya Lisa dengan suara halus dan pelan yang membuat Hanna menganggukkan kepalanya. Meskipun Hanna menyetujuinya, namun Lisa mencoba untuk bertanya kembali untuk memastikan. "Apakah Tante boleh tanya-tanya mengenai kamu sama Raga?""Boleh, Tante."Lisa tersenyum saat mendengar perkataan Hanna.
Setelah Hanna diam saja selama berada di dalam mobil, kini ia juga masih mendiamkan Adit ketika sampai di rumah. Bahkan saat ia sampai di rumahnya dan menemukan Raga sedang bersama kedua orangtua Adit di ruang keluarga, Hanna hanya menyapa sebentar dan langsung menuju ke arah dapur. Baiklah... jika Adit dan keluarganya biasa menyantap lima menu di meja makan saat sedang makan, kali ini Hanna akan berusaha tetap melakukan hal itu meskipun apa yang ia masak mungkin tidak sesuai dengan standar orangtua Adit. Kali ini dirinya akan membuat bakso yang baksonya sudah dibeli di supermarket tadi dan bumbu kuah instan juga sudah ia beli. Tidak hanya itu saja, Hanna akan menggoreng tempe dan tahu sebagai lauk. Karena masih kurang dua menu, Hanna akan membuat sop ayam yang tentu bumbunya pun bumbu instan. Satu lagi, Hanna akan menggoreng kerupuk. Lengkap sudah lima menu makanan berbeda simpel dan tidak perlu membuang banyak waktu untuk memasaknya.
Malam ini Hanna rasanya ingin mengadu keras kepalanya dengan tembok. Bagaimana bisa ia menyetujui permintaan Lisa untuk makan malam di rumahnya. Padahal Hanna belum sempat pergi ke supermarket untuk berbelanja sayur mingguannya. Jika ia delivery order saat ini akan terlihat sekali bahwa ia bukan ibu yang baik untuk Raga yang tidak bisa memasak untuk anak. Bukan... bukan dirinya tidak bisa memasak, namun Hanna tahu bahwa sejak dulu Adit memiliki kebiasaan untuk makan dengan lima menu masakan yang terhidang di meja makan. Baiklah, tidak hanya Adit, dirinya juga dulu seperti itu namun semua berubah kala dirinya diusir dari rumah dan Hanna tahu bagaimana sulitnya mencari uang. Karena itu juga Raga tidak pernah ia didik seperti orangtuanya dulu mendidiknya. Raga benar-benar hidup seperti anak lain yang harus bisa makan dengan apapun yang ada di meja makan. Kalo Raga mau memil