ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Angel menutup buku kuliahnya dan segera membenahi barang-barangnya untuk bersiap keluar kelas. Mata kuliah terakhir sebelum jeda satu jam baru saja berakhir. Tidak ada rencana khusus selama jeda kuliah. Michelle dan Austin mengajaknya untuk makan siang di luar kampus namun gadis itu menolak karena dia sedang malas ke mana-mana. Walaupun belum ada tujuannya yang jelas Angel tetap memutuskan untuk meninggalkan kelas. Baru saja keluar, dia sudah dihadang oleh seorang pria tampan yang menunjukkan senyum lebar sampai gigi putihnya terlihat. Angel membeliakkan mata, tampak tidak senang dengan kehadiran pria itu. "Siang, Cantik, mau pergi makan siang denganku hari ini?" tawar pria itu. "Tidak.""Ayolah, kemarin kan aku sudah memenuhi keinginanmu untuk menjahili Stella, kenapa kau masih menolakku. Katanya imbalannya aku bisa kencan denganmu kapan pun selama satu minggu.""Teruslah bermimpi sampai dunia kiamat, Reyand."Angel meninggalkan pria itu tampak pikir panjang. Masa bodoh dengan teriakan dan juga rengekan menyebalkannya yang meminta Angel kembali."Ha ha, yang sabar ya Reyand. Silakan coba misi berikutnya sampai hati Angel luluh," ungkap salah satu teman Angel sambil cekikikan mengejek."Benarkah, aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan hatinya, kan?""Tentu saja, kau pasti bisa membuatnya jatuh hati padamu," sahut teman Angel yang lain."Kapan tepatnya keajaiban itu akan terjadi?""Nanti, kalau sudah kiamat, ha ha ha.""Sialan!" Angel berjalan seorang diri ke kafetaria kampus. Perutnya sudah bernyanyi keras meminta diisi, akan menghabiskan banyak waktu jika dia keluar kampus maka kafetarialah pilihan paling tepat di saat kondisi seperti ini. Angel duduk di bangku paling ujung, dekat dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan asri taman kampus yang memang menjadi salah satu spot favorit mahasiswa Nethern berkumpul selain Green Roof. Banyak bangku taman yang menyebar di beberapa titik. Biasanya tempat itu baru akan ramai mahasiswa ketika sore hari. Ketika sang surya tidak terlalu terik bersinar. Pasalnya taman kampus itu tidak memiliki atap pelindung. Ada pun tempat berkumpul yang sangat cocok untuk siang hari adalah di gazebo-gazebo yang juga berdiri di pinggiran taman itu dan di beberapa titik lain kampus tersebut. Puas memandangi keasrian taman kampus di seberang sana, Angel menoleh ke arah food counter berharap pesanannya segera tiba. Dan di sana, gadis itu mendapatkan pemandangan yang sangat tidak ingin dia lihat. Andai saja barusan Angel tidak menoleh dan tetap memerhatikan keasrian taman mungkin dadanya tidak akan sepanas sekarang. Sial!"Kak Jaydan mau makan apa? Biar Naina yang pesankan.""Tidak usah, aku bisa sendiri," jawab pria itu sopan."Loh Nai, Jaydan saja yang dapat tawaran nih? Aku bagaimana?"Gadis berambut panjang dengan senyum tulus itu kemudian mengekeh sambil menyampirkan sebagian rambutnya ke belakang telinga."Iya, Kak Karel juga mau pesan apa nanti sekalian Naina yang pesankan. Kalian pilih tempat duduk saja.""Tidak usah he he, kita pesan bareng-bareng saja agar kau tidak repot." Angel harap fasilitas kafetaria ini dilengkapi dengan dinding kedap suara, kalau perlu bangun sekat di setiap mejanya agar setiap pengunjung punya privasinya masing-masing dan tidak terganggu oleh pengunjung lain. Ada beberapa banyak opsi menu yang bisa dipilih mahasiswa, dari sekian banyak menu makanan enak itu, Jaydan memilih sup seafood ditambah semangkuk kecil nasi untuk makan siangnya kali ini. Naina memesan menu yang sama sedangkan Karel menjatuhkan pilihan pada junk food terenak menurut lidahnya, burger big size. Setelah mendapat makanan masing-masing, ketiga orang itu pun mencari tempat. Awalnya perhatian mereka hanya tertuju pada seorang pelayan yang melangkah di depan mereka untuk mengantarkan pesanan pada meja di dekat dinding kaca. Dari sana mereka menemukan satu meja kosong yang cukup dihuni empat orang. Mereka pun melangkah ke meja itu dengan semangat dan seketika melambat ketika tahu bahwa satu-satunya meja yang dianggap kosong itu tidak benar-benar kosong. Ada penghuni di sana. Seorang gadis yang baru saja menerima pesanannya. Jaydan dan gadis itu sempat beradu pandang namun Angel segera memutus kontaknya duluan. "Haduh, ada Nenek Sihir. Di mana kita akan duduk sekarang?""Apa maksudmu di mana, ada tiga kursi kosong di sana," jawab Jaydan enteng."Maksudmu kita harus duduk satu meja dengan Nenek Sihir itu?" bisik Karel di telinga Jaydan. Pria itu tidak menggubris ocehan Karel dan terus melangkah tanpa hambatan dan keraguan ke tempat tujuannya.Jaydan menyimpan nampan makanannya di atas meja ketika Angel hendak melakukan suapan pertama. Upaya itu akhirnya ia tangguhkan karena merasa terganggu dengan kehadiran pria tidak tahu diri di depannya."Siapa yang menyuruhmu duduk di sini?""Aku," jawab pria itu singkat tanpa membalas tatapan."Pindah," usir Angel masih penuh ketenangan."Kenapa kalian masih berdiri di sana? Kemarilah dan cepat makan, waktu kita tidak banyak sebelum lanjut ke mata kuliah berikutnya," titah Jaydan pada Naina dan Karel yang belum beranjak dari tempat semula.Setelah memastikan bahwa keadaan di sana aman, Karel pun memutuskan untuk menghampiri Jaydan bersama Naina. Naina duduk di sebelah Jaydan sedangkan Karel dengan drama keberatannya terpaksa duduk di samping Angel yang masih bergeming bisu diselingi desahan berat. "Kurasa perintahku sudah cukup jelas tadi. Cari tempat lain sebelum aku menumpahkan isi makanan kalian.""Jangan begitulah Angel, kita ini kan teman seangkatan, harusnya kau bersikap lebih baik pada kami.""Teman siapa yang kau maksud? Aku tidak pernah sudi berteman dengan pria brengsek, pria bodoh, dan gadis penjilat sepertinya. Jadi sekali lagi kuminta baik-baik, cepat pergi dari hadapanku!" "Bisakah kau berhenti memaki? Tidak hanya hatimu yang busuk, ternyata mulutmu lebih busuk dari sampah."Itu kata-kata paling kejam yang pernah Angel dengar selama hidupnya. Kali ini dia benar-benar marah dan kuasa menahan emosi. Ingin rasanya gadis itu menampar pipi Jaydan sekeras mungkin atau biar Angel siram saja sekalian wajah tampan itu dengan kuah kare pesanannya tadi. "Dan kau adalah laki-laki terbodoh yang pernah aku kenal di dunia ini. Menolak permata indah demi sebuah kerikil yang tak berguna. Otakmu dungu karena mudah terperdaya dan dijilat oleh jalang sepertinya."Brak!"Jaga ucapanmu, Naina bukan gadis seperti itu. Sebaliknya, sebutan tadi harusnya disematkan padamu. Gadis sombong yang suka mempermainkan hati pria. Kau pikir, kau hebat hanya karena banyak pria yang menyukaimu? Tidak, Lee Angel. Alih-alih berkelas, kau lebih mirip perempuan tidak tahu diri. Murah-""Jay!" sentak Karel mengingatkan agar sahabatnya itu tidak berlebihan. Angel sudah mulai berkaca-kaca namun dia segera menelan kembali semua rasa sakit dan juga air mata yang hendak memberontak keluar. Naina sudah terisak sendu, air matanya berlinang dan sesekali menghapusnya. Gadis itu tampak sangat sakit hati karena disebut jalang oleh Angel. Karel dan Jaydan bahkan menaruh iba padanya dan ikut menyimpan kekesalan yang luar biasa pada mulut lancang Angel. "Kenapa berhenti? Lanjutkan saja, aku sudah siap mendengar makianmu. Hanya karena kau putra dari rektor kampus ini, kau merasa paling hebat dan selevel denganku, Kim Jaydan? Simpan rasa tinggi hatimu. Aku pernah menyukaimu namun bukan berarti aku tidak bisa menyingkirkanmu dengan mudah. Aku bahkan bisa menendang ayahmu keluar dari kampus ini hanya dengan mata tertutup.""Aku tidak pernah takut dengan semua ancamanmu. Keluar dari kampus ini tidak akan membuatku mati kelaparan. Jika memang kau mau menendangku keluar, silakan. Aku tidak takut sama sekali. Satu hal yang pasti, orang sepertimu tidak akan pernah bisa bahagia. Orang-orang sombong ditakdirkan untuk hidup menderita dan kau akan segera merasakannya. Camkan itu!"
Semuanya masih terasa seperti mimpi bagi Angel. Ujian hidupnya sungguh berat dan dia takjub pada dirinya sendiri karena bisa kuat dan bertahan sampai detik ini. Detik di mana ia bisa mengulang semua adegan demi adegan kehidupannya yang tak menyenangkan hanya dalam ingatan dan kenangan. Mendapat penolakan Jaydan di awal cerita, kehilangan sang ayah, dibenci semesta, berseteru dengan sahabat dan keluarga, bahkan sampai mendapat teror pembunuhan oleh dua orang gila yang dibutakan obsesi dan dendam kesumat.Ujian-ujian itu sungguh berat ketika dijalani namun ketika Angel berhasil melewatinya hanya tersisa perasaan lega terlepas dari hasilnya yang baik atau sebaliknya Angel tidak peduli. Dari semua kejadian yang menimpanya, Angel belajar banyak hal baru. Tentang rasa saling menghargai, pentingnya mempercayai seseorang, persahabatan yang tulus, pentingnya dukungan keluarga. Hal-hal sederhana yang tanpa sadar mampu menjadi penangkal berbagai masalah buruk dalam hidup.Memang
Tubuh Angel menghantam lemari sampai bergetar. Punggungnya terluka terkena pecahan kaca. Gerry terus melakukan serangan bahkan ketika Angel sudah tak berdaya karena lemas. Darah keluar sari telapak tangannya yang tersayat pecahan kaca.“Mati kau Angel Lee!” teriak Gerry siap menginjak bagian dada Angel.Sayang, sebelum aksinya berhasil sebuah tendangan mendarat di punggungnya dan Gerry pun tersungkur. Jaydan pelakunya, dia datang di momen yang tepat.“Angel,” cicit Jaydan khawatir, ia membantu kekasihnya untuk berdiri.Sementara Karel langsung melepaskan jaketnya dan menutupi bagian atas Alessa yang compang-camping. Amarah Karel mendidih, dia ingin melenyapkan Gerry dengan segera namun sekarang yang terpenting adalah Alessa. Lelaki itu ingin memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk sang kekasih.“Kamu tunggu di sini,” kata Jaydan lagi setelah menyisihkan Angel ke tempat yang aman.Tatapan nyalang tak ter
Di tangan Naina ada sebuah boneka beruang yang cukup lucu. Ia mendekati Angel seraya memamerkan senyum mengerikan ala psikopat yang ada di film-film thriler. Tangan satunya lagi memegang belati yang masih berlumuran darah Moca. Darah Angel mendidih detik itu juga, ia ingin berontak tapi waswas Naina menyerangnya dengan benda tajam itu."Kak Angel, kau mau tahu tidak bagaimana caraku menganiaya kucing kesayanganmu?" tanya Naina dengan suara dibuat seramah mungkin."Pertama, aku tangkap dia seperti ini," katanya sambil mencekik leher boneka beruang."Lalu dia mengeong kesakitan, aku yakin kau pasti menangis guling-guling kalau melihatnya. Setelah itu, aku sayat lehernya begini!"Sret!Suara robekan terdengar begitu nyata, Angel membayangkan boneka itu adalah Moca. Napasnya tiba-tiba sesak, dia tidak sanggup mendengar kelanjutan cerita Naina."Setelah itu aku tusuk bagian perutnya sampai seluruh jeroannya keluar seperti ini."Naina mengh
Tangan kanan Gerry menangkup pipi Angel sekuat mungkin, “Tidak usah berlaga bodoh, Angel Lee. Aku muak melihatnya! Ayo jawab, di mana kau melihat Antonio mati, hm?”“Apa urusanmu? Kenapa kau ingin tahu hal itu?”“Aku? Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang anak malang yang harus kehilangan ayah terkasihnya karena monster kejam seperti ibumu. Antonio itu ayahku, Angel Lee, dan ibumu merenggut nyawanya dengan sadis tepat di depan matamu. Kau ingat sekarang, hah?!”Gerry mendorong kepala Angel sampai membentur lantai, Alessa memekik—ingin membantunya tapi tak bisa karena kedua tangannya terikat. Alhasil Alessa hanya bisa menangis sambil memohon ampun pada Gerry.“Kau dan ibumu sama-sama perempuan monster, Angel Lee! Kenapa kau masih hidup, hah? Akan lebih baik jika orang-orang seperti keluargamu mati cepat dan berkumpul di neraka! Tebus semua dosa kalian selamanya!”Angel menangis, dia ingat kejadian
Penculikan ini terjadi beberapa saat lalu, tepatnya saat senja menghilang dan langit menggelap. Angel dan keluarga Alessa tengah bersiap menutup kedai. Para pengawal pun terlihat masih setia menanti nonanya di depan sana. Tepat pukul delapan persiapan untuk pulang sudah selesai. Ibu dan adik Alessa naik ke mobil lebih dulu sedangkan Alessa dan Angel keluar terakhir karena harus mengunci kedai terlebih dahulu.Tersisa dua pengawal yang masih menunggu Angel, tiba-tiba gerombolan pria berpakaian hitam berdatangan. Jumlahnya cukup banyak, mungkin ada sepuluh sampai lima belas orang. mereka memukuli pengawal Angel dan langsung menyeret Angel dan Alessa ke mobil. Pengawal yang sebelumnya sudah masuk mobil mencoba melawan namun mereka kalah jumlah dari kumpulan gangster itu.Sepanjang perjalanan Angel dan Alessa berontak, mereka baru diam ketika sang penculik membius keduanya sampai tak sadarkan diri. begitu membuka mata Angel sudah berada di sebuah bangunan yang membawa memo
“Di mana Angel?” tanya Jaydan berusaha mengatur napas dan amarahnya, dia tidak ingin terlihat terpancing oleh Naina.“Dia ada di depanku bersama si cupu, temannya yang sangat loyal. Kakak ingin mendengar suara mereka?”“Argh, sakit ...,” ringis Alessa, Karel yakin itu suara kekasihnya.Dia mendekat pada Jaydan—langsung memaki tindakan Naina.“Berengsek! Kau apakan kekasihku, hah?!”Karel lebih emosional dibanding Jaydan, hatinya sakit mendengar jerit kesakitan Alessa di sana.“Aw, rupanya kau sudah jadi kekasih si Cupu, kak Karel. Aku tidak melukainya kok, kau tenang saja. kami hanya sedikit bermain-main. Di depanku sekarang sudah ada tali tambang, bensin, dan pisau tajam yang kugunakan untuk mencabik tubuh kucing kesayangan Angel. Kira-kira kau dan kak Jaydan ingin kami memainkan benda yang mana?”“Sekali kau sentuh Alessa, kau akan mati di tang