Share

Satu Gedung

Dona menggelengkan kepalanya mengingat pria bernama Fandi yang dengan kurang ajarnya mengatakan dirinya berisik, lebih mengejutkan lagi pria tersebut tinggal satu lantai dengan dirinya, tempat mereka sama-sama berada di paling ujung. Dona tahu jika tempat yang ada di ujung bukan tempat sembarangan, harganya tidak murah bahkan cenderung mahal, tidak berbeda jauh dengan tempatnya ini.

“Artinya dia bukan pria sembarangan.”

Memilih tidak peduli dengan membuka lemari esnya yang sialnya dalam keadaan kosong, Dona melupakan satu hal jika dirinya sudah cukup lama tidak mendatangi tempat ini, biasanya selalu meminta seseorang membersihkan dan mengisi lemari es yang harus diganti tiap minggunya, tampaknya orang tersebut lupa mengisi kembali.

“Vi, kamu lupa isi lemari es?” tanya Dona ketika sambungannya diangkat.

[Ya, hari ini mau beli. Kamu mau nitip apa gitu? Kirim pesan aja nanti aku belikan sekalian]

“Bukan bibi yang bersihin?”

[Bibi, Dona. Masalah lemari es aku yang isiin]

“Kalau gitu aku aja yang belanja, kamu kan harus menggantikan aku di kantor. Kamu kirim aja apa yang harus aku beli, nanti aku belikan sekalian.”

[Aku kirim setelah ini]

“Kamu kesini atau gimana?”

[Kalau kamu tidur sana pastinya aku kesana, mana mungkin aku biarin kamu sendirian setelah apa yang terjadi. Lagian kamu nggak tahu gimana Lucas tadi, bikin kepala pusing dengarnya sampai Anggi minta buat sabar]

Dona tertawa mendengar curhatan Vivi, saat di kantor mereka tidak akan bersikap santai seperti ini. Tidak ada yang tahu hubungan mereka berdua, mereka berteman sudah cukup lama, dimulai saat sekolah sampai akhirnya berhubungan dengan Azka, kembarannya. Dona sama sekali tidak menyangka mereka bisa menjalin kasih walaupun hanya beberapa bulan, semua tidak lain karena orientasi seksual Azka.

“Kalau tidur sini jangan lupa kasih tahu tunangan kamu.” Dona mengingatkan Vivi yang hampir putus gara-gara salah paham.

[Siap! Lagian Andrew udah baik sama kamu gitu]

“Aku cuman malam ini aja tidur sini, kamu temani malam ini aja. Kita bicarakan nanti, sekarang selesaikan pekerjaanmu.”

Dona mematikan sambungan mereka, membuat Vivi penasaran dan kesal adalah hal yang Dona sukai. Memastikan kembali apa saja yang harus dibeli, tidak perlu membeli banyak karena pastinya bundanya atau Vivi sendiri akan mengisi.

“Semangat!” teriak Dona keras.

Keluar dari unitnya dan langsung menuju ke supermarket yang ada didalam gedung ini, supermarket yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk membeli kebutuhan dari penghuni apartemen termasuk dirinya. Menatap catatan yang diberikan Vivi, hembusan napas dalam dikeluarkannya ketika membacanya.

“Ini mah kebutuhan dia sendiri bukan aku.” Dona mengatakan sambil menatap ponselnya.

Beranjak dari tempatnya setelah memastikan semua sudah dibawa, barang-barang yang dibutuhkan harus dibeli untuk mengisi dapur. Langkahnya menuju lift membuat Dona mau tidak mau menatap pintu yang berada di ujung, jarak lift berada di tengah tempat tinggal mereka. Berada dalam satu lantai yang tempat tinggalnya paling mahal dalam gedung ini, Dona tahu harganya karena ikut membayar dari ayahnya.

Supermarket apartemen tidak terlalu jauh dari unitnya, sudah cukup lama Dona tidak kesini dan artinya lama juga tidak di apartemen. Menatap catatan yang ada di ponsel sambil mencari keberadaan barangnya, terlalu lama tidak berada di apartemen dan supermarket membuat Dona harus mencari letak barang yang diinginkan.

“Banyak juga ternyata, kalau Vivi nggak lupa pastinya nggak akan sebanyak ini.” Dona menggelengkan kepalanya melihat trolly supermarket “Gimana aku bawa keatasnya?”

Dona mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Vivi, tujuannya bertanya bagaimana membawa barang-barang belanjanya.

“Bayar dulu nanti aku bantu bawain.”

Dona menghentikan gerakan tangannya yang akan menghubungi Vivi, membelakakan matanya saat melihat siapa yang berbicara, tidak lain adalah pria yang mengatakan dirinya berisik dan juga yang berada di cafe. Fandi, pria yang mengatakan hal tiba-tiba pada Dona barusan juga sama terkejutnya.

“Apa tidak merepotkan?” tanya Dona sopan.

“Kita berada dalam satu lantai yang sama, apalagi kita satu daerah.” Fandi menjawab asal “Kalau tidak...”

“Boleh, kalau tidak merepotkan.” Dona memotong perkataan Fandi yang berniat menarik bantuannya.

Fandi tidak tahu alasan utamanya membantu Dona, tapi mendengar kata-kata yang dikeluarkan termasuk masuk akal. Berada jauh dari tanah air, keinginannya untuk melupakan masa lalu bukan membuatnya antipati pada wanita.

“Kamu kerja disini?” tanya Dona yang penasaran.

Fandi menggelengkan kepalanya “Aku ambil pendidikan disini.”

Dona menatap tidak percaya “Mahasiswa tapi tinggalnya mahal juga.”

Fandi mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Dona “Ada yang salah dengan tempat tinggalku?”

Dona yang tersadar langsung menggelengkan kepalanya “Nggak sama sekali, sudah berapa lama tinggal disini?”

“Udah jalan tiga bulan mungkin, kenapa? Aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya.” Fandi menatap dalam Dona.

“Aku jarang tinggal disini.” Dona mengalihkan pandangan kearah lain.

Ditatap dalam oleh seseorang yang baru dikenal membuat Dona tidak nyaman, selama ini jika memang menatap dalam orang lain pastinya berhubungan dengan pekerjaan bukan hal pribadi seperti saat ini. Pertemuannya dengan Fandi bisa dikatakan baru dan tidak dengan cara yang benar diawalnya.

“Aku minta maaf kalau tadi mengganggu,” ucap Dona saat mereka berjalan keluar dari supermarket “Kamu beli apa tadi?”

“Buah, stoknya menipis daripada besok bingung lebih baik beli sekarang. Lemari es kamu kosong? Terlalu lama tidak ditempati?” Fandi menatap kantong belanjaan mereka.

Dona menganggukkan kepalanya “Aku tidak tinggal disini jadi pastinya kosong, tadi mau masak tapi sayangnya bahan tidak ada.”

“Kamu bisa masak?” tanya Fandi dengan nada tidak percaya.

“Kamu menghinaku?” Dona menatap tidak suka.

Fandi langsung menggelengkan kepalanya “Biasanya wanita jaman sekarang tidak bisa memasak.”

“Masak yang mudah aja.”

Perjalanan mereka diisi dengan percakapan, tidak seperti sebelumnya yang tampak kesal satu sama lain. Dona tidak menyangka jika bisa seenak ini berbicara dengan Fandi, pria yang baru ditemuinya beberapa jam lalu. Fandi sendiri tidak menyangka bisa terbuka seperti ini pada wanita setelah apa yang dilakukan mantannya, Dona tampak berbeda dengan mantannya tapi tetap saja tidak membuatnya bisa dengan mudah membuka hati.

“Akhirnya sampai juga.” Dona membuka suara membuyarkan lamunan Fandi “Kamu tinggal di ujung? Sendirian?”

“Ya, kamu sendiri?”

“Temanku kadang tidur disini.”

“Takut?”

Dona hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan Fandi, senyuman Dona membuat Fandi merasakan ada sesuatu yang terjadi, tidak mau terlibat terlalu dalam membuat Fandi memilih diam. Langkah mereka semakin dekat dengan unit Dona, mengalihkan pandangan ketika Dona membuka pintu menggunakan kode.

Masuk kedalam menatap ruangan Dona, tidak berbeda jauh dengan unitnya. Perabotan yang tidak terlalu banyak membuat tempat menjadi sangat luas, pemandangan indah yang tidak berbeda jauh dengan tempatnya. Melangkah sampai dalam dan berhenti di dapur, membuat Fandi meletakkan barang belanjaan Dona.

“Tetangga yang baik, maaf dan terima kasih untuk hari ini di pertemuan pertama kita.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status