Share

Satu Gedung

Author: nura0484
last update Last Updated: 2023-06-26 15:00:53

Dona menggelengkan kepalanya mengingat pria bernama Fandi yang dengan kurang ajarnya mengatakan dirinya berisik, lebih mengejutkan lagi pria tersebut tinggal satu lantai dengan dirinya, tempat mereka sama-sama berada di paling ujung. Dona tahu jika tempat yang ada di ujung bukan tempat sembarangan, harganya tidak murah bahkan cenderung mahal, tidak berbeda jauh dengan tempatnya ini.

“Artinya dia bukan pria sembarangan.”

Memilih tidak peduli dengan membuka lemari esnya yang sialnya dalam keadaan kosong, Dona melupakan satu hal jika dirinya sudah cukup lama tidak mendatangi tempat ini, biasanya selalu meminta seseorang membersihkan dan mengisi lemari es yang harus diganti tiap minggunya, tampaknya orang tersebut lupa mengisi kembali.

“Vi, kamu lupa isi lemari es?” tanya Dona ketika sambungannya diangkat.

[Ya, hari ini mau beli. Kamu mau nitip apa gitu? Kirim pesan aja nanti aku belikan sekalian]

“Bukan bibi yang bersihin?”

[Bibi, Dona. Masalah lemari es aku yang isiin]

“Kalau gitu aku aja yang belanja, kamu kan harus menggantikan aku di kantor. Kamu kirim aja apa yang harus aku beli, nanti aku belikan sekalian.”

[Aku kirim setelah ini]

“Kamu kesini atau gimana?”

[Kalau kamu tidur sana pastinya aku kesana, mana mungkin aku biarin kamu sendirian setelah apa yang terjadi. Lagian kamu nggak tahu gimana Lucas tadi, bikin kepala pusing dengarnya sampai Anggi minta buat sabar]

Dona tertawa mendengar curhatan Vivi, saat di kantor mereka tidak akan bersikap santai seperti ini. Tidak ada yang tahu hubungan mereka berdua, mereka berteman sudah cukup lama, dimulai saat sekolah sampai akhirnya berhubungan dengan Azka, kembarannya. Dona sama sekali tidak menyangka mereka bisa menjalin kasih walaupun hanya beberapa bulan, semua tidak lain karena orientasi seksual Azka.

“Kalau tidur sini jangan lupa kasih tahu tunangan kamu.” Dona mengingatkan Vivi yang hampir putus gara-gara salah paham.

[Siap! Lagian Andrew udah baik sama kamu gitu]

“Aku cuman malam ini aja tidur sini, kamu temani malam ini aja. Kita bicarakan nanti, sekarang selesaikan pekerjaanmu.”

Dona mematikan sambungan mereka, membuat Vivi penasaran dan kesal adalah hal yang Dona sukai. Memastikan kembali apa saja yang harus dibeli, tidak perlu membeli banyak karena pastinya bundanya atau Vivi sendiri akan mengisi.

“Semangat!” teriak Dona keras.

Keluar dari unitnya dan langsung menuju ke supermarket yang ada didalam gedung ini, supermarket yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk membeli kebutuhan dari penghuni apartemen termasuk dirinya. Menatap catatan yang diberikan Vivi, hembusan napas dalam dikeluarkannya ketika membacanya.

“Ini mah kebutuhan dia sendiri bukan aku.” Dona mengatakan sambil menatap ponselnya.

Beranjak dari tempatnya setelah memastikan semua sudah dibawa, barang-barang yang dibutuhkan harus dibeli untuk mengisi dapur. Langkahnya menuju lift membuat Dona mau tidak mau menatap pintu yang berada di ujung, jarak lift berada di tengah tempat tinggal mereka. Berada dalam satu lantai yang tempat tinggalnya paling mahal dalam gedung ini, Dona tahu harganya karena ikut membayar dari ayahnya.

Supermarket apartemen tidak terlalu jauh dari unitnya, sudah cukup lama Dona tidak kesini dan artinya lama juga tidak di apartemen. Menatap catatan yang ada di ponsel sambil mencari keberadaan barangnya, terlalu lama tidak berada di apartemen dan supermarket membuat Dona harus mencari letak barang yang diinginkan.

“Banyak juga ternyata, kalau Vivi nggak lupa pastinya nggak akan sebanyak ini.” Dona menggelengkan kepalanya melihat trolly supermarket “Gimana aku bawa keatasnya?”

Dona mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Vivi, tujuannya bertanya bagaimana membawa barang-barang belanjanya.

“Bayar dulu nanti aku bantu bawain.”

Dona menghentikan gerakan tangannya yang akan menghubungi Vivi, membelakakan matanya saat melihat siapa yang berbicara, tidak lain adalah pria yang mengatakan dirinya berisik dan juga yang berada di cafe. Fandi, pria yang mengatakan hal tiba-tiba pada Dona barusan juga sama terkejutnya.

“Apa tidak merepotkan?” tanya Dona sopan.

“Kita berada dalam satu lantai yang sama, apalagi kita satu daerah.” Fandi menjawab asal “Kalau tidak...”

“Boleh, kalau tidak merepotkan.” Dona memotong perkataan Fandi yang berniat menarik bantuannya.

Fandi tidak tahu alasan utamanya membantu Dona, tapi mendengar kata-kata yang dikeluarkan termasuk masuk akal. Berada jauh dari tanah air, keinginannya untuk melupakan masa lalu bukan membuatnya antipati pada wanita.

“Kamu kerja disini?” tanya Dona yang penasaran.

Fandi menggelengkan kepalanya “Aku ambil pendidikan disini.”

Dona menatap tidak percaya “Mahasiswa tapi tinggalnya mahal juga.”

Fandi mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Dona “Ada yang salah dengan tempat tinggalku?”

Dona yang tersadar langsung menggelengkan kepalanya “Nggak sama sekali, sudah berapa lama tinggal disini?”

“Udah jalan tiga bulan mungkin, kenapa? Aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya.” Fandi menatap dalam Dona.

“Aku jarang tinggal disini.” Dona mengalihkan pandangan kearah lain.

Ditatap dalam oleh seseorang yang baru dikenal membuat Dona tidak nyaman, selama ini jika memang menatap dalam orang lain pastinya berhubungan dengan pekerjaan bukan hal pribadi seperti saat ini. Pertemuannya dengan Fandi bisa dikatakan baru dan tidak dengan cara yang benar diawalnya.

“Aku minta maaf kalau tadi mengganggu,” ucap Dona saat mereka berjalan keluar dari supermarket “Kamu beli apa tadi?”

“Buah, stoknya menipis daripada besok bingung lebih baik beli sekarang. Lemari es kamu kosong? Terlalu lama tidak ditempati?” Fandi menatap kantong belanjaan mereka.

Dona menganggukkan kepalanya “Aku tidak tinggal disini jadi pastinya kosong, tadi mau masak tapi sayangnya bahan tidak ada.”

“Kamu bisa masak?” tanya Fandi dengan nada tidak percaya.

“Kamu menghinaku?” Dona menatap tidak suka.

Fandi langsung menggelengkan kepalanya “Biasanya wanita jaman sekarang tidak bisa memasak.”

“Masak yang mudah aja.”

Perjalanan mereka diisi dengan percakapan, tidak seperti sebelumnya yang tampak kesal satu sama lain. Dona tidak menyangka jika bisa seenak ini berbicara dengan Fandi, pria yang baru ditemuinya beberapa jam lalu. Fandi sendiri tidak menyangka bisa terbuka seperti ini pada wanita setelah apa yang dilakukan mantannya, Dona tampak berbeda dengan mantannya tapi tetap saja tidak membuatnya bisa dengan mudah membuka hati.

“Akhirnya sampai juga.” Dona membuka suara membuyarkan lamunan Fandi “Kamu tinggal di ujung? Sendirian?”

“Ya, kamu sendiri?”

“Temanku kadang tidur disini.”

“Takut?”

Dona hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan Fandi, senyuman Dona membuat Fandi merasakan ada sesuatu yang terjadi, tidak mau terlibat terlalu dalam membuat Fandi memilih diam. Langkah mereka semakin dekat dengan unit Dona, mengalihkan pandangan ketika Dona membuka pintu menggunakan kode.

Masuk kedalam menatap ruangan Dona, tidak berbeda jauh dengan unitnya. Perabotan yang tidak terlalu banyak membuat tempat menjadi sangat luas, pemandangan indah yang tidak berbeda jauh dengan tempatnya. Melangkah sampai dalam dan berhenti di dapur, membuat Fandi meletakkan barang belanjaan Dona.

“Tetangga yang baik, maaf dan terima kasih untuk hari ini di pertemuan pertama kita.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Behind The Close Door   End

    "Sudah tidur mereka?""Barusan, ada apa?" "Aku nggak menyangka kita bisa melewati semua masalah, punya anak-anak yang lucu.""Kamu nggak kasih aku istirahat, masa setiap tahun melahirkan kaya kejar target aja." Dona mengerucutkan bibirnya yang langsung mendapatkan ciuman singkat dari Fandi."Kamu hebat dan luar biasa, melahirkan tiga anak setiap tahun." "Kamu yang kebangetan nggak biarin aku istirahat." Dona mengerucutkan bibirnya "Tapi...waktu lihat mereka lahir rasa sakit seketika hilang, aku langsung jadi penasaran kalau punya lagi akan mirip siapa.""Tapi...kenapa anak kita dan Azka nggak ada yang kembar ya?" "Mau kembar?" Dona menatap tanda tanya."Bukan gitu, kalian berdua kan kembar terus kenapa anak kalian nggak ada yang kembar?"Dona mengangkat bahunya "Belum mungkin, sekarang juga nggak kembar.""Apa kita buat kembar setelah ini lahir?" Dona membelalakkan matanya mendengar kalimat

  • Behind The Close Door   Bicara Tidak Jelas

    "Kamu mau ke Singapore aja? Sudah yakin? Memang nggak pecah itu kepala diisi belajar mulu?""Aku buat karya ilmiah disana, setidaknya sampai anak kita lahir.""Kita disini juga nggak ada masalah.""Kasihan ayah sama bunda kamu, mereka pastinya butuh anak disana. Anggap aja sebagai bakti ke orang tua.""Gimana sama mama dan papa?""Disini ada banyak anak-anaknya, beda sama ayah dan bunda. Anaknya cuman kamu sama Azka, apalagi Azka lebih senang di agency daripada ngurus perusahaan disana. Azka bilang pecah kepalanya kalau urus perusahaan disana, dia coba udah gatal pengen keluar."Dona berdecih mendengar kata-kata yang Azka ucapkan ke Fandi, Azka memang nggak suka lihat angka atau apapun itu. Azka lebih menyukai suara musik, membuat musik membuat jiwanya tenang, tidak salah jika opanya menyiapkan masa depan mereka masing-masing."Dia bukan pecah kepala aja, tapi gatal pantatnya kalau kelamaan duduk lihat angka dan baca per

  • Behind The Close Door   Hamil

    "Tokcer juga.""Jelas!" Fandi berkata dengan nada bangga dan penuh kesombongan."Kita sama sekali nggak membayangkan kamu bakal hamil lebih cepat.""Sama, ma. Kita sama sekali nggak nyangka bakal secepat ini.""Kita jadi ikut bahagia waktu Fandi kasih kabar lewat pesan, percaya nggak percaya. Apalagi kalian langsung pisah, kamu sibuk sama kerjaan dan Fandi juga sama."Dona dan Fandi hanya tersenyum mendengar kalimat sang mama, sebenarnya memang tidak bisa ditebak sama sekali. Dona tidak merasakan apapun sama sekali ketika di Singapore, masalah pekerjaan membuat Dona yang tidak merasakan tanda-tandanya. Saat bertemu Fandi seketika terjadi perubahan dan mereka segera memutuskan perika menggunakan alat tes kehamilan yang dijual umum, hasilnya positif dan tanpa menunggu waktu langsung menuju dokter kandungan di rumah sakit. Hasilnya tidak jauh berbeda, tapi bagusnya mereka langsung mengetahui usia kehamilan yang ternyata sudah ada dari sebelu

  • Behind The Close Door   Pembicaraan Dalam

    "Kenapa, bang?""Masih lama Dona?""Abang ini aneh, masih ada satu jam kali."Fandi menghirup udara banyak agar sedikit lebih tenang, biarkan Lita menganggap dirinya merindukan Dona padahal memikirkan hal yang tidak penting."Pekerjaanmu bagaimana?" Fandi membuka pembicaraan terlebih dahulu.Lita menghembuskan napas panjangnya "Aku masuk waktu lagi banyak event, makanya aku sering pulang malam. Apartemen yang diminta Mbak Dona tempati bisa membuat aku nggak perlu dengar mama ngomel.""Kamu jadi kerja di H&D?" Fandi memastikan kembali.Lita menganggukkan kepala tanpa ragu "Kurang dua tahap lagi, bang. Aku juga sering ketemu Tama buat tanya-tanya, kadang kalau luang juga ke cafenya Mbak Naila buat belajar.""Memang ditempatin dimana?" Fandi tidak tahu pembicaraan kedua wanita tersebut."Rencananya sih agency, Mbak Dona minta aku disana bantuin Mas Azka. Mbak Reina yang mantan istrinya sudah nggak disana,

  • Behind The Close Door   MDR

    "Hubungan jarak jauh? Memang enak? Sudah menikah tapi pisah.""Sementara, lagian cuman beberapa hari.""Tetap saja nggak enak secara nggak ada yang menghangatkan, hubungi Ratih aja.""Kami sudah berakhir lama."Fandi meninggalkan meja setelah tidak ada pembicaraan lebih lanjut, pembicaraan yang tidak memberikan manfaat apapun. Dua hari setelah di rumah Vivi memberi kabar untuk ke Singapore dimana ada perusahaan yang membutuhkan dipastikan dan Dona sangat ahli dalam hal itu. Disamping itu harus melakukan rapat bulanan yang mengharuskan Dona dan ayahnya berada disana."Maaf, pak.""Pras, sudah mau wisuda?" Fandi menatap mahasiswa yang baru lulus atau bisa dikatakan telat."Ya, akhirnya.""Kemana setelah ini?" "Belum tahu, pak. Saya sudah bekerja di event organizer, bukan pekerjaan di firma hukum tapi setidaknya saya bekerja dengan posisi bagus.""Bagus kalau begitu, apa kamu nggak ingin melanjut

  • Behind The Close Door   Bulan Madu (21+)

    "Dalam...ahh...lebih....ahh...."Dona meremas rambut Fandi atas apa yang dilakukan dibawah, jilatan yang dilakukan dengan memasukkan jemarinya membuat Dona bergerak tidak menentu, menarik kepala Fandi menghentikan kegaiatannya dibawah sana. Melumat kasar bibirnya menyalurkan hasrat dan gairahnya, mendorong tubuh Fandi agar berbaring dan berganti dengannya.Memberikan sentuhan pada tubuh Fandi dengan gerakan sensual, melihat itu Fandi hanya bisa mendesah dengan meremas rambut Dona, bibirnya sudah beralih ke bawah dengan memegang milik Fandi. Memasukkan kedalam mulut, memberikan jilatan pada kepalanya sebelum memasukkan kedalam mulut, gerakan maju mundur dilakukan yang membuat Fandi mendesah keras atas perbuatan Dona, mendengar suara Fandi membuat Don semangat.Memberikan tatapan menggoda dibawah sana disertai dengan jilatan kasar pada milik Fandi yang diikuti dengan gerakan tangannya yang bermain pada telurnya, Fandi mendesah keras atas semua yang Dona laku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status