Share

Berbuat Baik

“Tampan?”

Dona memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Vivi setelah dirinya menceritakan tentang Fandi, pria yang ditemuinya di cafe dan berada dalam satu lantai dengannya.

“Kalau dia mahasiswa berarti usianya masih muda, nggak bisa kamu gebet itu. Sayang sekali.” Vivi memberikan ekspresi sedih yang lagi-lagi hanya bisa membuat Dona menggelengkan kepalanya.

“Kayaknya bukan berondong deh, aku lihat dia dewasa banget kaya Lucas gitu.” Dona mencoba mengingat Fandi.

“Kaya gimana ciri-cirinya? Masuk kriteria kamu nggak?” Vivi menatap penuh rasa ingin tahu.

“Makan dulu, aku udah lapar ini.” Dona menghentikan pembicaraan tentang Fandi.

Vivi menatap hidangan diatas meja, secara tiba-tiba berdiri yang membuat Dona menatap bingung dengan mengerutkan keningnya. Pandangannya mengikuti kearah Vivi yang mengambil kotak makanan, melihat itu membuat Dona semakin bertanya-tanya. Vivi berjalan kearah meja makan mengambil makanan yang baru selesai jadi, porsinya tidak terlalu banyak tapi akan terlihat banyak kalau hanya mereka berdua.

“Mau dibawa kemana?” tanya Dona ketika Vivi memasukkan dalam kantong.

“Mau kasih tetangga,” jawab Vivi santai yang membuat Dona membuka mulutnya tidak percaya.

“Buat apa? Masakan begini juga.” Dona menggelengkan kepalanya.

“Berbuat baik dengan tetangga, kamu antar sana.”

“Aku?” Dona menunjuk dirinya sendiri.

Vivi menganggukkan kepalanya penuh keyakinan “Ucapan terima kasih sudah membantu membawakan belanjaan.”

Dona menatap tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut orang kepercayaannya, Vivi akan berbeda saat di kantor dan diluar kantor. Vivi akan mengikuti kata-kata Dona saat berada di kantor, tapi jika sudah diluar jam kerja maka Dona yang mengikuti kata-kata Vivi.

“Sekarang?” Dona mengeluarkan pertanyaan bodoh.

“Menurut kamu? Udah sana, mau aku hubungi bunda?”

Dona berdiri, mengambil bungkusan yang sudah disiapkan Vivi. Langkahnya menuju keluar dari unit dengan Vivi yang mengikutinya, sebenarnya apa yang mereka lakukan saat ini tidak lain karena Vivi penasaran dengan Fandi. Dona bisa saja menolak tapi selalu tidak bisa jika berhadapan dengan Vivi, wanita yang tidak hanya sebagai asisten dan teman tapi juga saudara wanita.

“Lama.”

Dona memutar bola matanya malas saat Vivi menekan bel, mereka masih berdebat untuk pergi dari tempat ini atau memberikan makanan yang dibawa. Bel berbunyi dan pastinya tidak lama lagi Fandi akan membuka pintu, menatap Vivi dengan ekspresi penasarannya membuat Dona hanya bisa menggelengkan kepala. Pintu terbuka membuat Dona dan Fandi saling memandang, tidak tahu harus mengatakan apa saat ini, sampai cubitan kecil yang diberikan Vivi menyadarkan Dona.

“Ucapan terima kasih, hasil masakanku.” Dona menyerahkan tas berisi makanan.

Fandi menatap bingung “Terima kasih.”

“Indonesianya dimana?” suara Vivi membuat Dona dan Fandi menatap kearahnya.

“Oh...tinggalnya di Bandung tapi lebih banyak di Jakarta.” Fandi menjawab sopan.

“Kuliah disini?” tanya Vivi lagi yang diangguki Fandi “Tapi kenapa dewasa banget.

Dona memukul keningnya pelan mendengar pertanyaan Vivi, berbeda dengan Fandi yang tertawa mendengar pertanyaan Vivi.

“Usiaku sudah tidak muda lagi, kalian mau masuk kedalam?” Fandi membuka pintunya lebar.

“Tidak perlu.” Dona langsung menolak dan menarik Vivi agar menjauh “Selamat menikmati, maaf kalau rasanya tidak sesuai dengan lidahmu. Permisi.”

Fandi menatap kepergian kedua wanita hanya bisa menggelengkan kepalanya, masa lalu bersama dengan sang mantan membuat Fandi membatasi diri dekat dengan wanita dan baru ini dirinya bisa berlama tanpa ada kepentingan sama sekali. Tetangga, bisa dikatakan mereka tetangga walaupun tidak terlalu dekat. Fandi di ujung sedangkan Dona juga berada di ujung, pastinya wanita yang bernama Dona bukan wanita sembarangan.

“Ada makan malam gratis sambil ngerjain tugas.” Fandi menatap tas makanan dengan senyum lebar.

Dona menarik Vivi dengan memberikan banyak kata makian, tapi tampaknya tidak berdampak apapun pada temannya itu. Masuk kedalam kamar dimana Vivi langsung menuju dapur menikmati makanan yang tertunda, melihat itu Dona hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“Cakep dan dewasa, badannya...wow...pasti hot itu dan memuaskan.” Vivi mengedipkan matanya.

“Otak kamu kotor mulu.” Dona menggelengkan kepalanya.

“Oh...ayolah! kamu tahu kalau nggak semua pria bajingan kaya mantan suamimu itu, kamu sendiri harus membuka hati jangan terjebak dengan Irwan mulu.” Vivi memberikan saran yang membuat Dona terdiam “Masih banyak pria yang lebih baik dibandingkan mantan suamimu itu, mungkin Fandi termasuk yang baik.”

“Bisa juga masuk dalam golongan dia,” ucap Dona memperingati.

“Siapa tahu bisa lebih wow dibandingkan Irwan.” Vivi masih tetap dengan pendiriannya “Fandi terlihat bukan pria macam mantan suamimu, dia tampak seperti Irwan. Aku rasa kalian bisa dekat dan saling cinta dalam waktu tidak lama lagi.”

Dona menggelengkan kepalanya dan tertawa mendengar kata-kata Vivi “Kamu kebanyakan lihat berkas yang disuruh ayah sama Lucas?” Vivi menggelengkan kepalanya “Besok jangan dengerin mereka buat baca berkas-berkas itu.”

“Kalau nggak nurutin mereka, memang mau kamu yang baca? Kamu itu niat buat aku dipecat?” Vivi menatap horor Dona yang tertawa senang.

Melanjutkan kembali makanannya, tidak ada yang membuka suara kali ini. Vivi sendiri tampak fokus dengan makanannya, mengingat semua yang Vivi katakan tentang Fandi memang benar adanya. Wanita manapun pasti akan langsung jatuh hati pada Fandi, termasuk dirinya dan tidak berbohong akan hal itu. Mereka baru pertama bertemu tapi kesan pertama yang Fandi berikan memang tidak bagus, tapi setelah berbicara beberapa saat Dona seakan mengenal Fandi walaupun belum terlalu jauh.

“Aku tidur sini?” suara Vivi membuyarkan lamunan Dona.

“Andrew gimana?”

“Gampang mah dia, gimana?” Vivi menatap Dona dalam.

“Aku terserah kamu selama tidak merepotkan kalian berdua.”

“Apa minta tolong Fandi buat menemani?” Vivi memberikan usul dengan menaik turunkan alisnya.

“Nggak usah aneh-aneh! Kita baru kenal, kalau dia baik tapi kalau nggak? Siapa tahu dia pembunuh bayaran.”

Vivi bergidik dan langsung memukul lengan Dona “Kamu itu beri perumpamaan jangan aneh, kenapa? Aku jadi takut keluar nanti.”

Dona tertawa mendengar nada suara Vivi yang ketakutan, memilih tidak peduli dengan beranjak dari tempatnya untuk mencuci alat masak.

“Tapi serius si Fandi itu cakep loh,” ucap Vivi mengejutkan Dona.

“Kamu goda aja.”

“Ngarang! Andrew mau taruh dimana? Lagian ya, Don. Kamu nggak perlu pesimis masalah pria, aku yakin kalau nanti kamu bakal dapat pria yang sangat mencintai kamu seperti Irwan sama istrinya dan ayah ke bunda kamu.” Vivi menenangkan Dona dengan memberikan gambaran orang yang bahagia dengan pasangannya.

“Kalian berdua gimana?” tanya Dona menatap Vivi “Isinya bertengkar mulu, apa nggak bosan? Apa nggak lebih baik dipikirkan kedepannya bagaimana? Mau melanjutkan rumah tangga juga rawan.”

Vivi mengangkat bahunya “Aku cuman mengikuti arus, maunya gimana nanti. Lagian kami juga nggak terlalu dikejar waktu.”

“Kalian pakai pengaman, kan?” Dona memastikan.

“Ya, belum siap juga kalau tiba-tiba ada anak disaat hubungan kita begini.”

“Harusnya aku dulu nggak usah pakai pengaman biar bisa nikah sama Irwan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status