Share

Belahan Jiwa untuk Naya
Belahan Jiwa untuk Naya
Penulis: Ayzahran

1 || Pertemuan Tak Diduga

(Naya)

Suara alunan musik yang memekakkan telinga terdengar di sebuah club' malam di tengah kota. Muda-mudi tengah asyik menunjukkan kepiawan menari di bawah kelap-kelip lampu disko. Dentuman suara bass makin menggema membuat para pengunjung bersorak riuh.

Seperti biasa, setiap akhir pekan dikala senggang aku selalu datang kemari untuk melepas penat dan bersenang-senang. Aku baru saja tiba langsung mendekat ke arah konter bar.

"Seperti biasa!" kataku seraya duduk di atas kursi.

Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk pelan. 

Hari ini pikiranku sedang kacau karena perseteruan dengan ayah yang tak kunjung selesai. Ayah selalu egois dan terus memaksaku bekerja tanpa kenal lelah. Aku muak mengikuti semua perintahnya. 

Aku sudah menghubungi Gea untuk menemaniku dan mendengar curhatanku. Dia satu-satunya sahabat yang sangat dekat dan selalu ada di saat susah dan senang.

Sambil menunggu Gea, aku mulai meneguk minuman dengan perlahan. Pandanganku menyapu ke sekeliling, melihat para pengunjung mulai larut dalam kesenangan. 

Aku kembali meneguk minuman, kali ini tanpa jeda. Aku benar-benar butuh pengalihan untuk melupakan rasa sakit ini karena perkataan ayah yang menyakitkan. Apa ayah harus sekejam itu? 

"Naya!" Suara yang kukenal menyapaku. Gea sudah datang.

"Lama banget sih, aku udah jamuran tau nggak nungguin," omelku kesal. Sepertinya aku sudah mulai mabuk.

Gea menarik kursi dan duduk di sampingku.

"Maaf, tadi ban mobil aku kempes." 

Gea terlihat tulus, aku juga tidak berhak marah, syukur-syukur dia mau menyempatkan diri di sela-sela kesibukannya mau menemaniku. Aku memilih tidak menjawab dan terus meneguk minumanku dengan diam.

Aku mendengar helaan napas dari Gea. Sudut bibirku sedikit terangkat saat kulihat isi botol itu sudah kosong. Bahkan belum setengah jam, aku sudah menghabiskan satu botol sendirian.

Gea menahan tanganku saat aku hendak meneguk minuman lagi.

"Udah cukup Nay, kamu udah mabuk!" 

Aku menepis tangan Gea. Rasa pusing  perlahan menjalar, sepertinya pengaruh alkohol mulai menguasai diriku. 

"Kali ini masalah apalagi?"

Kulihat tatapan Gea mengiba padaku. Jelas saja dia khawatir, aku selalu mengalihkan masalahku lewat minuman. Berawal karena ayahku yang egois itu sampai aku harus minum dan akhirnya membuatku ketagihan. 

"Biasa, masalah sama ayah." Aku menggelengkan kepala yang mulai berat, mencoba untuk mengendalikan diri. 

"Lagi?" Kedua bahu Gea melorot. Dia pasti bosan mendengar hal itu saja yang terus aku keluhkan.

"Aku tuh butuh jawaban atas pertanyaan aku, ayah malah marah-marah nggak jelas. Ngeselin banget kan!"

"Iya, aku tau, kamu udah capek kerja dari pagi sampai pagi lagi tapi kamu nggak nikmatin hasilnya. Aku juga nggak ngerti isi pikiran ayah kamu."

"Makanya aku kesal, aku selalu dikekang dan nggak bisa bebas lakuin apa yang aku mau. Ayah selalu nuntut hak dia tapi nggak pernah lakuin kewajiban dia sebagai ayah!"

Aku menelengkupkan wajah di atas lipatan tangan, sudah tidak kuat lagi. Pengaruh alkohol membuatku benar-benar mabuk.

"Sabar ya, Nay. Aku yakin pasti ada solusi untuk hal ini."

"Aku ingin kabur aja, Gea! Atau nyemplung gitu di kolam ikan!" 

"Jangan ngawur! Tunggu di sini bentar, aku mau ke toilet dulu. Setelah itu kita pulang. Kamu udah mabuk. Bawa mobil nggak?"

Aku tak kuasa menjawab, memilih mengangkat tangan memberi isyarat tidak.

"Ya udah, tunggu di sini bentar."

Mendadak, aku ingin muntah. Perutku terasa panas dan dada ini mulai sesak. Aku melihat ke sekeliling dengan pandangan buram. Aku mengerjap, melawan rasa mabuk yang hampir tak bisa kukendalikan. 

Aku lantas turun dari kursi. Tanpa pertahanan, pijakanku terasa lemah dan membuatku terhuyung hingga hampir jatuh ke lantai. Aku mencoba membuat diriku sadar lalu perlahan berjalan mencari pintu keluar.

Aku memegang kepalaku yang terasa makin berat, menepuk kedua pipiku agar tetap sadar. Aku melihat lagi ke sekeliling, beberapa pengunjung pria tengah memperhatikan diriku dengan tatapan liar. Ingin rasanya aku colok kedua mata kurang ajar itu yang memandang diriku.

Tatapan itu makin buas ketika pandangan mereka tertuju pada paha mulusku yang tampak menggoda. Belum lagi bagian atas pakaianku, mengekspos belahan gundukan kembar membuat mata-mata liar tak henti memandang tubuhku. Mereka benar-benar mengambil kesempatan.

Aku terus berjalan, mengacuhkan tatapan kaum Adam yang membuatku risi. Begitu sampai di depan pintu, kulihat dua pria berbadan kekar yang berjaga. Mereka mempersilakanku keluar. 

Aku mengedarkan pandangan, beberapa kendaraan mewah yang berjejer rapi di parkiran membuatku makin pusing dan bingung. Entah yang mana mobilku. Semuanya terlihat sama.

Aku mendekat ke salah satu mobil, menerka mana mobil milikku. Aku merogok tas tangan, mencari kunci mobil. 

Aku memukul pelan kepalaku yang mendadak pikun. Aku teringat Gea, aku harus menyuruhnya menyetir. Aku memilih mencari kunci sebelum menelepon Gea. 

"Di mana lagi nih kunci?! Perasaan tadi udah aku masukin ke dalam tas." aku berbicara sendiri sambil terus mencari.

Aku mengeluarkan isi tas begitu saja, tidak menemukan apa pun. Hanya dompet, ponsel dan earphone juga beberapa helai tisu yang berhamburan di atas kap mobil bagian depan. Ya ampun, aku sudah sangat mabuk dan ingin segera pulang. Dalam keadaan begini, entah di mana kunci mobilku berada.

Aku menepuk dahi. Pasti lupa mencabut kunci. Itu yang kuingat. Tiba-tiba, suara alarm seketika berbunyi saat tanganku menyentuh gagang mobil. Apa mungkin aku salah mobil? Aku masih tidak sadar dengan apa yang aku lakukan. Pengaruh alkohol sudah menguasai diriku sampai aku lupa diri. Samar-samar, kulihat kedua penjaga mendatangiku. Tatapan mereka penuh selidik seakan aku membuat kesalahan.

"Nona apa yang Anda lakukan?" tanya salah seorang pria dengan penuh curiga.

"Eh?!" Aku menatap bingung. Masih belum sepenuhnya sadar. Kulihat lampu mobil yang berkelap-kelip dengan suara alarm yang tak kunjung berhenti. Mabuk ini membuatku hilang akal. Aku sudah salah mobil. Tapi aku masih bersikukuh itu adalah mobilku.

"Mau masuk ke mobil! Nggak boleh?!" Kulihat wajah kedua pria itu mulai tak bersahabat menatapku.

"Sayang, kamu salah mobil!" Seseorang tiba-tiba mendekat dan merangkul bahuku seenaknya.

Aku menatap bingung, tidak mengenali wajah itu.

"Maaf, ya, Pak. Pacar saya mabuk dan mengira ini mobilnya."

Walau mabuk, aku masih mendengar dia mengatakan aku pacarnya. Enak saja, sejak kapan aku pacaran dengannya? Dia pasti salah satu pria mesum yang ingin mendekatiku. Astaga, aku bahkan tidak bisa berteriak tolong. Kenapa dengan mulut ini yang tidak bisa berucap?!

"Ini bukan mobil kamu, untung aja aku datang tepat waktu. Yuk, pulang!" ajak pria itu membawaku menjauh dan mendekati ke salah satu mobil. 

Sebisa mungkin aku mengumpulkan kesadaran agar pria aneh itu tidak berbuat macam-macam denganku.

Aku lantas mendorong tubuh pria itu dengan keras hingga jatuh terduduk di atas tanah.

"Kamu?!" Aku menatapnya dengan raut tidak suka. 

Sayangnya aku sudah tidak kuat lagi, kepalaku makin berat dan pandanganku mulai menggelap hingga aku tak tahu lagi apa yang terjadi.

***

Cahaya matahari mulai berpendar menembus tirai. Keheningan di ruangan itu membuatku yang berada di balik selimut masih terlelap. Suara riuh lalulintas yang mulai memadati jalan ibukota samar-samar menyentuh indera pendengaranku.

Deringan ponsel yang begitu nyaring menarikku dari alam bawah sadar untuk segera bangun. Aku meraba, mencari letak ponsel dengan mata yang masih tertutup. 

"Bisa nggak jangan gangguin orang tidur!" omelku dengan suara khas yang masih sangat kantuk.

"Naya! Kamu di mana? Masih hidup 'kan?" 

Aku menjauhkan ponsel mendengar teriakan Gea di seberang sana.

"Aku nggak budeg, Gea! Nggak harus teriak juga!" kesalku.

Terdengar helaan napas dari Gea. "Aku tuh panik karena semalam nggak nemuin kamu. Panggilan aku juga nggak dijawab. Kamu baik-baik aja kan, Nay?"

"Emang aku kenapa?" aku bertanya bingung. 

"Kamu nggak ingat? Semalam kamu tuh mabuk, Nay!"

Aku mengerjap, mencoba mencerna ucapan Gea. Aku melihat sekeliling. Ruangan ini tampak asing bagiku. Aku meringis pelan, memegang kepalaku yang sakit. Badanku juga sakit semua.

"AAARRGGGHHH!!!!!" teriakku histeris.

"Naya, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Gea yang masih belum memutuskan sambungan telepon.

Aku melihat tubuhku yang tidak mengenakan sehelai benang. Pakaianku juga berserakan di lantai. Aku mulai panik ketika melihat warna berbeda di atas seprei.

"Ge—Gea! A—apa yang terjadi sama aku? Ada darah, Ge...."

Mataku berkaca-kaca, aku tidak tahu dan tidak ingat apa yang terjadi denganku.

"Darah? Darah apa maksud kamu? Kamu terluka atau apa?"

Aku mengamati lagi ke sekeliling. menyadari keberadaanku di dalam kamar hotel. Dari semua furnitur, ini adalah kamar VVIP.

Aku meringis, memegang bagian paha dekat selangkangan yang terasa nyeri. Aku menggigit bibir, mencoba menghalau ketakutan yang tiba-tiba mengarungi isi kepalaku.

"Gea, aku diperkosa!" 

"Apa?!" histeris Gea mendadak syok.

Sambungan terputus....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status