Seutas senyum di bibirnya mendadak berubah menjadi seringai mengerikan. Matanya melotot, tangannya bergetar. Gelas berisi jus tomat jatuh dari genggamannya. Cairan merah dengan segera membasahi lantai, serpihan kaca terpelanting dan berserakan.
Alena, baru saja mendapat kabar. Devano Arza –rekannya sesama bintang film- malam itu diciduk polisi atas kasus penyalahgunaan narkoba. Penangkapannya hanya berselang tiga hari setelah Zain Deff, seorang aktor juga ditangkap polisi atas kasus yang sama.
Pukul dua dini hari. Saat itu Alena tengah rehat di kamar apartemennya setelah aktifitas syuting yang sangat melelahkan. Sebelum membersihkan diri, ia ingin menikmati segelas jus tomat sambil mengecek isi kotak ajaibnya yang belum sempat tersentuh. Lalu berita itu muncul, menjadi trending topik di berbagai media sosial. Berita itu menghebohkan jagat hiburan tanah air sebab sang aktor tertangkap di tengah karirnya yang sedang melejit naik daun.
Alena gusar, terancam o
Loulia menatap wajahnya di hadapan cermin setengah badan di atas wastafel. Ia berdiri lama di situ, di toilet kamar tamu milik keluarga Rio Wijayanto. Lalu ia mulai melakukan gerakan senam wajah, dan mengatur napas. “Jadi ini… alasan loe ninggalin gue. Tega kamu Jod, tega!” Loulia membentak, marah dengan wajah memerah. “Buk… minta Buk…” Sejenak kemudian wajah Loulia berganti pilu. “Hahahaha… Kupastikan wanita itu tewas setelah menenggak kopi beracun.” Loulia terbahak dengan sorot mata tajam mengerikan. “Aku… juga mencintaimu, A. Setiap malam, hanya wajah Aa Yusuf yang.... Eh?” Loulia tercekat begitu menyebut nama pemuda itu. Loulia buru-buru menyeka wajahnya dengan air. Loulia berjalan tergesa ke luar toilet. Ia segera memburu remot AC kamar, mendadak tubuhnya menggigil kedinginan. Diraihnya selimut di atas kasur. Loulia salah tingkah, padahal barusan itu ia hanya latihan. “Dia sedang apa yah? Apakah sudah tidur?” Loulia resah.
Bagi Alena, detik waktu yang bergulir terasa bagai kepakan sayap burung patah, lambat dan lemah. Seandainya waktu bisa diatur, ia ingin malam ini berlalu secepat kedipan mata. Bahkan kalau bisa ia ingin melewatkannya saja. Ia tak tahan menanggung derita yang entah bagaimana mengakhirinya. Di balik gorden jendela kamar yang tersingkap sedikit Alena termangu. Pikirannya jauh menerawang ke surga dunia yang belum pernah ia jejaki. Rasanya ia ingin terbang bebas, menghirup aroma sejuk pedesaan. Alena menggigit bibir sendiri seraya mengintip lampu taman yang berkedip-kedip. Dilihatnya dua orang lelaki berpakaian hitam dengan tubuh tinggi kekar berdiri di sana. Penjara yang sempurna, batin Alena. Alena paham dirinya hanya korban, tetapi sulit baginya membuat sebuah pengakuan bahwa ia telah diperdaya seorang lelaki yang dengan licik merekam adegan suami istri yang ia lakukan. Video itu kini menjadi senjata yang kerap ditodongkan padanya jika ia mencoba menolak hasrat liar le
“Biar kuantar kalian ke sana,” ucap Rio sambil berlari kecil menuju garasi mobil. Baru beberapa langkah ia berlari Loulia buru-buru mencegahnya. “Tidak usah, terima kasih. Kami sudah banyak merepotkan.” “No… tidak merepotkan sama sekali malah menyenangkan. Biar kuantar-” “Tidak usah!” Cegah Loulia lagi, sedikit menyentak. Yusuf melongo melihat sikap Loulia. Loulia juga kaget dengan sikap spontannya barusan. Buru-buru ia menyambung kalimat, “Aku sudah memesan taksi online, sebentar lagi taksinya akan tiba,” ucap Loulia seraya menarik lengan Yusuf menuju pintu gerbang rumah keluarga Rio. Sedikit terseret Yusuf berjalan sebab Loulia menariknya keras seperti emak-emak menjemput anaknya yang seharian main di sawah. Meski begitu Yusuf tak lupa mengucap terima kasih pada Rio, “Terima kasih banyak ya. Assalamu’alaikum!” Rio yang dibuat terpatung oleh sikap Loulia segera membalas, “W*’alikumsalam. Hati-hati yah… Go
Terkunci langkah Yusuf ketika melewati sebuah patung cantik yang berdiri di sisi kanan koridor, penghubung lobi dengan ruangan lain di rumah Deon. Patung perempuan yang terbuat dari batu mengkilap itu tersenyum, matanya pun nampak hidup, ramah menyambut tamu yang datang. Karya seni yang sangat memukau, pemiliknya pastilah bukan orang biasa, dalam hati Yusuf berdecak kagum. Takjub, itulah kesan pertama Yusuf pada Deon. Rupanya, patung cantik tadi hanya satu dari sekian banyak simbol kekayaan Deon. Menyusuri koridor, Yusuf mendapati lebih banyak lagi benda-benda mewah terpajang di sisi kanan dan kiri, misalnya aneka tanaman yang sepertinya tak semua ada di dalam negeri, ia pastilah mendatangkan sebagian dari luar negeri. Sambutan hangat diterima Loulia dan Yusuf langsung dari Deon. Laki-laki itu menuntun mereka berjalan melewati sebuah ruang terbuka di dalam rumah, yaitu taman luas yang terkena sinar matahari langsung dari langit. Ada banyak pohon palm, juga batu-batu
“Sssst…” Loulia spontan meletakkan telunjuknya di bibir Yusuf. “Aku juga tidak tahu, mengapa mesti ada adegan seperti itu,” tutur Loulia setengah berbisik sambil kepalanya celingukan. “Duuh… aku juga jijay ciuman pertamaku harus sama dia,” lirih Loulia, gelisah sambil sesekali melihat wajah Yusuf. “Jangan lakukan itu, orangtuamu pasti marah kalau tahu ini... Ayo kita pulang!” bujuk Yusuf. Roman merah di wajahnya perlahan mereda di keremangan sudut rumah Deon. Ia memandangi Loulia dalam jarak yang sangat dekat. Dipandangi seperti itu Loulia mendadak berdebar gugup. Apa yang terjadi dengan pemuda ini? Yusuf yang pemalu dan sering menundukkan pandangan saat berbicara kini telah berani menatapnya selekat ini. “Apa kau cemburu?” tanya Loulia. Duh… bagaimana bisa aku menembaknya dengan pertanyaan menjurus seperti ini? Jerit batin Loulia, ia bahkan tak tahu perasaan Yusuf yang sebenarnya padanya. “Iya!” Degh! Jantung Loulia tersentak mendenga
Meski sudah kudapat ciuman pertamamu, lantas bukan berarti kau bebas dicumbu lelaki lain. Ah gadis ini… bagaimana bisa ia mengerti, jerit hati Yusuf. Detak jantung serasa memukul-mukul dadanya saat Yusuf mendengar keinginan Loulia. Di satu sisi, Yusuf bahagia mengetahui Loulia membalas cintanya, gadis yang selama ini hanya ada dalam hayalan hubungan suami istri, sebelum atau sesudah tidurnya. Sebentar lagi semua itu akan jadi kenyataan setelah mereka menikah. Namun di waktu bersamaan dadanya juga terasa sesak saat gadis itu berkeinginan teguh menempuh mimpinya. “A, aku kembali ke ruang itu ya.” Ambisi gadis itu menghalau perasaan tak enak yang memenuhi dadanya ketika sekilas melirik wajah Yusuf yang kembali memerah. Lama Loulia menunggu respon Yusuf, namun pemuda itu masih saja bergeming. Ketika Loulia berbalik ke arah pintu, gep… Yusuf menahannya sambil lirih berbicara di depan wajah Loulia. “Aku tak rela orang lain mencumbumu, bahkan kupasti
Loulia dan Yusuf memasuki ruang tempat dilakukannya casting, hati-hati dan waspada. Awalnya mereka berencana kabur, tapi tas mereka, yang berisi pakaian, ponsel juga sisa uang ada di ruangan itu, di sofa yang berhadapan dengan tempat Deon terduduk menanti Loulia. Lagi pula, rumah Deon memiliki penjagaan super ketat. Mereka tahu itu saat melirik sekilas beberapa laki-laki berbaju hitam di sudut-sudut rumah Deon saat Deon menuntun mereka masuk ke dalam rumah. Ke mana perginya orang-orang? Loulia bertanya-tanya dalam hati. Loulia tidak melihat Gibran, pun laki-laki dan perempuan yang sebaya dengannya tadi, pria bule Amerika itu pun tidak ada. Di ruang itu hanya tersisa beberapa laki-laki berbaju hitam dan tentu Deon yang telah menunggunya dengan wajah… tunggu, Deon tak terlihat kesal atau marah seperti dugaan Loulia. Ia malah nampak tenang, bahkan melempar senyuman saat melihat Loulia datang. “Hah… akhirnya kau kembali. Kupikir kalian tersesat di rumahku yang luas ini,”
Tubuh Loulia menggeletar, pucat pasi seperti mayat hidup. Setelah mengucap pamit tanpa sadar ia telah semakin kuat meremas jemari Yusuf sambil was-was menunggu respon Deon.“Baiklah… Silakan.” Deon merentangkan tangan.Loulia kaget. Dipikirnya Deon akan marah, bukan malah semudah ini membiarkan.“Kenapa bengong? Pulanglah!” seru Deon.“I-iya…” Loulia mengangguk. Ia bersama Yusuf kemudian berbalik untuk secepatnya keluar dari rumah itu.Tap!Tap!Tap!Anak buah Deon perlahan berjalan mendekati Loulia dan Yusuf. Senyuman dan tatapan mereka terlihat aneh, terkesan… menyeramkan! Firasat Loulia tak enak.“Punten…” Tubuh Yusuf setengah membungkuk khas adab sopan santun orang Sunda.Benar kecurigaan Loulia. Mereka tak memberi jalan bagi Yusuf yang menuntunnya. Hingga beradulah kepala Yusuf dengan dada membidang salah seorang dari mereka. Yusuf mendongak dan&hell