LOGIN"Apa maksudmu?" Valerie segera mendorong tubuh besar Zack lebih keras, lalu berguling ke samping.
Secepat kilat, Valerie meraih pakaian dan kembali memakainya. Dia tak perduli dengan Zack yang menatap ke arahnya. Valerie yakin Zack juga tak bisa melihat bentuk tubuh dan wajahnya. “Kalau boleh tau siapa namamu, Nona?” ujarnya, tapi Valerie tak berniat menjawabnya sama sekali, dia justru meraih tas miliknya di atas meja, lalu melangkah lebar menghampiri pintu. Namun, sebelum membuka pintu Valerie berkata, “Jangan pernah mengingat apa yang terjadi malam ini! Semua yang kita lakukan karena saling membutuhkan! Anggap saja semua ini tak pernah terjadi." "Kau yakin, Nona? Aku justru berpikir kau lah yang akan terus mengingat permainanku malam ini." "Cih, mimpi. Kau pikir kau siapa, sampai aku harus mengingat apa yang terjadi malam ini? Kau lupa, kau bukan pria pertama untukku? Jadi, mana mungkin aku akan mengingat apa yang terjadi malam ini." "Baiklah, kita lihat siapa yang akan mengingatnya, kau atau aku, Nona?" Mendengar itu Valerie justru semakin kesal. Dia pun berbalik. "Kau berharap kita akan bertemu lagi, Tuan?" tanyanya menyunggingkan sudut bibirnya ke atas. "Kau pasti sedang membayangkan permainan kita sebelumnya kan? Pasti aku lebih lincah dari wanitamu." Rahang Valerie mengeras mendengar kekehan Zack. “Tidak! Aku sama sekali tak membayangkan dirimu, Nona. Aku hanya tak percaya, kau sangat percaya diri sekali. Bukankah sebelumnya kau sangat kaku? Aku yakin kau sangat buruk di atas ranjang." "Itu karna aku takut kau pria tua dan buruk rupa. Aku harap kau tak seburuk apa yang kupikirkan, agar aku tak menyesal seumur hidup." Tak ingin identitasnya diketahui oleh Zack, Valerie segera berbalik dan membuka pintu, lalu keluar dari kamar. Dia terkejut saat mendapati seorang pria berdiri di depan pintu. Beruntung ia tak menyadari dirinya keluar. Tanpa ragu Valerie melangkah lebar menghampiri lift. Entah apa yang akan Valerie lakukan bila salah satu dari mereka melihatnya tadi. Selain dia akan mendapatkan masalah, itu pasti akan menjadi mimpi buruk untuknya. “Semoga saja aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Kuharap, mereka juga tak mengenaliku." * Berbeda dengan Zack yang justru tersenyum penuh kemenangan melihat pintu kamarnya tertutup rapat. Entah kenapa, dia merasa puas dengan percintaannya malam ini. Padahal, dia tak melihat wajah partner ranjangnya, tapi wanita itu sudah berhasil membuatnya klimaks. "Kau melihat wajahnya, Alvin? Aku yakin dia sangat cantik." "Tidak, Tuan." Zack melirik Alvin sekilas, lalu meraih wine di atas meja dan menenggaknya hingga tandas. "Wanita murahan itu tak meminta uang padaku. Apa dia lupa?" Alvin diam mendengarnya. "Cih, perempuan murahan. Aku benci wanita yang berpura-pura suci, tapi sebenarnya dia pemain." Zack meletakkan wine di tangannya sedikit keras ke atas meja. Beruntung meja terbuat dari kaca tebal, jadi tak hancur hanya dengan gelas yang Zack letakkan. Meski begitu Alvin tak berani menatapnya sedikitpun. Dia tetap menundukkan kepala dan berdiri tegak di samping sang tuan. Tak lama ponsel Zack berdering di atas meja, tapi Zack sama sekali tak berniat mengangkat sambungan telepon itu. Zack tau siapa yang menelponnya. Zack justru berpikir konyol. Entah apa yang ada di kepalanya saat ini, suara merdu Valerie masih terngiang di telinganya. Padahal, wanita itu sudah pergi dari kamarnya, tapi suara lembut itu seolah mengejek dirinya. "Sial, kau pikir kau siapa, Nona." * “Astaga, bagaimana ini, apa yang harus kulakukan?” Valerie memukul kepalanya yang berdenyut nyeri. Karna kebodohannya, dia kembali ke mension hampir tengah malam. Membayangkan mertua wanitanya dan adik iparnya, semakin membuat kepala Valerie berdenyut sakit. Ditambah lagi, bagaimana reaksi Edward saat melihatnya baru kembali pulang. Tak hanya marah dengannya, Edward pasti akan langsung mengusirnya. Lama Valerie berpikir di dalam mobil, tapi itu sama sekali tak menolongnya sedikitpun. Justru membuat dirinya semakin bersalah karena pulang lewat tengah malam. "Kuharap mereka sudah tidur malam ini." Tanpa ragu Valerie keluar dari mobil dan melangkah lebar menuju halaman belakang mension. Dengan gesit Valerie membuka pagar dan menyelinap masuk ke dalam mension. Valerie tak perduli dengan mobilnya yang berada di luar pagar. Ia akan memikirkan alasannya nanti. Untuk saat ini yang harus dia lakukan adalah masuk ke dalam, sebelum mereka menyadari dan memergokinya. Bola matanya berkeliaran ke sana kemari, memastikan tak ada orang lain yang melihatnya. Setelah yakin tak ada siapa pun, Valerie kembali mengayunkan langkah kakinya perlahan masuk ke dalam mension. “Sepi?" gumamnya. Valerie berpikir semua orang sudah tidur malam ini. Dengan langkah pelan dan berjinjit, Valerie masuk ke dalam dan menutup pintunya. Valerie tak tau di sudut ruangan Rachel melihatnya. Ia tersenyum penuh kemenangan. "Waow, pemandangan yang sungguh menakjubkan, Valerie." Tubuh Valerie menegang mendengar suara Rachel. Jantungnya berdetak kencang tak karuan. Detik kemudian Valerie berbalik, tapi sebelum itu Valerie merubah mimik wajahnya yang gugup. "Apa maksudmu, Rachel? Kau pikir aku pencuri? Aku bukan wanita miskin, Rachel." Rachel tertawa renyah mendengar jawaban Valerie, dan itu semakin membuat jantung Valerie berdetak kencang. Valerie takut Edward mendengar tawa Rachel dan melihatnya sekarang. "Valerie, Valerie, kau konyol. Aku bukan anak kecil yang bisa kau kelabuhi, Valerie. Lihatlah wajahmu yang pucat, kau takut Edward melihatmu, bukan?" Valerie memalingkan wajah ke arah lain dan mengumpat dalam hati. Bibirnya terus merapalkan doa, semoga saja Edward tak melihatnya. “Dari mana kau, Valerie? Jangan katakan, kau baru bertemu dengan pria lain di luar sana tanpa sepengetahuan Edward?" Valerie menoleh, menatap datar wanita yang tersenyum ke arahnya. Mencoba menyembunyikan perasaan gugupnya dari Rachel, karna saat ini jantungnya berdetak semakin kencang tak karuan. Tentu saja Valerie takut saat menyadari kebodohannya. Namun, dia harus tetap terlihat tenang seolah tak pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Dia juga tak boleh bersikap berlebihan yang akan mengundang Rachel tau sesuatu dan mencurigainya. "Apa mulai sekarang kau sangat peduli denganku, Rachel? Kau terlihat sangat penasaran denganku malam ini. Tapi sayang, aku tak ingin mengatakan sesuatu padamu, karna kau bukan siapa-siapa bagiku." Rachel masih tersenyum miring. Perlahan dia mendekati Valerie dan mengulurkan tangannya, tapi sebelum dia berhasil menyentuh Valerie lebih dulu menepis tangannya. "Jangan menyentuhku, Rachel. Aku tak suka tangan kotormu menyentuhku. Menyingkirlah, jangan ikut campur dengan apa yang kulakukan. Itu bukan urusanmu." Setelah mengatakan itu, Valerie berbalik. Tapi baru beberapa langkah dia menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Rachel. “Kau terlihat pucat dan berantakan, Valerie? Jangan katakan kau baru saja mengambil air minum?”Zack diam dan justru berbalik, lalu melangkah lebar menghampiri pintu, tapi langkahnya berhenti saat Megan berdiri di depannya. “Kau belum menjawab pertanyaanku, Zack. Kau mengenal Valerie, dan apa hubunganmu dengannya?” tanya Megan semakin gelisah. “Bukan urusanmu, Megan.” Megan menggelengkan kepala keras mendengarnya. “Jawab Zack. Ada hubungan apa antara kau dan Valerie? Kau datang menemuiku setelah bertahun-tahun hanya menanyakan dia. Tak mungkin ini suatu kebetulan.” Zack diam, wajahnya masih sama datar dan dingin. Dia sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan Megan. “Apa karna Valerie kau memutuskanku tiba-tiba, Zack?” Zack menyunggingkan sudut bibirnya ke atas. “Jangan membawa orang lain dalam hubungan kita, Megan. Apa yang kulakukan padamu, sama sekali tak ada hubungannya dengan Valerie.” Setelah mengatakan itu Zack melanjutkan langkahnya membuka pintu. Tak peduli dengan panggilan Megan. “Cari tau di mana Valerie berada saat ini!” titahnya pada Alpi yang mengiku
“Apa ini?” tanya Edward terkejut melihat berkas perceraian di tangannya. “Siapa yang berani melakukan ini? Aku tak pernah ingin menceraikan Valerie!”“Maaf, Tuan Edward. Nona Valerie yang ingin bercerai dari Anda, dan Nona sudah menandatangani berkasnya.”Edward terkejut mendengar ucapan pria di depannya. Berbeda dengan Martha serta Rachel yang tak peduli dan justru terkesan senang mendengar semua itu. Tapi yang sebenarnya mereka juga kecewa saat mendengar ucapan dokter. Martha berpikir Edward memang harus lepas dari Valerie, dan dia berhak mendapatkan kebahagiaan, meski kebahagiaan itu sudah hilang sekarang. 'Bukankah Edward bisa mencari yang lain, yang jauh lebih baik.’ Itulah yang ada di kepala Martha saat ini. Sekali lagi Edward mengalihkan pandangannya pada berkas di tangannya. Detik kemudian Edward meremas berkas di tangannya dan berkata, “Sampai kapanpun, aku tak akan pernah menceraikan Valerie.”“Apa maksudmu, Edward. Apa yang kau harapkan dari perempuan sial sepertinya. J
Plak.. Valerie terkejut dan meringis kesakitan mendapatkan tamparan keras dari Edward. Dia menyentuh pipi kirinya yang terasa panas dan kram. Valerie yakin pipinya memerah saat ini. Sementara Edward merasa menyesal telah menampar Valerie, tapi mengingat Valerie telah berselingkuh bahkan berani membawa pria itu kemari, dadanya kembali bergejolak. “Selama kau menjadi istriku, aku tak akan membiarkan kau selingkuh dariku, Valerie. Apalagi sampai membawa pria itu lagi kemari!” Valerie menyunggingkan sudut bibirnya ke atas mendengar penuturan Edward. Dia menoleh dan menatap Edward tak kalah tajam. “Kau lupa selama ini kau lah yang berkhianat Edward, bukan aku. Kau selalu menipuku dengan alasan pekerjaan, tapi yang sebenarnya kau bersama Emily, aku tau itu!” Edward terkejut mendengar teriakan Valerie. Dia juga sedikit kaget melihat raut wajah Valerie yang tak seperti biasanya. “Kau pikir aku tak tau jika selama ini kau menipuku, Edward. Jangan kau pikir aku perempuan bodoh yang
“Kenapa dia tak datang hari ini, apa yang dia lakukan bersama Edward?” Zack mengepalkan kedua tangannya membayangkan Valerie sedang bersama Edward di dalam kamar dan melakukan hubungan suami-istri. Prang.. Alvin terkejut mendengar suara keras, dia mengangkat kepalanya sekilas lalu menunduk dalam melihat meja kaca hancur berkeping-keping. “Cari tau di mana Valerie, apa yang dia lakukan bersama Edward?” ujar Zack keras. Detik kemudian pintu ruangannya terbuka, Valerie berdiri mematung melihat kekacauan di dalam ruangan Zack. Berbeda dengan Zack yang berdiri seketika menyadari kehadiran Valerie. “Kau tau ini pukul berapa, Valerie?! Dari mana saja kau sampai mengabaikan tugasmu? Apa kau sudah bosan bekerja di sini? Kau terus memancing kemarahanku, Valerie!” Valerie memejamkan matanya sekilas mendengar teriakan Zack di telinga. Perlahan dia masuk ke dalam dan berdiri sedikit jauh dari Zack. “Maaf, aku terjebak macet di jalan.” Zack menyipitkan matanya mendengar jaw
“Nona yakin ingin menggugurkan kandungan Anda?” Valerie diam mendengar pertanyaan Megang. Kedua tangannya meremas perut yang masih rata, sementara otak kecilnya dipenuhi dengan berbagai pikiran buruk. “Kenapa Anda ingin menggugurkan kandungan Anda, Nona? Bukankah ini yang Anda inginkan sejak dulu, memiliki anak dari Tuan Edward.” “Dia bukan anak Edward, Megan.” Kali ini Megan yang terkejut mendengar jawaban Valerie. Pandangannya menatap intens mata Valerie, mencari suatu kebohongan di sana. Tapi detik kemudian Megan menggelengkan kepala pelan. “Bagaimana bisa, Nona? Nona berselingkuh dari Tuan Edward?” Valerie menoleh dan menatap dingin Megan. “Bukan aku yang berselingkuh, tapi Edward yang berselingkuh. Aku hanya membalasnya, karna dia yang selalu mengabaikanku. Apa aku salah membalas Edward yang berkali-kali menyakitiku?” Valerie berteriak tak terima mendengar ucapan Megan. Dengan kasar dia turun dari ranjang pemeriksaan, membuat Megan terkejut dan segera menghentik
“Janin!”Valerie terlonjak kaget mendengar ucapan dokter. Spontan dia meraba perutnya yang rata dan berpikir keras. “Ya, Nona. Untuk memastikan dugaan saya, sebaiknya Nona pergi ke dokter kandungan. Saya bisa membantu Anda menelpon rekan—”“Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri!” sahut Valerie memotong ucapan dokter. “Baiklah jika itu yang Nona inginkan. Untuk saat ini Anda harus banyak beristirahat agar janin Anda lebih baik, Nona. Saya tidak akan memberikan Anda obat, karna itu berakibat fatal untuk janin Anda.”Valerie diam mendengar penuturan dokter. Otak kecilnya masih berkeliaran jauh mengingat kapan terakhir datang bulan dan apa tanggapan Edward mengetahui dirinya hamil. Ya, Valerie berpikir apakah Edward akan senang mengetahui dirinya hamil, mengingat Emily juga hamil anaknya. Valerie tak yakin Edward akan senang, karna ia tak mencintai dirinya. Berbeda dengan Emily, Edward terlihat sangat antusias menyambut anak dalam kandungannya. Bahkan ia membawa Emily ke mension. Memba







