Share

Belenggu Cinta Sang Pewaris
Belenggu Cinta Sang Pewaris
Author: Rafli123

1. Jatuh Talak.

"Saya terima nikah dan kawinnya Husna Lavina binti wali hakim dengan mas kawin emas seberat 10 gram di bayar tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!!"

"Alhamdulillah,"

Tanpa terasa air mata Husna mengalir dari pelupuk mata teduhnya. Pria yang amat ia hormati kini telah resmi menjadi suaminya. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar dari hari pemihakannya meski dengan perjodohan. Jangan tanyakan cinta pada Husna, sejak lama ia menaruh hati pada pria yang kini menjadi imamnya. Namun cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.

"Sayang sekarang kamu sudah menjadi cucu menantu nenek. Temui Andaru, suamimu."

Husna memeluk wanita yang tidak lagi muda di depannya dengan perasaan haru. Hidupnya telah berubah setelah bertemu dengannya meski ujian tidak ada akhir datang menghampiri.

"Ya, Nek. Terima kasih untuk semuanya," lirih Husna di sela isak tangisnya.

"Hei, berhenti menangis. Lihat cantiknya hilang nanti, tunjukkan senyum indahnya pada nenek,"

Husna tersenyum melepaskan pelukannya, berlahan berbalik arah di mana wajah dingin suaminya yang ada di depannya dengan santun Husna menyambut tangan Andaru dan menciumnya seketika tubuhnya bergetar ketika wajah Andaru mendekatinya. Mengecupnya dengan lembut, tidak ada yang tahu apa yang di lakukan pria yang kini mendekatkan wajahnya kearah kening Husna.

"Jangan mimpi kau bisa menjadi ratu di rumah ini. Ingat, kau tetaplah pengasuh nenekku. Pengasuh tetaplah menjadi pengasuh tidak mungkin menjadi Nyonya." ucap Andaru dingin tatapannya tajam menghunus jantung Husna.

Husna tersentak mendengar kata-kata yang di lontarkan pria di depannya. Kata yang hanya bisa ia dengar sendiri, Husna berusaha untuk menyembunyikan air matanya sedetik kemudian bibirnya mengukir senyum indah.

"Kau gila."

Dua kata yang lontarkan oleh Andaru berhasil menghilangkan senyumnya. Terdiam sesaat sebelum ia menjawab perkataan Andaru.

"Terima kasih,"

Pernikahan berlangsung dengan sederhana hanya di hadiri oleh keluarga besar Andaru dan kerabatnya. Husna adalah seorang yatim-piatu sehingga tidak ada satupun kerabat yang datang.

"Kalian istirahatlah. Husna, mulai hari ini kamar kamu bersama dengan Andaru. Andaru bawa pergi istrimu, perlakuan dia dengan baik. Ingat jika saja kamu menyakiti Husna itu artinya kamu menyakiti nenek." Kata Abila yang tidak lain nenek Andaru penuh penekanan.

"Nenek jangan khawatir, aku akan memperlakukannya dengan baik." lirih Andaru.

"Kau akan tetap disini?"

Suara bariton mengejutkan Husna dengan langkah tertatih Husna mengikuti Andaru yang berada di depannya. Tanpa memperdulikan dirinya yang kesulitan menaiki tangga Andaru terus melangkah semakin jauh darinya.

"Andaru!! Bantu istrimu menaiki tangga. Cepatlah buatkan nenek cicit ya!! Supaya ada penerus keluarga kita."

"Nenek jangan khawatir soal itu, oke!!"

"Menyusahkan." bisiknya di telinga Husna.

"M— maaf, tuan."

Husna mengikuti langkah Andaru ke lantai dua dimana kamarnya berada. Tubuhnya yang lelah dan lengket membuat Husna ingin segera ke kamar mandi namun ia urungkan melihat wajah tidak bersahabat dari pria yang kini berkacak pinggang.

Husna tahu jika kemarahan Andaru karena mendengar permintaan neneknya yang memintanya untuk membantu mengangkat ekor kebaya panjangnya yang menjuntai ke lantai, maka ia bersiap menerima kemarahan Andaru.

Brakkkk!!

"Layani aku sekarang!!"

Husna terkejut mendengar suara dingin Andaru, tubuhnya seketika mematung. Tidak di pungkiri hal itu adalah tugas dan wajib hukumnya Husna melayani suaminya, tetapi cara dan sikap Andaru membuatnya berfikir ribuan kali untuk menerima terlebih ucapan Andaru masih terngiang di telinganya.

Andaru yang melihat Husna hanya diam mematung telah membangkitkan amarahnya tanpa memikirkan perasaan Husna, Andaru menarik tubuh Husna kembali mengeluarkan kata yang mengoyak hatinya.

"Kenapa diam? Bukankah sudah menjadi kewajiban seorang istri melayani suami? Sekarang aku meminta hakku. Cepat kemari atau kau lebih suka aku paksa?!"

Entah apa yang ada dalam hati Andaru ia mendorong tubuh Husna dengan kasar melepaskan pakaian yang melekat di tubuhnya penyatuan itu terjadi. Tanpa Andaru sadari linangan air mata mengalir begitu deras dari kelopak mata sendu Husna.

"Apa kau akan menjadi patung, disana? Ingat ini kamarku jangan sekali-kali kau tidur disana. Tempat tidurmu disini, cepat bangun aku tidak membutuhkan kamu lagi di sini."

Andaru menarik pergelangan tangan Husna menjatuhkan ke lantai tanpa belas kasih Andaru melemparkan selimut tebal pada Husna.

Husna terdiam melihat punggung Andaru laki-laki yang kini resmi menyandang status imamnya namun sayangnya sikap Andaru tetap sama dingin dan penuh kebencian padanya bahkan baru saja mereka melakukan penyatuan.

Andaru merutuki kebodohannya yang tidak bisa menahan dirinya saat melihat Husna yang kini telah halal untuknya. Kemarahannya pada sang nenek telah ia lampiaskan pada Husna, dengan merenggut kesuciannya adalah balasan yang tempat untuk wanita kampung. Lelaki mana yang tidak akan marah jika cintanya harus kandas dan menikah dengan wanita lain yang menjadi pilihan neneknya.

Husna memindai sekeliling lantai yang dingin tanpa adanya tikar untuk alas. Tempat tidurnya adalah lantai yang ia pijak, rasa nyeri dan tubuhnya yang remuk tidak membuatnya menyerah dengan tertatih Husna memungut pakaian yang berserakan akibat ulah Andaru.

Peletak

"Aww!!"

"Apa kau tuli hah?! Cepat bereskan kamarku dari kekacauan ini. Dan kau jangan sekalipun menyentuh barang pribadiku. Ingat, setiap detail kamar ini dan letak barangnya jika bergeser kau akan menerima konsekuensinya!!"

"Argh!!"

Tubuh Husna terhuyung ke depan jika tidak sigap wajahnya akan mencium lantai yang dingin meski harus mengalami luka bagian keningnya darah keluar membuat tatapan Husna menghambur.

"Berhenti berupa-pura. Cepat pergi ke kamar mandi jangan membuat kesabaranku habis."

Andaru mendorong tubuh kecil Husna hingga masuk kedalam kamar mandi, tubuhnya ambruk saat pintu tertutup dengan keras.

"Apa yang harus aku lakukan? Semuanya tidak seperti yang nenek pikirkan." lirih Husna.

Satu jam sudah Husna berada di dalam kamar mandi, suara dentuman musik memekikkan telinga, berlahan Husna keluar dengan daster panjang dan kerudung bergo menutupi rambutnya yang panjang. Husna terkejut dengan penampilan kamar suaminya yang minim cahaya sehingga Husna berusaha untuk melangkah menuju tempat tidurnya.

"Sudah aku katakan jangan menyentuh apapun yang ada dalam kamar ini jika kau akan tidur maka tidur di lantai karena tempat ini adalah milikku."

Husna menganggukkan kepalanya tanpa berniat untuk membantunya. Andaru yang ada di depannya menatap dengan tatapan mematikan, suara yang begitu dingin sarat dengan penekanan mampu menghadirkan ketakutan tersendiri.

"T— tapi mas,"

Husna berharap apa yang mereka lakukan tidak menyebabkan kehamilan yang membuat hati Andaru semakin membencinya, walau kenyataannya ia berharap Andaru berubah.

"Diam!!! Sejak kapan kau berani memanggilku dengan sebutan mas? Katakan?! Panggil seperti biasanya tuan. Kau paham?"

"B— baik tuan,"

"Bagus, mulai saat ini kau akan tidur di bawah. Oke, sebagai manusia aku memiliki rasa simpati padamu. Ambil selimut ini untuk alas, jika nenek datang ke kamar ini. Kau tahu apa yang harus kamu lakukan?"

"B— baik tuan, saya paham."

"Tunggu!!"

"Ada apa tuan?" Husna berusaha menekan rasa sakit yang semakin menjadi, tidak ingin terlihat lemah walau air matanya adalah bukti betapa dirinya yang rapuh dan tidak berdaya.

"Husna Lavina binti wali hakim. Mulai hari ini, detik ini aku talak kamu."

Tubuh Husna terhuyung kebelakang air matanya mengalir begitu deras, lidahnya kelu, tenggorokan tercekat sehingga suara teriakan tertahan di tenggorokan. Ingin menanyakan apa yang terjadi padanya sehingga harus di talak setelah berapa jam menjadi suaminya bahkan mereka melakukan berapa saat yang lalu dan kini suaminya telah menjatuhkan talak padanya.

"Menyingkir dari hadapanku. Malam ini kau tidur disana. Besok pagi sebelum aku terbangun kau harus pergi dari kamar ini."

Husna diam sejenak tempat yang di berikan oleh Andaru adalah lantai yang berada di sudut kamarnya. Usai menerima selimut tebal Husna membaringkan tubuhnya membungkusnya dengan rapat sehingga Andaru tidak bisa melihat tubuhnya yang bergetar karena tangisnya.

Sesuai keinginan Andaru keesokan paginya setelah menjalankan Salat subuh Husna mengerjakan semua pekerjaan meski menahan sakit yang tidak kunjung hilang. Nenek yang telah memperingatkan dirinya untuk tidak melakukan sebab kini statusnya adalah menantu bukan lagi seorang pelayan.

"Apa kamu yang mengerjakan semua ini, Husna? Kamu adalah nyonya di rumah ini untuk apa kamu mengerjakan tugas asisten rumah tangga? Apakah kamu tidak ingin melayani suamimu?"

"N— nenek, aku—"

"Nek, aku dan Husna akan berbulan madu. Apakah nenek menyukainya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status