"Halo."
"Halo, Mika. Apa acaranya sudah selesai?"Mika tersenyum saat mendengar suara familier yang menyapanya lembut melalui sambungan telepon selular."Ya, ini baru saja selesai dan sekarang aku sedang bersiap untuk pulang. ""Lalu bagaimana tadi? Semuanya lancar? Apa ada kendala?""Syukurlah semuanya aman, Van. Sekarang hanya bisa berdoa saja semoga besok Dazzle mendapatkan ulasan positif dari media dan publik.""That's great, Mika. Aku senang sekali mendengarnya. Aku sangat yakin Dazzle akan mendapat pujian. Kamu sudah bekerja sangat keras, dan gaun hasil rancanganmu juga sangat indah," puji Ervan sembari menghela napas berat sesudahnya."Aku menyesal sekali tidak bisa hadir di sana untuk menemani kamu. Maaf ya?"Mika tertawa kecil. "Tidak masalah, Van. Tidak usah dipikirkan. Oh iya, gimana perkembangan kasusnya? Sudah ada titik terang?"Selanjutnya Mika mendengar Ervan yang bercerita tentang kasus suap di sebuah Departemen Pemerintahan yang sedang ia tangani tuntutannya.Sebenarnya ia tidak mengerti sebagian besar hal-hal mengenai hukum, namun Mika tetap mendengarkan Ervan dengan penuh perhatian sembari sesekali menanggapinya. Ervan adalah tipe pria yang ceria, penuh semangat dan pekerja keras.Mika bertemu dengan Ervan Dewandaru di sebuah acara reuni SMU-nya, dan Ervan adalah kakak kelas Mika.Berita perceraian antara Mika dan Rafka telah menjadi hot topic yang sangat santer di kalangan almamaternya, bahkan tak sedikit yang mencibir Mika di acara reuni itu karena rumah tangganya yang hanya bertahan setahun.Ervan mendekatinya selama acara berlangsung hingga akhirnya pria itu berhasil juga mengajak Mika berbicara, meskipun awalnya wanita itu terlihat enggan.Ervan yang periang dan ramah mampu membuat Mika sedikit mengendurkan benteng dirinya yang terbentuk karena sifatnya yang introvert. Dan benteng itu pun bahkan semakin tinggi setelah perceraiannya.Mika hanya sangat bersyukur karena penyebab utama Rafka menceraikan dirinya tidak diketahui oleh wartawan dan publik, sehingga nama baiknya pun tidak hancur.Rafka hanya menggunakan 'ketidakcocokan' sebagai alasannya untuk menggugat cerai dirinya.Entahlah, Mika mengira bahwa mungkin ada campur tangan Rafka untuk meredam berita memalukan tentang mantan istrinya yang kepergok satu ranjang dengan lelaki lain tidak menjadi santapan masyarakat.Tidak, Mika tidak pernah mengira kalau Rafka melakukan itu untuk dirinya.Tapi Mika yakin bahwa alasannya adalah karena pria itu tidak ingin reputasi perusahaan e-commerce Shootingstar milik Rafka ikut terkena imbas dari berita itu.Mika masih asyik bertelepon dengan tunangannya itu sambil berjalan menuju ke bagian parkiran basement, menuju ke posisi dimana mobilnya terparkir."Van, aku sudah sampai di mobil," ucap Mika sembari membuka pintu mobilnya. "Sudah dulu ya? Nanti sesampainya di apartemen, aku telepon kamu.""Okay. Hati-hati di jalan, Mika. Aku akan tungguin telepon dari kamu.""Iya. Kamu juga jangan bekerja terus, ini sudah larut malam, Van. Istirahat ya?""Okay, Sayang. Karena calon istriku yang meminta, kalau begitu pekerjaanku akan dilanjutkan besok saja," gurau Ervan sembari terkekeh pelan, merasa senang karena mendapatkan perhatian dari Mika.Mika pun ikut tersenyum mendengarnya. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, dan pernikahannya dengan Ervan akan dilaksanakan dalam tiga bulan. Meskipun waktunya sebentar lagi, namun semua persiapan hampir rampung sekitar 80%.Lagipula, Mika meminta pesta yang sederhana saja mengingat ini adalah pernikahan kedua bagi wanita itu meskipun yang pertama untuk Ervan.Cukup dilaksanakan di KUA, lalu syukuran kecil-kecilan di rumah Ervan dengan mengundang keluarga dan beberapa kolega terdekat saja.Syukurlah baik Ervan maupun keluarga lelaki itu mau mengerti dirinya, yang merasa tak pantas untuk menghamburkan uang calon suaminya untuk hal yang tidak terlalu perlu.Ervan adalah seorang PNS yang berprofesi sebagai Jaksa Penyidik di Kantor Kejaksaan Negeri.Dan meskipun calon suaminya itu memiliki gaji dan tunjangan kelas tertinggi, tetap saja Ervan masih harus membiayai ibu dan adiknya yang masih kuliah, terutama setelah ayahnya meninggal dunia.Selain itu Mika juga merasa malu dan rendah diri karena dirinya yang seorang janda cerai, sangat berbanding terbalik dengan Ervan yang belum pernah menikah, memiliki karir cemerlang dan juga tampan.Terkadang Mika pun tidak mengerti entah apa yang dilihat oleh Ervan pada dirinya, padahal ada begitu banyak gadis cantik yang juga menyukai calon suaminya itu.Setelah berpamitan, akhirnya Mika menyudahi panggilan telepon itu.Ia sedang sibuk memasukkan tas besar berisi beberapa contoh kain dan pernak-pernik busana ke bagian kursi penumpang depan, ketika pandangannya tiba-tiba tertumbuk pada sesuatu yang menempel di kaca bagian depan mobilnya.Apa itu?Mika cepat-cepat menaruh semua barangnya, lalu menutup pintu mobil. Kakinya melangkah menuju bagian depan mobil untuk memeriksa. Ternyata benda itu adalah sebuah amplop berwarna biru muda.Mika meraihnya sambil melukis kernyitan mendalam di keningnya, terutama setelah membaca sebuah tulisan rapi di bagian depan amplop biru itu."UNTUK MIKAYLA CARISSA".Meskipun merasa aneh, Mika tetap membuka amplopnya, lalu mengeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa baris tulisan di dalamnya. Lalu membaca dalam hati."Aku telah berusaha untuk membunuh rasa cinta ini, namun dia kembali hadir lagi dan lagi. Semakin brutal, membisikkan kekal. Mimpiku adalah memilikimu, dan Dia yang berani merebutmu akan segera musnah, biru dan membeku."Jemari lentik yang memegangi kertas itu kini terlihat gemetar. Dengan jantung yang berdegup kencang, Mika kembali mengulang untuk membaca huruf demi huruf yang membentuk puisi dengan kalimat dengan makna yang membuatnya merasa tidak nyaman.Mika berharap bahwa ia salah baca, walaupun kemudian ternyata ia tidak salah sama sekali.Siapa orang ini sebenarnya?? Mika ingin mengabaikan orang iseng yang mengirimnya surat tidak jelas ini, tapi entah kenapa seketika saja ia merasa merinding.Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitarnya dengan takut-takut. Suasana area parkir di malam hari yang sepi ini semakin membuat Mika menyesali keputusannya sebelumnya yang tidak menggunakan jasa valet parking.Ah, dasar surat kaleng sialan! Membuatnya jadi overthinking saja!Mika berusaha menepis rasa cemas yang mulai menguasai pikirannya. 'Tidak apa-apa, Mika. Jangan takut hanya karena surat tidak jelas dari orang iseng', batinnya dalam hati membisikkan kata-kata yang menguatkan hati.Namun wanita itu tidak menyadari bahwa di sudut area dari balik kegelapan, ada sosok gelap yang berdiri tak jauh dari Mika berdiri.Diam, bersembunyi dan mengamati dengan lekat. Setiap gerakan Mika tak luput dari perhatiannya yang tanpa putus hanya tertuju kepada wanita itu."Kamu masih sangat cantik, Mika..." suara yang pelan itu pun berbisik, melebur dalam tiupan angin yang berhembus perlahan memasuki area parkir mobil.Mika yang masih diam berdiri di tempatnya, tiba-tiba saja mendengar suara langkah kaki dari arah belakangnya.Sontak saja wanita itu pun menoleh, namun maniknya melebar ketika ia menyadari bahwa... tak ada siapa pun di sana."Halo? Apa ada orang di sana??" Mika berucap dengan setengah berteriak ke arah ruang kosong yang gelap minim cahaya.Namun pertanyaan Mika hanya dijawab oleh semilir angin malam yang berhembus dingin menerpa kulitnya, membuat Mika bergidik. Ia mengusap-usap lengan atasnya yang terekspos karena gaunnya yang tanpa lengan."Mungkin hanya perasaanku saja..." guman Mika pelan, setelah meyakini bahwa tak ada seorang pun di sana.Saat ia hendak berjalan ke arah pintu mobil, tiba-tiba terdengar suara deru mesin serta lampu mobil yang terarah kepadanya.Mika pun membalikkan badannya, dan mengernyit saat melihat sebuah Ferarri Stradale berwarna hitam mengkilat yang berhenti tepat di depan dan menghalangi mobilnya."Oh ya ampun~" Mika pun seketika mendesah lelah, saat melihat sosok jangkung dan atletis yang baru saja keluar dari kendaraan supercar itu."Rafka..." desis Mika pelan. Kenapa dia harus bertemu dengan mantan suami yang menyebalkan ini lagi, sih?!"Hai, Mimi." Rafka tersenyum penuh arti, dengan sengaja mengucapkan panggilan sayangnya kepada Mika dahulu kala."Ck. Aku bukan Mimi-mu lagi!" Decak Mika sambil menyipitkan mata, meskipun sesungguhnya ia tak mampu meredakan desir halus di dalam dada.Cara Rafka memanggilnya dengan suaranya yang dalam dan maskulin, telah nengingatkan Mika pada saat mereka sedang... bercinta. Sial.Rafka tertawa kecil ketika melihat wajah cantik mantan istrinya yang merona. Ia memang sengaja memanggil Mika dengan sebutan mesra yang hanya ia ucapkan di momen-momen intim mereka berdua.Pria itu melipat kedua tangan di dada, memandangi Mika. "Ini sudah sangat larut malam, kenapa kamu pulang sendirian?" Tegurnya dengan kedua alis lebatnya yang terangkat ke atas."Kemana calon suamimu itu, hm? Bagaimana bisa Ervan membiarkan calon istrinya pulang sendirian tengah malam begini??"Untuk yang kesekian kalinya Mika kembali menghela napas lelah dan menatap nanar pria yang dulu pernah menjadi suaminya itu."Maumu sebenarnya apa sih, Raf?" desis Mika kesal. "Kenapa kamu... tiba-tiba saja muncul setelah tiga tahun dan menggangguku?! Kenapa kamu tidak terus saja berada di Bern dan tidak usah kembali lagi ke Indonesia?!"Rafka menahan senyumnya melihat kemarahan di wajah Mika, hal yang memang sengaja ia ciptakan.Baru saja ia hendak menyahut hardikan Mika, mendadak pandangannya tertuju ke jemari Mika yang baru ia sadari sedang memegangi kertas putih kecil sejak tadi.Rasa ingin tahunya pun seketika muncul. Rafka berjalan beberapa langkah mendekati Mika, lalu tanpa diduga merampas kertas itu dari tangan Mika."Raf, kembalikan!" Geram Mika gusar. Itu adalah kertas berisi sebaik puisi aneh yang ia temukan di kaca mobilnya.Mika mencoba menggapai kertas itu, namun Rafka malah mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala, terlalu jauh dari jangkauan Mika."Fine! Ambil saja!" Mika yang akhirnya menyerah memutuskan untuk mengalah. Dasar Rafka kekanakkan!Wanita itu pun mengamati ekspresi penuh kemenangan Rafka, yang kemudian perlahan berubah menjadi terkejut saat membaca tulisan di dalam kertas itu."Apa ini, Mika?" Rafka mengacungkan kertas itu ke hadapannya. "Kamu dapat darimana surat kaleng ini?""Tidak penting, Raf. Abaikan saja dan--""Yang aku tanya, kamu dapat dari mana surat kaleng ini, Mikayla Carissa."Mika hanya bisa meringis, saat mendengar nada dingin penuh intimidasi yang merupakan ciri khas Rafka untuk membuat semua makhluk yang ada di depannya menjadi takluk.Pria ini memang memiliki kemampuan itu, kemampuan seorang pemimpin dengan aura CEO-nya yang terpancar begitu deras menguar dari setiap senti kulitnya.Manik sebiru kristal itu memaku wajah Mika hingga ia bahkan tak mampu untuk sekedar berpaling.Mika pun seketika membenci dirinya sendiri, ketika berulang kali ia menyadari bahwa Rafka yang masih saja memberikan efek berdebar di jantungnya.'Sadar, Mika! Jangan lupakan Ervan yang mencintaimu dengan tulus dan akan menjadi suamimu!' batin Mika memperingatkan dirinya sendiri."Surat itu kutemukan di kaca depan mobil," ucap Mika akhirnya. "Mungkin cuma orang iseng. Aku--""Masuk ke dalam mobilku."Mika mendelik mendengar nada perintah tegas itu yang jelas ditujukan kepada dirinya. Enak saja, kenapa pula ia harus masuk ke dalam mobil Rafka?? Memangnya siapa dia??Cuma seorang mantan yang menyebalkan dan rasanya ingin sekali Mika tendang agar kembali ke Bern sana!!"Mika? Tolong jangan membangkang untuk sekali ini. Masuk ke dalam mobilku. Sekarang."Dengan dagu yang terangkat ke atas dan kedua tangan berkacak pinggang, Mika menatap mantan suaminya itu dengan raut menantang."Tidak. Aku tidak ma--RAFKAAA!!" Mika menjerit keras ketika tiba-tiba saja Rafka membopong dirinya di pundak, dengan sangat mudah dan seolah bobot Mika tak ada artinya bagi lelaki itu."Turunkan akuu!!" Mika berusaha berontak ketika Rafka membawanya ke sisi samping Ferarri Stradale two-seated miliknya, tepat di depan sisi penumpang lalu menurunkan Mika di depan pintu yang telah ia buka."Masuk, Mika." Sorot mengancam ketara begitu jelas dari manik biru kristal Rafka."Atau aku akan cium kamu di sini, sekarang juga."***"Dasar diktator. Tukang paksa. Ancaman kamu norak, Raf!" Meskipun pelan, namun sebenarnya Rafka dapat mendengar semua rentetan gerutuan mantan istrinya yang sangat jelas ditujukan kepada dirinya, namun ia pun memutuskan untuk mengabaikannya. Sangat wajar sebenarnya jika Mika kesal, karena Rafka yang telah mengancam akan menciumnya jika Mika tidak menurut. "Ya, memang norak. Tapi berhasil, kan?" Cetus Rafka sembari menyeringai samar. "Terpaksa." Mika menyahut sambil membuang muka ke arah jalanan, mencoba mengusir sisa-sisa desiran halus yang sejak tadi tak jua sirna dari dadanya, karena perkataan mantan suami menyebalkan ini.'Argh, kenapa pula jantungku jadi berdebar tak tahu malu mendengar ancaman itu??'Ia sadar bahwa ia tak seharusnya masih menyimpan nama Arrafka Adhyatama jauh di dalam sana. Rafka sudah membuang dirinya, itulah kenyataan yang terus menerus Mika tanamkan di dalam dirinya, mencoba membangun benteng ego yang seharusnya hadir. Namun tidak, Mika yang begitu bodoh
"Raaf..."Perkataan Mika tertelan oleh ciuman Rafka yang ganas dan datang dengan bertubi-tubi.Wanita bersurai panjang itu mencoba untuk berontak, namun Rafka telah mengunci semua pergerakannya. Rafka menekan tubuhnya ke dinding lift yang terasa dingin hingga Mika tak berkutik, juga mencengkram kedua pergelangan tangannya di atas kepala."Mmmp..."Kembali Mika berusaha untuk berbicara, namun lagi-lagi ia gagal karena Rafka yang tengah menjajah dan menguasai bibirnya. Pria itu seolah sedang berpesta pora dengan mulut Mika dan seluruh isi di dalamnya.Rafka mengobrak-abrik dengan lidahnya yang bergerak liar di dalam mulut Mika, lalu menyesap kuat lidah wanita itu. "Sstoopmmmh..." Lift yang membawa mereka terus bergerak naik, terlihat tak berhenti di satu lantai pun. Membuat Rafka merasa beruntung karena tak terganggu saat sedang menikmati Mika.Ya, menikmati Mika.Jika satu kata yang dapat ia gambarkan tentang perasaannya kepada Mika, itu adalah benci.Ia benci dengan wanita ini, ben
Alunan suara percintaan yang keras menggema membuat udara semakin pekat dan berat untuk Mika, yang sudah sejak tadi tubuhnya terus dipacu tanpa henti oleh Rafka."Ungghh..." Rafka menyunggingkan seringai tipis penuh makna, kala mendengar lenguhan seksi yang lolos dari bibir sensual Mika. Ah, dia sendiri pun sesungguhnya tak mampu mengendalikan rasa lapar dan dahaga yang membabi-buta ini kepada tubuh indah mantan istrinya.Mika masih tetap sempurna, sama seperti 3 tahun yang lalu. Kulit seputih dan selembut kapas tanpa cela, pinggul dan dadda yang bulat ideal dan wajah cantik seperti bidadari.Rafka menggeretakkan gerahamnya ketika serbuan gelora kembali membakar tubuhnya dari dalam. Damned.Meski enggan mengakui, namun pada hakikatnya memang hanya Mika yang mampu membuatnya hasratnya membumbung tinggi tanpa tahu apakah bisa turun kembali.Ia mengangkat kaki kedua kaki jenjang Mika semakin ke atas, lalu kembali menghujam dengan semakin keras. Rintihan Mika yang berulang kali terden
BRAAKKK!!!Ferarri hitam mengkilat yang melaju dengan kecepatan sedang itu kini menghantam pagar sebuah rumah dengan keras, mengakibatkan bagian depan mobil mewah itu ringsek parah begitu pun dengan pagar besi rumah itu.Keributan itu tentu saja memancing orang yang berada di dalam rumah itu untuk keluar dan melihat apa yang terjadi."Tuan Rafka!!" "Ya Tuhan!!""Itu mobil Tuan Rafka!!""Bantu dia keluar!!"Teriakan panik para pelayan dan penjaga rumah mewah itu pun terdengar saling bersahutan di udara, dibarengi dengan beberapa lelaki yang berlari menghambur ke arah mobil yang mengeluarkan asap itu.Mereka berupaya keras membuka pintu yang dikunci dari dalam, untung saja akhirnya mereka bisa membukanya dengan memecahkan kaca jendela bagian penumpang.Asap hitam yang semakin menebal dari kap mobil depan membuat semua orang panik dan cemas. Beberapa pelayan mengguyur asap itu menggunakan selang penyemprot tanaman, sebagai tindakan pencegahan jika api keluar dari sana.Tiga orang lelaki
"Apa kamu baru saja bermalam dengan mantan suamimu, Mika? Ouch. Kamu nakal sekali, Cantik. Haruskan aku memberitahu Ervan bahwa tunangannya telah berselingkuh dengan mantan suaminya?" Serasa kepalanya diguyur oleh air es yang sangat dingin, itulah yang Mika rasakan sekarang. Kepalanya mendadak pusing dan pandangannya menggelap selama beberapa detik, membuatnya berpegangan menumpu pada meja agar tidak terjatuh. Suara tawa dingin yang terdengar dari seberang sana membuat Mika semakin merasa merinding."Kenapa diam? Apa kamu terkejut karena aku mengetahuinya? Ya, aku memang tahu segalanya tentang kamu, Mika. Oh iya, kamu sudah terima bunganya, kan? Apa kamu suka, Mika?"Lagi-lagi Mika terkesiap, ternyata penelepon misterius ini orang yang sama dengan yang mengirimnya bunga beserta puisi anehnya barusan!"Kamu siapa sih? Jangan bercanda, akan aku tutup telepon ini sekarang juga!" gertak Mika geram."Silahkan tutup telepon ini, tapi kamu akan menyesal, Cantik. Aku akan memberikan pesan u
"Semudah itu kamu pergi dari semua kenangan di masa lalu, hm? So tell me, Mika. Where shall I go? To the left, where there's nothing right? Or to the right, where there's nothing left?"Mika diam termangu dengan netranya yang masih saling beradu tatap dengan Rafka, dengan bola mata sebiru kristal yang selalu berhasil membuatnya seolah terpaku di dinding setiap kali menyorotnya seperti ini.Pertanyaan pria itu yang diucapkan dengan nada sendu membuat batinnya terbetik. Perasaan tak nyaman seketika memenuhi dirinya.Kenapa Rafka mengucapkan kalimat sedih yang membuat hatinya yang pernah patah kembali berdarah?Mika sadar jika perceraian 3 tahun lalu bukan hanya membuat dirinya yang terluka, tapi juga Rafka. Hanya saja pria ini terlalu pintar untuk menyembunyikannya, dan angkuh untuk memperlihatkannya."Ikut aku." Tiba-tiba Rafka menarik tangan Mika, namun wanita itu menahan langkahnya hingg membuat Rafka menatapnya."Raf?" Mika menggeleng pelan. "Aku tidak bisa.""Kenapa? Karena ada Erv
Mungkin sudah ribuan kali Mika menghela napas pelan hari ini. Lebih tepatnya, sejak ia bertemu dengan Rafka tadi pagi.Wanita itu kini sedang sibuk menyiapkan sarapan sederhana dan cepat, yaitu pancakes saus madu, jus jeruk dan sup asparagus. Maniknya melirik Rafka yang sejak tadi mengawasinya tanpa bergeming dari kursi meja makan. Mika bahkan bisa merasakan tatapan setajam sinar laser yang seolah menembus punggungnya, membuat wanita itu rikuh dan gugup. "Daripada hanya duduk, bagaimana jika kamu ikut membantu?" Untuk beberapa saat, Rafka hanya diam dengan manik biru kristal yang tertuju lekat kepada mantan istrinya yang barusan berkata."Sudah 3 tahun, dan kamu masih saja membutuhkan bantuan untuk memasak?" Olok Rafka, mengingatkan di masa lalu tentang Mika yang tidak mahir di dapur. Pria itu pun bangkit dari kursinya, berjalan menuju ke arah kitchen island dimana Mika sedang mengaduk adonan pancake di dalam mangkuk.Rafka mencelupkan satu jari telunjuk ke dalam adonan berwarna
Sementara itu di apartemen Mika, Ervan terlihat masih asyik berdiskusi dengan kolega hukumnya melalui telepon.Pria itu baru tersadar ketika tanpa sengaja menatap jam dinding dan menyadari bahwa satu jam lebih telah berlalu, namun Mika belum juga kembali ke apartemen.Apa memang butuh waktu selama ini hanya untuk membeli kopi dan beberapa camilan di minimarket lantai bawah?"Maaf Pak Gio, saya pamit dulu. Bagaimana kalau besok kita lanjutkan lagi diskusi ini?" Akhirnya karena tidak fokus memikirkan Mika, Ervan pun memutuskan untuk menyudahi pembicaraannya. Ada sekelumit rasa bersalah juga karena ia mengabaikan Mika demi menerima telepon, padahal hari ini adalah hari libur, apalagi semalam ia tidak hadir pada acara fashion show brand milik wanita itu."Baik, Pak. Terima kasih untuk sharingnya. Selamat pagi juga." Ervan menutup sambungan telepon itu sambil menghela napas. Semula ia hendak menelepon Mika, namun pria itu pun mengurungkan niatnya.Bukankah Mika hanya ke lantai bawah? Mu