Beranda / Romansa / Belenggu Hasrat Mantan Suami / 6 // Hysterical Blindness

Share

6 // Hysterical Blindness

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-21 02:36:40

BRAAKKK!!!

Ferarri hitam mengkilat yang melaju dengan kecepatan sedang itu kini menghantam pagar sebuah rumah dengan keras, mengakibatkan bagian depan mobil mewah itu ringsek parah begitu pun dengan pagar besi rumah itu.

Keributan itu tentu saja memancing orang yang berada di dalam rumah itu untuk keluar dan melihat apa yang terjadi.

"Tuan Rafka!!"

"Ya Tuhan!!"

"Itu mobil Tuan Rafka!!"

"Bantu dia keluar!!"

Teriakan panik para pelayan dan penjaga rumah mewah itu pun terdengar saling bersahutan di udara, dibarengi dengan beberapa lelaki yang berlari menghambur ke arah mobil yang mengeluarkan asap itu.

Mereka berupaya keras membuka pintu yang dikunci dari dalam, untung saja akhirnya mereka bisa membukanya dengan memecahkan kaca jendela bagian penumpang.

Asap hitam yang semakin menebal dari kap mobil depan membuat semua orang panik dan cemas. Beberapa pelayan mengguyur asap itu menggunakan selang penyemprot tanaman, sebagai tindakan pencegahan jika api keluar dari sana.

Tiga orang lelaki menarik tubuh Rafka yang pingsan dari dalam mobil.

Airbag dan seatbelt memang menjadi pelindung utama dari tabrakan fatal itu, namun kondisi tubuh pria itu yang memang sudah tidak baik sejak ia mengendarai mobil hingga menabrak pagar membuatnya tak sadarkan diri.

"Tolong segera panggil dokter!" Titah seorang kepala keamanan rumah mewah itu yang sedang membopong Rafka, kepada salah seorang pelayan yang langsung bergegas melaksanakannya.

Rafka masih belum sadarkan diri ketika dia dibaringkan di atas tempat tidurnya, juga tak sadar saat tubuhnya dibungkus oleh selimut.

Namun tiba-tiba bibirnya bergerak, meski dengan kedua manik yang masih terpejam rapat. Gumanan pelan yang lirih keluar dari bibirnya seperti seorang yang sedang mengigau.

Membentuk sebuah nama, yang ia ucapkan berulang-ulang dengan suara yang parau, seolah setiap hurufnya disertai oleh kesakitan yang mendalam.

"Mika... Mi... ka..."

***

"Hai. Kamu sudah sadar?"

Manik biru kristal itu sayu menatap seraut wajah wanita yang sedang tersenyum kepadanya.

"Ru...by?"

"Hei, kamu masih ingat namaku. Bagus, paling tidak itu berarti kepalamu tidak terbentur dan membuatmu hilang ingatan," seloroh wanita itu sembari tertawa kecil dan menepuk lembut lengan pria yang sedang berbaring di tempat tidur.

"Kapan kamu... datang?"

"Jangan banyak bicara, Rafka. Aku harus memeriksamu dulu." Wanita itu lalu menyorot kedua mata Rafka dengan senter kecil, dan beberapa pemeriksaan lainnya.

"Sepertinya kondisimu baik," ucap wanita itu akhirnya setelah selesai memeriksa kondisi Rafka.

"Tadi kamu bertanya kapan aku datang, kan? Well, sebenarnya aku sudah tiba di Indonesia tiga jam setelah kedatanganmu di negara ini," sahut wanita yang bernama Ruby itu.

"Kenapa?"

"Huh. 'Kenapa' kamu bilang?" dengus wanita itu sambil menatap gusar ke arah Rafka.

"Tentu saja karena aku mencemaskanmu, bodoh! Sudah kukira pasti kamu menemui mantan istrimu itu kan? Dasar keras kepala! Sudah kubilang berulangkali kalau kamu harus belajar melupakan dan merelakan Mika, Raf! Dia yang membuatmu menderita dan akhirnya kehilangan fungsi penglihatanmu!"

Rafka memejamkan matanya kembali karena pusing yang mendadak mendera kepalanya.

Bayangan akan kembali kehilangan penglihatan seperti yang pernah ia alami membuat pria itu menghela napas pelan.

Tiga tahun ia berusaha menyembuhkan gangguan psikologis yang menyebabkan penurunan daya penglihatannya.

Ia hampir mengalami kebutaan total karena stress, yang juga disebut Hysterical Blindness.

Penglihatan Rafka hanya tinggal 30% saat ia memutuskan untuk pindah dan tinggal di Kota Bern, Swiss, atas ajakan Ruby sahabatnya.

Ruby yang kebetulan juga seorang psikiater, menjadi tempatnya berkonsultasi untuk menyembuhkan penyakitnya.

Karena tak ada kelainan pada syaraf penglihatan Rafka, semuanya normal dan sehat saat ia memeriksakan diri ke Dokter Neuro Oftalmologi (spesialis sistem syaraf mata), jadi dokter pun menyimpulkan bahwa penurunan daya lihat Rafka diakibatkan oleh gangguan pengendalian emosi, yang mengakibatkan otaknya 'menolak' untuk melihat kenyataan.

"Kenapa sulit bagimu untuk membiarkan Mika move on dengan pria pilihannya, Raf?" kali ini suara Ruby terdengar lebih lembut daripada sebelumnya.

Rafka mendesah pelan dan memijit pelipisnya yang masih berdenyut. "Dia tidak pantas bahagia, Ruby."

"Tidak pantas bahagia, atau tidak pantas bahagia jika tidak bersamamu?" tandas Ruby dengan kalimat menohok.

"Bahkan setelah 3 tahun menjauh ke Kota Bern, ternyata kamu pun masih mencintainya, Raf. Just admit it."

"Aku tidak mencintainya!" tolak Rafka keras dengan wajah yang tidak suka menatap Ruby tajam.

Ruby pun hanya bisa berdecak kecil mendengar kekeraskepalaan temannya itu, yang sekaligus juga pasiennya yang paling menyebalkan.

"Kamu hanya menggunakan alasan balas dendam untuk bisa kembali bertemu Mika," sergah Ruby lagi.

"It's okay untuk mengakuinya, Arrafka Adhyatama. Lebih baik menyadarinya, agar perlahan kamu pun bisa mengubur perasaanmu dan melupakan Mika."

Rafka kembali memejamkan kedua matanya. Mungkin mudah bagi orang lain mengatakan untuk melupakannya. Tapi ia sungguh tak berdaya ketika otak dan hatinya tak mau saling bekerjasama.

"Aku akan tenang dan bisa melupakan Mika, jika telah bisa membuat hidupnya hancur," guman Rafka dengan nada penuh kemarahan yang menguasai suaranya.

"Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri kehancuran Mika, Ruby. Setelahnya, aku berjanji... akan melangkah pergi dan tak akan kembali lagi ke negara ini untuk selamanya."

***

Mika menatap kertas buket mawar di atas mejanya itu sambil melamun.

Siapa yang mengirimnya bunga serta pesan yang mengerikan itu??

Mika pun kembali merinding ketika mengingat kalimat terakhir dari rangkaian kata di dalam kertas hitam bertuliskan tinta emas itu.

"Haruskah kubunuh dia, atau kubunuh cintaku?"

Ya Tuhan.

Apa sebaiknya ia melaporkan ini kepada polisi?? Atau...

"Ervan..." guman Mika pelan, mengucap nama tunangannya.

Ervan adalah seorang Jaksa Penyidik, pasti dia lebih mengenal seluk beluk dunia kriminal dan polisi.

Mungkin sebaiknya Mika mengadukan hal ini kepada tunangannya itu agar Ervan dapat membantunya membuat laporan ke polisi.

Baru saja Mika berpikir untuk menelepon Ervan, tiba-tiba saja ponselnya berdering.

Wanita bersurai panjang itu pun mengernyit, ketika melihat sederet nomor tak dikenal yang tertera di layar ponselnya.

Siapa ini? Apa jangan-jangan salah sambung?

Meskipun begitu, Mika tetap saja mengangkatnya, dan langsung terkejut mendengar suara asing yang menyapanya.

"Halo, Mika."

"Ini siapa?"

"..."

"Halo? Ha-haloo?? Ini siapa?? Dari mana tahu nomorku??"

"Kamu semakin cantik, Mika. Selamat untuk Dazzle yang sekarang semakin dikenal."

Jantung Mika berdegup sangat kencang karena takut. Sebenarnya siapa orang ini?

"Aku akan menutup telepon ini jika kamu tidak memberitahu namamu."

Tawa kecil penuh arti dari seberang sana pun tiba-tiba terdengar memasuki telinga Mika.

"Apa kamu baru saja bermalam dengan mantan suamimu, Mika? Ouch. Kamu nakal sekali, Cantik. Haruskan aku memberitahu Ervan bahwa tunangannya telah berselingkuh dengan mantan suaminya?"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Fransiska
bagus,tapi kebanyakan koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   42. Atas Nama Cinta (TAMAT)

    Suara riuh rendah gumanan dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar disertai decit roda koper dan announcement dari speaker yang menggema pelan, adalah suara familier yang melatarbelakangi situasi di sebuah bandara. Kedua manik mereka masih lekat menatap, tanpa ada seorang pun yang ingin mengerjap. Seolah hati yang sesungguhnya sama-sama saling bertaut itu enggan untuk melepas, tapi juga ragu untuk menetap. "It's the time." Suara maskulin pria yang mengalun berat itu berucap. "Hum, I think it is the time," sahut sebuah suara wanita yang jauh lebih lembut dan sedikit serak yang khas. Tiga hari telah berlalu, dan kini saatnya Ruby akan kembali ke Kota Bern. Sang wanita pun akhirnya mencoba untuk mengurai sebuah senyum, meskipun maniknya mulai tampak berkaca-kaca. Satu tangannya terulur dan tergantung di udara. "Terima kasih untuk tiga hari ini, Ervan. Menjadi kekasihmu ternyata sungguh menyenangkan, meskipun hanya untuk sementara." Pria yang disebut Ervan itu pun me

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   41 // Kekasih Yang Sedang Berkencan

    "Selamat siang, apa Dokter Ruby ada di dalam?" Ervan menyapa ramah seorang perawat yang bertugas berjaga di depan ruang praktek Ruby. "Eh... Pak Ervan? Apa Anda memilki jadwal temu dengan Dokter Ruby siang ini??" si perawat yang tampak kebingungan pun mencoba membuka daftar pasien, lalu menggeleng pelan. "Maaf, sepertinya Pak Ervan belum mendaftar kan? Mau saya daftarkan, Pak?" "Hm. Apa sekarang Ruby sedang menerima pasien?" tanya balik Ervan. "Benar, Pak. Dokter Ruby masih menangani pasien yang konsultasi." "Laki-laki atau perempuan?" Tanya Ervan lagi, yang membuat si perawat semakin tak mengerti. "Eh... laki-laki sih. Namanya Pak Reyvan Daniel," bisik si perawat itu. Tak seharusnya ia membocorkan nama pasien, namun sorot mengintimidasi dari manik gelap Ervan membuatnya takut. Lagipula, satu rumah sakit ini sudah tahu jika Dokter Ruby sedang menjalin hubungan dengan salah satu pasien yang juga seorang Jaksa terkenal, Ervan Dewandaru. "Oke. Saya akan masuk sekarang

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   40 // Sesuatu Yang Hilang

    "Rey?!" Ruby mengutuk segala kesialannya hari ini. Setelah pagi-pagi tadi kepergok tidur di brankar milik Ervan oleh ibu dan adiknya, kini ia malah harus berhadapan dengan pria berkaca mata yang menatapnya lekat dalam diam. "Kamu ada apa ke sini?" Ruby mencoba untuk tersenyum formal dan bersikap biasa saja, meski dalam hati bertanya-tanya kenapa Rey tiba-tiba saja mendaftar menjadi salah satu pasiennya. Reyvan Daniel... pria ini pernah menjalin hubungan asmara dengannya di masa lalu. Rey, pria yang meninggalkan kesan mendalam dan juga sejujurnya... sulit ia lupakan. Rey menyunggingkan senyum tipis saat ia telah duduk di kursi di depan Ruby. "Aku cuma ingin ketemu kamu. Di klub kemarin kamu cuma sebentar dan langsung pergi. Jadi kurasa sebaiknya aku mendaftar jadi pasien saja biar bisa bicara banyak," sahut pria itu dengan ringannya. "Oh. Oke, ayo kita bicara kalau begitu," cetus Ruby sambil mengangguk. "Sorry, kemarin ada hal penting yang membuatku buru-buru." "Tidak

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   39 // Jebakan

    Mika membuka kedua matanya dengan perlahan, saat ia merasakan sebuah benda lembut dan hangat yang menyentuh bibirnya. Ia baru menyadari bahwa saat ini tengah berbaring di atas ranjang super besar yang empuk, di sebuah kamar luas yang tidak ia kenali sama sekali. Mungkinkah Rafka membawanya ke sebuah hotel? Perasaan nyaman pun serta merta menyerbu benaknya, ketika melihat manik biru kristal yang teduh itu yang telah menyambut dirinya kala membuka mata. "Rafka..." Wanita itu pun tak lagi dapat menahan seluruh isak tangis yang terkumpul berat serta sangat menyesakkan dada, ketika akhirnya segalanya telah usai. Atau... benarkah ini sudah usai? Ah, dia tak peduli lagi. Yang terpenting di dalam pikiran Mika saat ini adalah dirinya yang berada di dalam pelukan erat Rafka. Ini sungguh sepadan, karena dunia dan isinya tak kan mampu membahagiakannya seperti Rafka yang telah menggenggam hatinya sejak dulu, hingga hingga akhir nanti. "Jangan menangis lagi, Mimi. Katakan, apa

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   38 // Berakhirnya Episode Patah Hati

    "Selamat pagi, Dokter Ruby." Ruby mengangkat wajahnya dari ponsel yang sedang ia pandangi sejak tadi karena sedang membaca sebuah e-mail penting. 'Ah, kenapa harus bertemu dengan mereka lagi sih?' erangnya dalam hati, meski dengan lihainya ia tutupi dengan senyuman ramah. "Selamat pagi, Nyonya Irna," sahutnya sambil berdiri untuk menyalami wanita itu. "Oh iya, ini Elsy adiknya Ervan," ucap Irna sembari menarik tangan putrinya agar lebih mendekat. "Yang sopan, Elsy!" desisnya, ketika melihat gadis itu tampak enggan untuk berjabat tangan dengan Ruby. "Halo, Elsy." Ruby menyapa gadis yang wajahnya ditekuk dan tampak tidak menyukainya, meskipun sejujurnya Ruby pun juga tidak peduli jika dirinya tidak disukai. "Silahkan duduk," ajak Ruby kepada ibu dan putrinya itu. "Apa ada yang bisa saya bantu?" Saat ini adalah jam kerjanya sebagai Psikiater, dan sebenarnya Ruby juga sudah menebak kalau Irna dan Elsy sama sekali bukan datang untuk sesi konsultasi. "Eh... sebenarnya...

  • Belenggu Hasrat Mantan Suami   37 // Bekerja Sama

    Ruby pun serta merta terbangun saat mendengar suara ponselnya berdenting pelan pertanda ada notifikasi pesan yang baru masuk. Sambil mengusap wajahnya yang lelah dan masih mengantuk, wanita itu mengedarkan matanya yang sayu ke sekitarnya. Ah ya, ia masih berada di rumah sakit, tepatnya di kamar rawat Ervan. "Sudah bangun?" Ruby menolehkan wajahnya ke arah sumber suara, yaitu Ervan yang tersenyum kepadanya. Pria itu sedang berdiri tak jauh darinya, sedang menuangkan segelas air ke dalam cangkir kopi, lalu memberikannya kepada Ruby. "Ini, minumlah. Kamu pasti sangat haus karena terus-menerus menjerit sepanjang kita bercinta semalam." Sembari meraih gelas air yang disodorkan padanya, Ruby pun hanya berdecak pelan mendengar ledekan Ervan. Wanita itu pun menghabiskan airnya hingga tandas, sebelum kemudian ia pun baru menyadari sesuatu. "Jam berapa sekarang??" tanya Ruby kepada Ervan yang sejak tadi tak lepas menatap dirinya. "Baru jam 6 pagi. Kenapa?" sahut Ervan. Oh,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status