Share

6 // Hysterical Blindness

BRAAKKK!!!

Ferarri hitam mengkilat yang melaju dengan kecepatan sedang itu kini menghantam pagar sebuah rumah dengan keras, mengakibatkan bagian depan mobil mewah itu ringsek parah begitu pun dengan pagar besi rumah itu.

Keributan itu tentu saja memancing orang yang berada di dalam rumah itu untuk keluar dan melihat apa yang terjadi.

"Tuan Rafka!!"

"Ya Tuhan!!"

"Itu mobil Tuan Rafka!!"

"Bantu dia keluar!!"

Teriakan panik para pelayan dan penjaga rumah mewah itu pun terdengar saling bersahutan di udara, dibarengi dengan beberapa lelaki yang berlari menghambur ke arah mobil yang mengeluarkan asap itu.

Mereka berupaya keras membuka pintu yang dikunci dari dalam, untung saja akhirnya mereka bisa membukanya dengan memecahkan kaca jendela bagian penumpang.

Asap hitam yang semakin menebal dari kap mobil depan membuat semua orang panik dan cemas. Beberapa pelayan mengguyur asap itu menggunakan selang penyemprot tanaman, sebagai tindakan pencegahan jika api keluar dari sana.

Tiga orang lelaki menarik tubuh Rafka yang pingsan dari dalam mobil.

Airbag dan seatbelt memang menjadi pelindung utama dari tabrakan fatal itu, namun kondisi tubuh pria itu yang memang sudah tidak baik sejak ia mengendarai mobil hingga menabrak pagar membuatnya tak sadarkan diri.

"Tolong segera panggil dokter!" Titah seorang kepala keamanan rumah mewah itu yang sedang membopong Rafka, kepada salah seorang pelayan yang langsung bergegas melaksanakannya.

Rafka masih belum sadarkan diri ketika dia dibaringkan di atas tempat tidurnya, juga tak sadar saat tubuhnya dibungkus oleh selimut.

Namun tiba-tiba bibirnya bergerak, meski dengan kedua manik yang masih terpejam rapat. Gumanan pelan yang lirih keluar dari bibirnya seperti seorang yang sedang mengigau.

Membentuk sebuah nama, yang ia ucapkan berulang-ulang dengan suara yang parau, seolah setiap hurufnya disertai oleh kesakitan yang mendalam.

"Mika... Mi... ka..."

***

"Hai. Kamu sudah sadar?"

Manik biru kristal itu sayu menatap seraut wajah wanita yang sedang tersenyum kepadanya.

"Ru...by?"

"Hei, kamu masih ingat namaku. Bagus, paling tidak itu berarti kepalamu tidak terbentur dan membuatmu hilang ingatan," seloroh wanita itu sembari tertawa kecil dan menepuk lembut lengan pria yang sedang berbaring di tempat tidur.

"Kapan kamu... datang?"

"Jangan banyak bicara, Rafka. Aku harus memeriksamu dulu." Wanita itu lalu menyorot kedua mata Rafka dengan senter kecil, dan beberapa pemeriksaan lainnya.

"Sepertinya kondisimu baik," ucap wanita itu akhirnya setelah selesai memeriksa kondisi Rafka.

"Tadi kamu bertanya kapan aku datang, kan? Well, sebenarnya aku sudah tiba di Indonesia tiga jam setelah kedatanganmu di negara ini," sahut wanita yang bernama Ruby itu.

"Kenapa?"

"Huh. 'Kenapa' kamu bilang?" dengus wanita itu sambil menatap gusar ke arah Rafka.

"Tentu saja karena aku mencemaskanmu, bodoh! Sudah kukira pasti kamu menemui mantan istrimu itu kan? Dasar keras kepala! Sudah kubilang berulangkali kalau kamu harus belajar melupakan dan merelakan Mika, Raf! Dia yang membuatmu menderita dan akhirnya kehilangan fungsi penglihatanmu!"

Rafka memejamkan matanya kembali karena pusing yang mendadak mendera kepalanya.

Bayangan akan kembali kehilangan penglihatan seperti yang pernah ia alami membuat pria itu menghela napas pelan.

Tiga tahun ia berusaha menyembuhkan gangguan psikologis yang menyebabkan penurunan daya penglihatannya.

Ia hampir mengalami kebutaan total karena stress, yang juga disebut Hysterical Blindness.

Penglihatan Rafka hanya tinggal 30% saat ia memutuskan untuk pindah dan tinggal di Kota Bern, Swiss, atas ajakan Ruby sahabatnya.

Ruby yang kebetulan juga seorang psikiater, menjadi tempatnya berkonsultasi untuk menyembuhkan penyakitnya.

Karena tak ada kelainan pada syaraf penglihatan Rafka, semuanya normal dan sehat saat ia memeriksakan diri ke Dokter Neuro Oftalmologi (spesialis sistem syaraf mata), jadi dokter pun menyimpulkan bahwa penurunan daya lihat Rafka diakibatkan oleh gangguan pengendalian emosi, yang mengakibatkan otaknya 'menolak' untuk melihat kenyataan.

"Kenapa sulit bagimu untuk membiarkan Mika move on dengan pria pilihannya, Raf?" kali ini suara Ruby terdengar lebih lembut daripada sebelumnya.

Rafka mendesah pelan dan memijit pelipisnya yang masih berdenyut. "Dia tidak pantas bahagia, Ruby."

"Tidak pantas bahagia, atau tidak pantas bahagia jika tidak bersamamu?" tandas Ruby dengan kalimat menohok.

"Bahkan setelah 3 tahun menjauh ke Kota Bern, ternyata kamu pun masih mencintainya, Raf. Just admit it."

"Aku tidak mencintainya!" tolak Rafka keras dengan wajah yang tidak suka menatap Ruby tajam.

Ruby pun hanya bisa berdecak kecil mendengar kekeraskepalaan temannya itu, yang sekaligus juga pasiennya yang paling menyebalkan.

"Kamu hanya menggunakan alasan balas dendam untuk bisa kembali bertemu Mika," sergah Ruby lagi.

"It's okay untuk mengakuinya, Arrafka Adhyatama. Lebih baik menyadarinya, agar perlahan kamu pun bisa mengubur perasaanmu dan melupakan Mika."

Rafka kembali memejamkan kedua matanya. Mungkin mudah bagi orang lain mengatakan untuk melupakannya. Tapi ia sungguh tak berdaya ketika otak dan hatinya tak mau saling bekerjasama.

"Aku akan tenang dan bisa melupakan Mika, jika telah bisa membuat hidupnya hancur," guman Rafka dengan nada penuh kemarahan yang menguasai suaranya.

"Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri kehancuran Mika, Ruby. Setelahnya, aku berjanji... akan melangkah pergi dan tak akan kembali lagi ke negara ini untuk selamanya."

***

Mika menatap kertas buket mawar di atas mejanya itu sambil melamun.

Siapa yang mengirimnya bunga serta pesan yang mengerikan itu??

Mika pun kembali merinding ketika mengingat kalimat terakhir dari rangkaian kata di dalam kertas hitam bertuliskan tinta emas itu.

"Haruskah kubunuh dia, atau kubunuh cintaku?"

Ya Tuhan.

Apa sebaiknya ia melaporkan ini kepada polisi?? Atau...

"Ervan..." guman Mika pelan, mengucap nama tunangannya.

Ervan adalah seorang Jaksa Penyidik, pasti dia lebih mengenal seluk beluk dunia kriminal dan polisi.

Mungkin sebaiknya Mika mengadukan hal ini kepada tunangannya itu agar Ervan dapat membantunya membuat laporan ke polisi.

Baru saja Mika berpikir untuk menelepon Ervan, tiba-tiba saja ponselnya berdering.

Wanita bersurai panjang itu pun mengernyit, ketika melihat sederet nomor tak dikenal yang tertera di layar ponselnya.

Siapa ini? Apa jangan-jangan salah sambung?

Meskipun begitu, Mika tetap saja mengangkatnya, dan langsung terkejut mendengar suara asing yang menyapanya.

"Halo, Mika."

"Ini siapa?"

"..."

"Halo? Ha-haloo?? Ini siapa?? Dari mana tahu nomorku??"

"Kamu semakin cantik, Mika. Selamat untuk Dazzle yang sekarang semakin dikenal."

Jantung Mika berdegup sangat kencang karena takut. Sebenarnya siapa orang ini?

"Aku akan menutup telepon ini jika kamu tidak memberitahu namamu."

Tawa kecil penuh arti dari seberang sana pun tiba-tiba terdengar memasuki telinga Mika.

"Apa kamu baru saja bermalam dengan mantan suamimu, Mika? Ouch. Kamu nakal sekali, Cantik. Haruskan aku memberitahu Ervan bahwa tunangannya telah berselingkuh dengan mantan suaminya?"

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Fransiska
bagus,tapi kebanyakan koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status